Sukses

09-5-1671: Mahkota Raja Inggris Dicuri, Kasusnya Berakhir Penuh Kejutan

Pada 9 Mei 1671, Thomas Blood menjadi orang pertama dan satu- satunya yang nekat mencuri mahkota Raja Inggris.

Liputan6.com, London - Di Britania Raya pada Abad ke-17, pasca-eksekusi Raja Inggris Charles I pada 1649, sejumlah mahkota kerajaan dijual atau dihancurkan, atas perintah Oliver Cromwell, pemimpin militer dan politik yang menonjol kala itu.

Batu-batu berharga, termasuk berlian dan safir dicopoti, kemudian kerangkanya yang terbuat dari logam berharga dilebur untuk dijadikan koin.

Saat monarki dipulihkan pada 1660, mahkota baru dibuat khusus untuk upacara penobatan Charles II setahun kemudian. Setelahnya, sang raja baru mengizinkan hiasan kepala tersebut dipamerkan di Tower of London.

Kala itu, pada 9 Mei 1671, Thomas Blood menjadi orang pertama dan satu- satunya yang nekat mencuri mahkota sang raja.

Thomas Blood adalah pria Irlandia yang lahir di County Meath pada 1618. Ia berasal dari keluarga baik-baik. Ayahnya seorang pandai besi yang makmur. Kakeknya, yang tinggal di Kastil Kilnaboy, pernah jadi anggota parlemen.

Seperti dikutip dari situs Historic UK, Selasa (8/5/2018), saat Perang Saudara Inggris pecah pada 1642, Blood pergi ke Inggris untuk bertempur di pihak Charles I. Namun, ketika tahu kubu Oliver Cromwell berada di atas angin, ia berbalik arah.

Karena itulah, ia kemudian mendapatkan hadiah berupa tanah di Irlandia. Namun, nasib Blood tak beruntung ketika Charles II naik takhta pada 1660, ia kehilangan semua asetnya.

Berniat balas dendam, ia berencana menculik Duke of Ormonde untuk mendapat uang tebusan. Namun, plot jahatnya di kastil Dublin terbongkar. Blood pun melarikan diri.

Blood pergi ke Irlandia dan Eropa, menyamar dengan bermacam kedok, hingga akhirnya menetap di Inggris, sebagai dokter bernama Ayliffe.

Pada 1670, ia kembali mencoba menculik Ormonde, yang kala itu berada di London. Blood dan lima komplotannya menghadangnya di jalan. Keributan pun pecah, orang-orang berlari mendekat untuk menyelamatkan Sang Duke.

Menyamar sebagai pendeta, ia kemudian mendekati Master of the Jewel House yang baru saja terpilih, Talbot Edwards yang usianya 77 tahun kala itu.

Pada 9 Mei 1671, Blood pergi ke Tower of London bersama tiga kaki tangannya. Saat Edwards membukakan pintu, mereka melemparkan jubah ke arah pria sepuh itu, memukulnya dengan palu, menjatuhkannya ke lantai, membelenggu tangannya dan menyumbat mulutnya.

Blood dan komplotannya lalu mencuri mahkota kerajaan, orb and sceptre, serta tongkat yang jadi simbol monarki. Edwards yang kemudian berhasil meloloskan diri kemudian berteriak sejadinya, "Pengkhianat! Pembunuh! mahkota raja dicuri!"

Setelah pengejaran, Blood dan gengnya tertangkap. Namun, apapun upaya yang dilakukan, ia menolak buka mulut.

"Aku tak akan menjawab pertanyaan siapapun, kecuali Raja Inggris sendiri yang bertanya," kata dia berulang-ulang.

 

Saksikan video menarik soal Kerajaan Inggris berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Akhir Tak Terduga

Dalam bukunya, "The Audacious Crimes of Colonel Blood", sejarawan Robert Hutchinson menulis, raja kala itu, Charles II tak pernah hidup tenang. Ia dirundung khawatir bakal jadi korban pembunuhan, dalam serangkaian plot yang melibatkan kaum republikan veteran atau ekstremis religius.

London, kala itu menjadi 'zona panas' aksi perlawanan terhadap aturan ketat gereja Anglikan. Blood menjadi bagian dari pertentangan itu.

Meski keras kepala dan tak mau mengaku bersalah, Thomas Blood tak lantas dieksekusi. Padahal untuk pengkhianatan yang dilakukan ia seharusnya digantung, tubuhnya ditarik empat kuda hingga tercerai-berai.

Thomas Blood akhirnya  bahkan membuat Raja Inggris memenuhi permintaannya. "Apa ada alasan bagiku untuk membiarkanmu tetap hidup?" kata Charles II, seperti ditulis dalam buku kaya Hutchinson.

Blood kemudian menjawab, "Saya akan berusaha agar layak mendapatkannya."

Jawabannya itu yang kemudian membebaskannya. Pun dengan tiga antek-anteknya. Keempat orang itu lolos dari semua tuduhan -- pengkhianatan, pembunuhan, kejahatan dengan kekerasan, dan penyerangan.

Blood bahkan diberi hadiah properti di Irlandia, gaji sebesar 500 pound sterling per tahun, dan pensiun seumur hidup.

Menurut Hutchinson, Blood menjelma jadi mata-mata raja. Tugasnya, menguping bisik-bisik dan gosip di istana. Kali lain, ia bekerja sebagai agen ganda di lorong-lorong sempit, gelap dan bau di London.

Secara rutin ia memberikan informasi soal siapa yang terlibat konspirasi untuk membunuh Charles II. Blood juga melaporkan mereka yang ingin kembali ke era republik di bawah kepemimpinan Oliver Cromwell.

Thomas Blood, yang menyebut dirinya sebagai "Kapten" atau "Kolonel" -- punya banyak predikat. Ia adalah petualang, pemberontak, ahli menyamar, penjahat, penipu dan mata-mata.

Intrik seputar Thomas Blood tidak berakhir ketika ia dinyatakan meninggal dunia pada tahun 1680. Makamnya digali, jasadnya diperiksa, untuk memastikan bahwa ia tak memalsukan kematiannya sendiri.

Tak hanya pencurian mahkota raja Inggris yang terjadi pada tanggal 9 Mei. Pada 1501, Christopher Columbus meninggalkan Spanyol untuk ekspedisinya yang ke 4 dan terakhir menuju "Dunia Baru".

Sementara pada 9 Mei 1653, Taj Mahal, yang merupakan salah satu bangunan arsitektur Islam terindah di dunia, selesai dibangun.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.