Sukses

Amerika Serikat Minta Arab Saudi Cs Hentikan Blokade terhadap Qatar

Lawatan Menteri Luar Negeri AS yang baru, Mike Pompeo, ke Arab Saudi membawa sejumlah agenda. Salah satunya, krisis Teluk.

Liputan6.com, Riyadh - Ketika Arab Saudi mempertimbangkan untuk menggali parit di sepanjang perbatasannya dengan Qatar dan membuang limbah nuklir di dekatnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang baru, Mike Pompeo tiba di Riyadh. Itu menandai perjalanan perdananya sebagai diplomat tertinggi Negeri Paman Sam.

Lawatannya sekaligus membawa pesan sederhana bagi negara-negara yang terlibat konflik Teluk: enough is enough.

Kesabaran Washington dalam menghadapi konflik antar anggota Dewan Kerja Sama Teluk ditengarai sudah menipis. Menurut seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Pompeo mengatakan kepada mitranya, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir bahwa perselisihan dengan Qatar harus diakhiri. Demikian seperti dikutip dari The New York Times, Minggu (29/4/2018).

Pendahulu Pompeo, Rex Tillerson disebut-sebut telah menghabiskan banyak waktu untuk menengahi perselisihan, yang juga melibatkan Mesir dan Bahrain. Namun, Tillerson tidak berhasil.

Kegagalan Tillerson dikabarkan tidak lepas dari tegangnya hubungannya dengan Donald Trump, yang sejak awal krisis Teluk meletus, lebih membela Arab Saudi.

Sementara itu, Pompeo lebih dekat dengan Donald Trump hingga menjadikannya lebih tangguh.

Krisis Teluk dimulai pada Juni 2017, ketika Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir memutus hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar.

Langkah tersebut diambil Arab Saudi dan sekutunya setelah menuding Qatar mendukung terorisme, merapat ke Iran, dan menyambut baik para pembangkang di wilayahnya.

Pemutusan hubungan diplomatik dan perdagangan disusul dengan blokade wilayah darat, laut, dan udara terhadap Qatar.

Dan selama itu pula, Qatar telah menghabiskan jutaan dolar untuk meraih dukungan Washington dan upaya ini memuncak ketika Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani melawat ke Amerika Serikat. Setelah pertemuan antar pemimpin kedua negara, barulah Donald Trump menyatakan dukungan yang kuat bagi Qatar.

Pompeo disebut-sebut akan menyampaikan pesan yang sama, yang sebelumnya disampaikannya pada Menlu Jubeir kepada Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, dan Raja Salman bahwa krisis Teluk harus dihentikan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Agenda Lain Pompeo di Arab Saudi

Menghadapi Iran, stabilisasi Irak dan Suriah, mengalahkan ISIS, dan mengakhiri perang sipil yang menghancurkan Yaman diduga menjadi agenda prioritas Washington yang tidak dapat dikejar tanpa persatuan di dunia Arab.

Pompeo sendiri tiba di Riyadh di hari yang sama ketika pasukan pemberontak Houthi di Yaman menembakkan delapan rudal ke provinsi Jizan, di bagian selatan Arab Saudi. Insiden itu menewaskan satu orang dan dinilai menunjukkan pertanda bahwa konflik di Yaman berkembang menjadi ancaman bagi kawasan.

Krisis kemanusiaan yang meluas di Yaman telah menjadi perhatian yang sangat besar di Capitol Hill. Para senator berpengaruh mulai membahas soal pembatasan penjualan senjata ke Arab Saudi.

Di lain sisi, itu akan memicu persoalan baru, mengingat Washington membutuhkan peran aktif Arab Saudi demi menangani Iran dan menstabilkan Suriah.

Ketidakmampuan Arab Saudi menyasar target dengan baik dalam serangan udara, serta blokade kerajaan atas pelabuhan Yaman dinilai telah memperburuk krisis kemanusiaan di Yaman.

Terkait hal tersebut, menurut seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Pompeo telah menekankan pada Menlu Arab Saudi bahwa Yaman harus memiliki akses mudah ke bantuan kemanusiaan dan komersial, termasuk bahan bakar.

Kunjungan Pompeo ke Timur Tengah juga membawa agenda kesepakatan nuklir Iran. Pada 12 Mei, kesepakatan nuklir Iran jatuh tempo, dan Amerika Serikat harus memutuskan apakah akan tetap berada dalam perjanjian yang diteken pada tahun 2015 itu atau sebaliknya.

Sejauh ini, sebagian besar pengamat yakin bahwa Donald Trump akan membawa Amerika Serikat keluar dari kesepakatan yang pernah dijulukinya sebagai "yang terburuk yang pernah terjadi".

Dari Arab Saudi, Pompeo yang juga mantan Direktur CIA, akan bertolak ke Yerusalem. Ia dijadwalkan bertemu dengan PM Benjamin Netanyahu. Setelahnya, Pompeo akan melanjutkan perjalanannya ke Yordania, sebelum akhirnya kembali ke Washington pada hari Senin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.