Sukses

Kisah Wanita yang Jadi Saksi Mata 300 Eksekusi Mati di AS

Salah satu pegawai negeri sipil di Texas ini mengaku menjadi saksi sekitar 300 eksekusi yang terekspos ke publik.

Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah Texas tercatat telah melakukan hukuman mati lebih banyak daripada negara bagian Amerika Serikat (AS) lainnya. Salah satu pegawai negeri sipil setempat mengaku menjadi saksi sekitar 300 eksekusi yang terekspos ke publik.

Dikutip dari BBC pada Senin (7/5/2018), 18 tahun berlalu sejak Michelle Lyons pertama kali menyaksikan eksekusi mati, yakni terhadap seorang tahanan kelas barat bernama Ricky McGinn.

Pengalaman pertama tersebut membuatnya tak kuasa menahan air mata. Terlebih ketika melihat ibu kandung McGinn berusaha tegar menghadapi kematian putranya dari balik jendela pantau.

Lyons ingat, ketika itu merupakan hari Minggu, yang seharusnya menjadi hari terakhir McGinn dan ibunya menghadiri kebaktian di gereja di dekat rumah mereka. Namun keputusan penegak hukum memajukan jadwal eksekusi, membuyarkan bayangan indah tersebut.

Selama 12 tahun terakhir -- pertama sebagai reporter surat kabar, dan kemudian menjadi juru bicara bagi Texas Department of Criminal Justice (TDCJ) -- Lyons memiliki tugas kerja untuk menyaksikan setiap eksekusi hukuman mati yang terjadi di negara bagian kaya minyak tersebut.

Antara tahun 2000 dan 2012, Lyons melihat hampir 300 orang pria dan wanita meninggal di brankar, atau kursi khusus untuk eksekusi mati menggunakan suntik jarum kematian.

"Menyaksikan eksekusi hanyalah bagian dari pekerjaan saya," kata Lyons, yang memoir riwayat kematiannya, Death Row: The Final Minutes, baru saja diterbitkan.

"Saya adalah bagian dari pihak pro-hukuman mati. Saya pikir itu adalah hukuman yang paling tepat untuk kejahatan tertentu," lanjutnya.

Pada tahun 2000, otoritas hukum Texas tercatat melakukan 40 eksekusi mati, sebuah rekor paling banyak dalam satu tahun oleh sebuah negara bagian. Jumlah tersebut hampir sama dengan sisa gabungan sanksi serupa di beberapa negara bagian Amerika Serikat.

Lyons, dalam perannya sebagai reporter penjara untuk The Huntsville Item, menyaksikan 38 dari total keseluruhan eksekusi hukuman mati yang kontroversial tersebut. 

"Ketika melihat catatan eksekusi sekarang, saya dapat melihat bahwa banyak hal telah mengganggu saya. Tapi dalam setiap keraguan, saya selalu berusaha mengibaratkannya sebagai kegiatan berkemas barang bekas, dan membuangnya ke tempat sampah. Seperti itu saya mengatasinya," jelas Lyons.

"Menyaksikan saat-saat terakhir kehidupan seseorang, dan melihat bagaimana jiwa mereka meninggalkan jasad yang terkapar, tidak akan pernah menjadi hal normal bagi saya. Tapi, Texas telah melakukan banyak sekali eksekusi mati, dan saya menjadi saksi di dalamnya. Ini seperti kegiatan menonton film horor di bioskop favorit, tapi benar-benar menyedihkan," lanjutnya panjang lebar.

 

Simak video pilihan berikut: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bukan Pekerjaan 'Enteng'

Belasan tahun menyaksikan langsung eksekusi mati, bukan berarti Lyons menganggap pekerjaannya enteng. Ketika dia bergabung dengan kantor informasi publik TDCJ pada tahun 2001, tugasnya menjadi lebih berat.

Sekarang, Lyons tidak hanya memberi tahu orang-orang Huntsville, melainkan juga mengabarkan kepada seluruh Amerika Serikat (dan dunia) apa yang terjadi di ruang eksekusi mati di penjara Texas.

Lyons mendeskripsikan prosedur terkait seperti melihat seseorang akan tidur, namun tidak lebih manusiawi dibandingkan eksekusi mati menggunakan kursi listrik, yang tercatat dilakukan sekitar 360 kali pada periode 1924 hingga 1964.

Di TDCJ, Lyons bertugas menyampaikan permohonan maaf yang putus asa, klaim tidak bersalah yang terdengar sia-sia, kutipan Alkitab, hingga sesekali lelucon yang dipaksakan oleh para terdakwa hukuman mati.

Jarang sekali Lyons mendengar kemarahan, dan hanya sekali dia mendengar seorang narapidana menangis.

Menurutnya, hal yang sering, dan kemudian menjadi mudah dimaklumi, adalah bunyi nafas terakhir para terdakwa, yakni bisa berupa batuk, hembusan napas, atau semacam suara mendengkur.

"Saya biasanya hanya bisa terpaku menyaksikan tubuh (terdakwa) cepat berubah menjadi ungu," ujar Lyons.

Lyons menerima surat dan email dari seluruh dunia, dari orang-orang yang mengutuknya karena mengambil bagian dalam "pembunuhan yang disponsori negara".

Kadang-kadang dia membalas surat itu, dengan marah mengatakan pada mereka untuk tidak ikut campur dalam kebijakan hukum pemerintah Texas.

"Hampir seluruh dunia di luar Amerika mengira aneh bahwa kami masih mengeksekusi orang sampai mati. Jurnalis Eropa sering menggunakan kata 'membunuh' bukannya 'mengeksekusi'. Mereka mengira kami sedang membunuh orang," keluhnya.

3 dari 3 halaman

Profil Kota Huntsville

Sejak 1924, setiap eksekusi mati di negara bagian Texas dilakukan di sebuah kompleks lembaga pemasyarakatan, yang terletak di kota kecil Huntsville.

Kompleks tersebut terdiri dari tujuh blok penjara, termasuk Walls Unit, sebuah bangunan bergaya Victoria yang paling sering menjadi lokasi suntik mati terhadap para tahanan kelas berat.

Pada 1972, Mahkamah Agung sempat menangguhkan hukuman mati dengan alasan bahwa itu adalah hukuman yang kejam.

Namun, pemerintah Texas membawanya kembali kurang dari dua tahun kemudian, dan segera mengadopsi suntikan mati sebagai sarana eksekusi baru.

Selanjutnya pada 1982, Charlie Brooks tercatat sebagai tahanan pertama yang dieksekusi menggunakan metode suntik mati.

Kebijakan eksekusi mati menjadikan kota Huntsville dijuluki sebagai ibukota 'ibukota hukuman mati dunia'. Berbagai pemberitaan dan artikel feature, seperti tidak ada henti memberikan gambaran keji mengenai nuansa 'kematian' di sana.

Huntsville sendiri sebenarnya merupakan sebuah kota kecil yang tertata rapi, dekat dengan Taman Nasional Piney Woods yang indah.

Kota ini juga terletak tidak jauh dari wilayah Bible Belt atau Sabuk Alkitab, yakni wilayah dengan komunitas penganut Katolik terbesar di AS, yang menurut Lyons, kerap menjadikan 'tradisi hukuman mati' sebagai rahasia umum. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.