Sukses

Kisah Haru Orangtua-Anak yang Terpisah 24 Tahun Lalu Bertemu

Kejadian bermula ketika Lei yang kala itu masih berusia tiga tahun membuntuti sang ayah yang hendak berangkat kerja. Namun, Shunji tak menyadari jika Lei mengikuti dirinya.

Liputan6.com, Xi'an - Air mata Li Shunji dan Du Li tercurah saat bertemu dengan anak kandungnya yang telah terpisah hampir 24 tahun. Pasangan asal China tersebut berpisah dengan buah hatinya saat sang anak masih berusia tiga tahun.

Dikutip dari laman Daily Mail, Senin (28/5/2018), diduga anak tersebut hilang pada 8 Agustus 1994 saat sedang berjalan di Xi'an, China. Kota yang terkenal padat dan sibuk.

Li Lei (27) dapat bertemu dengan kedua orangtuanya setelah polisi berhasil mengidentifikasi statusnya dalam database DNA anak-anak yang hilang.

Kejadian bermula ketika Lei yang kala itu masih berusia tiga tahun membuntuti sang ayah yang hendak berangkat kerja. Namun, Shunji tak menyadari jika Lei mengikuti dirinya.

Karena tak dapat mendahului ayahnya, bocah itu lantas tertinggal dan terpisah. Lei yang kebingungan dan tak tahu arah pulang ditemukan oleh sepasang suami istri yang mengira jika anak itu adalah yatim piatu. Oleh sebabnya, pasangan itu mengambil dan mengurus Lei.

"Aku berniat meninggalkan rumah untuk menjual pakaian di kios. Namun, tak menyadari jika putraku mengikuti dari belakang," ujar Shunji.

"Aku baru sadar ketika istriku datang dan memberi tahu bahwa Lei sudah hilang," dia menambahkan.

Yang ada dalam pikiran Li Shunji dan Du Li, yaitu anaknya diculik oleh seseorang. Segala usaha sudah dilakukan demi menemukan anak tersebut, termasuk melaporkannya pada polisi di China.

Namun, itu semua tak membuahkan hasil. Selama 24 tahun mereka terpisah dan tidak menemukan petunjuk sama sekali.

Titik terang mulai terasa ketika ada sebuah badan bernama Baobei Huijia yang mengurusi masalah anak hilang. Badan itu membuka peluang bagi mereka yang sudah terpisah lama dengan cara mengirim sampel DNA, sehingga dapat dicocokan satu sama lain.

Lei mendaftarkan sampel DNA dan darahnya dengan harapan menemukan kedua orangtua kandung. Tanpa disadari, Li Shunji dan Du Li juga mendaftarkan hasil laporan DNA mereka.

Tepat pada Jumat, 25 Mei 2018 Li Lei dapat bertemu dengan orangtuanya. Suasana haru pun menyelimuti pertemuan tersebut.

"Akhirnya kami menemukanmu. Kami sudah mencari selama 24 tahun," ujar Shunji.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terpisah 55 Tahun

Jika kisah sebelumnya terjadi antara orangtua dan anak, maka yang satu ini tentang kisah cinta sepasang kakek dan nenek.

Dikutip dari laman AsiaOne, kisah mengharukan ini terjadi di Negeri Tirai Bambu. Berawal dari profesi yang sama, cerita cinta keduanya bersemi.

Adalah pria bernama Yuan Dibao yang pertama kali melihat sosok guru blasteran (China-Prancis) bernama Danny Li tahun 1953. Saat itu, Li mengajar bahasa Rusia di Zhejiang Medical College di Hangzhou, Tiongkok.

Profesi keduanya sebagai guru membuat mereka kerap bertemu dan menghabiskan waktu bersama serta bercanda gurau.

Setelah satu tahun saling mengenal, Yuan menyampaikan hal yang begitu menyayat hati Li. Tahun 1954, Yuan mengaku sudah menikah.

Tak lama setelah pengakuan Yuan yang telah memiliki istri, Li memutuskan untuk menjauh dari Yuan. Sejak momen itulah keduanya bahkan tak pernah bertemu lagi.

Meski demikian, keduanya tetap berhubungan lewat surat. Pada 1956, Li berangkat ke Prancis dengan alasan yang tak ia sebutkan.

Setibanya di Prancis, keduanya masih berkomunikasi, melanjutkan kisah cinta terlarang mereka.

Aktivitas surat-menyurat tersebut kemudian terhenti, terhalang oleh Revolusi Kebudayaan China di tahun 1960-an hingga tahun 1970-an.

Revolusi kultural merupakan gerakan sosio-politik-budaya-ekonomi yang terjadi di Tiongkok dari 1966 sampai 1976. Dicanangkan oleh Mao Zedong, tujuan gerakan itu adalah menyajikan ideologi komunis ala Mao di China dengan menyapu habis seluruh unsur kapitalis dan tradisional dari masyarakat Tiongkok, serta mencanangkan pemikiran "Maois" sebagai ideologi juga gaya hidup dominan.

Demi tujuan itu, seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dikonstruksikan sesuai dengan haluan besar Mao dan Partai Komunis China.

Keduanya pun hilang kontak dan tak pernah mengutarakan perasaan lewat kata-kata lagi.

Usia Yuan dan Li semakin termakan waktu, keduanya menua dan menjalani kehidupan masing-masing. Yuan sendiri akhirnya menjadi ayah dari tiga orang anak, di mana sang istri meninggal pada tahun 1994. Sementara Li masih melajang.

"Aku tak bisa memulai hubungan dengan lelaki lain, meski mereka sudah berusaha 'mengetuk' hatiku," ujar Li.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.