Sukses

PM Mahathir Mohamad Akan Tinjau Kembali UU Anti-Berita Palsu

UU anti-berita palsu Malaysia disahkan pada era pemerintahan Najib Razak.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (92) pada hari Minggu, 13 Mei kemarin, berjanji akan meninjau kembali UU anti-berita palsu yang kontroversial. Produk hukum tersebut dinilai terlalu buru-buru diloloskan sebelum pemilu dan ditujukan bagi kritikus Najib Razak, mantan perdana menteri yang berada di pusaran skandal korupsi 1MDB.

UU yang disahkan pada awal April, membuat penyebaran informasi palsu yang disengaja terancam hukuman hingga enam tahun penjara dan denda hingga 500.000 ringgit.

Sejumlah kelompok HAM meyakini bahwa undang-undang itu dapat digunakan untuk menindak tegas perbedaan pendapat, terutama kecaman terhadap Najib menjelang pemilu Malaysia pada 9 Mei lalu.

Mahathir Mohamad, yang sebelumnya pernah memerintah Malaysia selama 22 tahun sebelum akhirnya mengundurkan diri pada tahun 2003 lalu kembali mencalonkan diri untuk menumbangkan Najib, mengatakan bahwa UU anti-berita palsu akan ditinjau untuk memberikan definisi yang lebih jelas.

"UU berita palsu akan diberikan definisi yang jelas," kata Mahathir Mohamad dalam pidato yang disiarkan di saluran televisi nasional.

"Rakyat dan perusahaan media akan mengerti apa itu berita palsu dan apa yang tidak," imbuhnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mendukung Kebebasan Pers

Mahathir Mohamad sendiri pernah dikritik atas pengawasan yang ketat terhadap media selama masa jabatannya sebagai perdana menteri. Namun, dalam pidatonya pada hari Minggu, ia menegaskan, pemerintahannya tidak akan membatasi pers, bahkan jika mereka memuat berita yang "tidak nyaman" bagi pemerintah.

Meski demikian, Mahathir Mohamad yang merupakan pemimpin tertua di dunia menekankan bahwa tindakan akan diambil, jika berita palsu disebarluaskan dengan maksud untuk menyebabkan kekacauan.

"Meskipun kami mendukung konsep kebebasan pers dan kebebasan berbicara, semuanya memiliki batas," imbuhnya.

UU anti-berita palsu sejauh ini telah digunakan untuk menghukum satu orang, yakni seorang pria Denmark. Ia dipenjara selama satu minggu karena menuding layanan darurat memberikan respons lambat terkait insiden penembakan seorang anggota Hamas di Kuala Lumpur pada April lalu.

Selama kampanye, Mahathir Mohamad sendiri diperiksa di bawah UU anti-berita palsu setelah ia menyatakan bahwa pesawat yang hendak ditumpanginya telah disabotase.

Malaysia menempati urutan ke 145 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.