Sukses

HEADLINE: WNI Dilarang ke Yerusalem, Gertakan Israel untuk Indonesia?

Mulai 9 Juni 2018, Israel melarang warga negara Indonesia menginjakkan kaki di wilayah yang diklaim sebagai teritorinya.

Liputan6.com, Yerusalem - Banyak foto dan video menjadi bukti sahih bagaimana tentara Israel menembakkan peluru tajam ke arah para demonstran Palestina yang mayoritas tak bersenjata di luar pagar perbatasan dengan Gaza.

Sejak 30 Maret 2018, tindakan represi militer negeri zionis memewaskan 118 orang dan melukai 13.000 lainnya, termasuk 1.136 anak-anak. Dunia mengecam keras apa yang dilakukan Israel, tak terkecuali Indonesia, yang terang-terangan berkomitmen membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina.

Dan kini, 'pembalasan' dilancarkan pihak Israel. Mulai 9 Juni 2018, Tel Aviv melarang warga negara Indonesia menginjakkan kaki di wilayah yang diklaim sebagai teritorinya.

Seperti dikutip dari situs ynetnews.com, Kementerian Luar Negeri Israel memutuskan larangan tersebut, hingga waktu yang belum ditentukan, sebagai respons atas keputusan RI melarang masuk warganya pasca-insiden penembakan brutal.

Sekelompok demonstran Palestina berlarian saat ditembakkan gas air mata oleh paskuan Israel di jalur Gaza (11/5). Warga Palestina ini menuntut dikembalikannya hak dan tanah tempat tinggal mereka yang diduduki oleh Israel. (AFP Photo/Mohammed Abed)

Indonesia dan Israel sama sekali tak menjalin hubungan diplomatik, namun kerja sama bisnis tetap terjadi antar-dua negara.

"Pengumuman Indonesia dikeluarkan dua pekan setelah muncul kabar yang diharapkan bahwa RI akan memberikan visa turis pada warga Israel," demikian seperti dikutip dari ynetnews.com, Kamis (31/5/2018).

Puluhan ribu warga Indonesia memasuki wilayah Israel tiap tahun. Trennya pun kian meningkat.

Pada 2013, misalnya, 30 ribu WNI menginjakkan kaki di wilayah yang diklaim Israel atau tiga kali lipat dari yang tercatat pada tahun 2009.

Menurut data statistik, wisatawan asal Indonesia biasanya mengunjungi Israel selama empat hari, sebagai bagian dari tur ke Yordania atau Mesir.

Warga Israel dapat mengunjungi Indonesia menggunakan visa turis rombongan atau visa bisnis perorangan yang terbatas. Aturan yang sama berlaku untuk WNI ke Israel.

Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia-Israel, Emanuel Shahaf mengatakan, warga Israel yang berkunjung ke Indonesia tak sebanyak WNI yang ke sana.

 

Visa Indonesia untuk WN Israel?

Indonesia dikabarkan membatalkan visa untuk warga Israel dan melarang warga negeri zionis memasuki wilayah RI, pasca-pembantaian di Gaza.

Surat kabar Yedioth Ahronoth mengabarkan, dalam pernyataannya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon menyampaikan, pihaknya sudah mencoba agar Indonesia membatalkan keputusannya itu.

Kabar bahwa Indonesia akan memberikan visa pada warga Israel diungkap media Israel, Haaretz pada 3 Mei 2018.

Dalam artikel, "Indonesia, World's Largest Muslim Country, to Issue Tourisme Visas to Israelis", disebutkan bahwa RI telah mengizinkan pemberian visa kepada wisatawan Israel yang ingin melancong ke Tanah Air.

Dalam berita tersebut, Haaretz menulis, "Meski tidak ada penandatanganan tertentu antara kedua negara, warga Israel sudah bisa mengurus visa wisata sejak Selasa, 1 Mei (2018)."

Laman media Haaretz yang menunjukkan artikel berita bahwa Indonesia izinkan pemberian visa wisata bagi WN Israel (screengrab)

 

"Warga Israel bisa mengurus visa lewat Israel Indonesia Agency, yang baru dibentuk pada akhir bulan lalu ... Tapi prosesnya panjang."

Jika permintaan visa disetujui oleh pihak berwenang di Indonesia, WN Israel dapat mengambil dokumen perjalanan itu di KBRI Singapura. Proses pengambilan di visa di KBRI Singapura hanya memerlukan waktu beberapa jam.

Proses administratif untuk pengambilan visa di KBRI Singapura membutuhkan biaya senilai US$ 56 dolar atau 75 dolar Singapura.

Namun, kabar tersebut dibantah pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.

"Tidak ada visa wisata untuk (warga negara) Israel ... Pemberitaan yang menyatakan Indonesia memberikan visa wisata kepada Israel adalah hoaks," demikian pernyataan tertulis dari Agung Sampurno, Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi pada Jumat, (4/5/2018).

Agung juga menjelaskan bahwa Indonesia tidak memiliki kebijakan pemberian visa wisata kepada warga negara Israel karena kedua negara "tidak memiliki hubungan diplomatik, sesuai dengan kebijakan luar negeri pemerintah RI."

"Pemberian visa kepada warga negara asing yang tidak memiliki hubungan diplomatik diberikan dengan mekanisme Calling Visa melalui Kementerian Luar Negeri yang beranggotakan beberapa instansi terkait, termasuk Ditjen Imigrasi," lanjut Agung.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Palestina Menentang

Mayoritas WNI tak berniat untuk berkunjung ke Israel. Namun, ziarah ke Yerusalem, kota suci tiga agama, juga ke Masjid Al-Aqsa akan melewati wilayah yang diklaim sebagai teritorial negeri zionis.

Deputi Menteri Luar Negeri Palestina, Taysir Jaradat sangat menyayangkan keputusan Israel dan menganggapnya sebagai sebuah langkah yang "tidak benar".

"Pada dasarnya peraturan Israel itu tidak benar dan kami tidak menerima hal itu," kata Jaradat di sela-sela Conference on Cooperation among East Asian Countries for Palestinian Development Senior Officials Meeting (CEAPAD SOM) di Jakarta, Kamis 31 Mei 2018.

"Palestina sangat senang sebenarnya ketika warga negara Indonesia bisa berkunjung ke tanah Yerusalem dan berziarah di sana," tambahnya.

Jaradat menambahkan bahwa pada dasarnya, para turis berhak untuk berziarah ke situs suci di Yerusalem tersebut dan bebas dari larangan-larangan yang bersifat politis.

Ilustrasi Israel (iStockPhoto)

"Oleh karenanya, kami juga akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan masalah itu dan mengembalikan situasi seperti semula," lanjut Jaradat.

Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, adalah hak setiap negara untuk menolak memberikan visa.

"Tidak (bermotif politik)," kata Retno usai Rapat Kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (31/5/2018).

Ia menambahkan, Kementerian Luar Negeri akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.

Pembalasan

Secara terpisah, Teuku Rezasyah, pendiri Center for International Relations Studies dan dosen Universitas Padjajaran mengatakan, sikap Israel merupakan jawaban atas ketegasan pemerintah Indonesia yang menolak menerima kedatangan warga negara Israel ke wilayah RI.

"Penolakan Indonesia didasarkan pada perilaku Israel di tanah Palestina, yang tidak sejalan dengan azas perikemanusiaan, dan melawan Resolusi PBB," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com.

Oleh karenanya, Rezasyah mengatakan, jika pada akhirnya Israel melakukan 'langkah pembalasan' dengan melakukan penolakan serupa, maka, hal tersebut adalah respons yang wajar.

Meski begitu, Rezasyah menyayangkan kebijakan semacam itu. Menurutnya, hal itu merugikan para pemeluk agama yang menganggap wilayah seperti Yerusalem --yang berada di bawah pendudukan dan administratif Israel-- sebagai destinasi peribadatan.

Ilustrasi Israel (iStockPhoto)

"Kebijakan Israel itu jelas akan berdampak atas program wisata rohani umat Islam dan umat Kristen asal Indonesia yang telah berjalan puluhan tahun, di mana mereka datang melalui negara ketiga," katanya.

Meski demikian, ia menambahkan, masih ada peluang titik temu.

"Harapan Israel adalah agar pemerintah RI melunak, dengan mengizinkan kedatangan Warga Negara Israel ke RI dalam jumlah terbatas dengan tujuan khusus seperti misi wisata, misi budaya, serta pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi," kata dia. 

"Lebih jauh lagi, Israel berharap agar WNI yang ingin melakukan ziarah ke Israel tersebut, menjadi kekuatan penekan agar pemerintah RI melunak, sehingga akhirnya kedua negara mengizinkan kunjungan wisatawan dengan persyaratan yang sangat khusus dan jumlahnya sangat terbatas," tambah Reza.

Lebih lanjut, Rezasyah menjelaskan, "Walaupun kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik, namun jalan tengah yang berbasis rohani masih dapat diusahakan, tanpa perlu melibatkan publik di dalam negeri masing-masing."

3 dari 3 halaman

Kunjungan ke Israel Bermula Sejak 1990-an

Menurut Aldo Rinaldi, salah seorang pendiri biro perjalanan Stella Kwarta Wisata, perjalanan warga negara Indonesia mengunjungi Israel dirintis pada awal dekade 1990-an.

Meski tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, namun pemerintah Israel memiliki kebijakan khusus, yang memberi kesempatan memasuki wilayah negeri zionis tanpa perlu mencantumkan stempel visa di paspor WNI.

"Israel itu intinya fokus di gerbang masuk, setelahnya, warga asing dijamin aman berkegiatan di sana, termasuk untuk berziarah ke situs suci," ujar Aldo melalui sambungan telepon.

Jumlah kunjungan WNI ke Israel, menurut Aldo, meningkat sejak memasuki era Millenium. Namun, hal itu kemudian pertumbuhannya menjadi konstan di kisaran angka 15.000 hingga 20.000 pengunjung per tahunnya, sejak 2015.

Jumlah kunjungan itu disebut sebagai salah satu yang terbesar dari Asia, di mana mayoritas bertujuan mengunjungi situs suci umat Nasrani di Betlehem.

Karena tidak menjalin hubungan diplomatik, maka kunjungan WNI ke Israel dirancang sebagai paket perjalanan, yang menambahkan dua destinasi lain, yakni Mesir dan Yordania.

Biasanya, lama kunjungan WNI dalam paket perjalanan itu menghabiskan waktu 11-14 hari.

Ilustrasi Israel (iStockPhoto)

Proses pengajuan perjalanan mengunjungi Israel, bagi WNI, paling aman dilakukan melalui jasa biro perjalanan. Dengan maksimal pemesanan sebulan sebelum hari keberangkatan.

Nantinya, urusan visa WNI akan diurus penuh oleh kerjasama antara biro perjalanan dengan pihak berwenang di Israel.

Adapun keberadaan Kedutaan Besar Israel di Singapura, tidak melayani pengurusan visa grup, melainkan individu. Meski begitu, pelayanan visa untuk warga dari negara yang tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, memiliki kendala yang tidak bisa diterka jika diurus secara mandiri.

Terkait infomarsi mengenai balasan Israel yang melarang warga Indonesia memasuki wilayah, Aldo mengatakan hal itu kemungkinan akan berdampak pada rombongan WNI yang terbang ke negeri zionis di periode libur lebaran.

Namun, kemungkinan buruk itu belum bisa dipastikan, karena larangan Israel tersebut bersifat peringatan balasan, yang masih bisa mencair di kemudian hari.

Piahknya mengaku akan berusaha mengkoordinasikan dengan pihak mitranya di Israel terkait keputusan yang akan diambil.

Menurut Aldo, larangan berkunjung ke Israel, akan berdampak pada negara dan komunitas di sekitar Israel yang kerap berkaitan dengan kunjungan WNI, seperti sektor wisata di Yordania dan Mesir, layanan akomodasi oleh penduduk Palestina, dan keturunannya, baik di wilayah Israel maupun Palestina.

Tingkat pengeluaran WNI juga disebut oleh Aldo, sebagai salah satu terbesar, sehingga membuat banyak pegiat wisata di Israel berinisiatif mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bagian dari pelayanannya.

Masih menurut Aldo, kunjungan WNI merupakan bagian dari sumber devisa dari sektor wisata, yang mengandalkan tiga lokasi suci bagi umat Islam, Nasrani, dan Yahudi.

Prinsip otoritas Israel, menurut Aldo, adalah menyaring seteliti mungkin setaip orang yang masuk ke wilayah negaranya, dan kemudian memberikan kenyamanan bagi tamu asing untuk beraktivitas selama masa kunjungan di sana.

Ditambahkan oleh Aldo, jika WNI telah mendapat visa Israel, maka perjalanannya sudah dipastikan akan berjalan sesuai rencana, selama tidak melanggar aturan hukum yang berlaku di negeri zionis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.