Sukses

Donald Trump Batalkan Penunjukan Dubes AS untuk Australia

Posisi duta besar Amerika Serikat untuk Australia telah kosong selama lebih dari satu tahun.

Liputan6.com, Canberra - Perubahan sikap Amerika Serikat pada menit-menit terakhir penunjukan duta besarnya untuk Australia telah memunculkan spekulasi bahwa Donald Trump memperlakukan Australia sebagai sekutu kelas dua.

Sebelumnya, Donald Trump telah memilih Laksamana Harry Harris untuk memimpin misi diplomatik Amerika Serikat (AS) di Australia. Namun belakangan, Mike Pompeo -- calon menteri luar negeri pilihan Donald Trump -- dilaporkan memengaruhi presiden ke-45 AS itu untuk mengubah keputusannya.

Seiring gagalnya penunjukan Laksamana Harris, maka kekosongan posisi duta besar AS untuk Australia yang telah berlangsung kurang lebih 18 bulan akan terus berlanjut.

Mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd mengecam kebijakan Amerika Serikat itu.

"Pada dasarnya, dari perspektif Presiden Trump, Australia adalah sekutu kelas dua," ujar Rudd dalam program 7.30 ABC seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (26/4/2018).

"Seluruh masyarakat Australia berharap agar Amerika Serikat memperlakukan aliansinya dengan kami secara serius. Jadi, berubah di menit-menit terakhir seperti itu serta mengambil Laksamana Harry Harris, seorang kandidat yang bagus, dari genggaman kami dan mengirimkannya ke Seoul, saya rasa, merupakan pertanda buruk bagi warga Australia secara luas...," imbuhnya.

Rudd menambahkan, "Ada bahaya yang muncul ketika pemerintahan Trump mulai tidak menghargai Australia".

Mantan PM Australia itu menegaskan tidak senang dengan keputusan yang diambil Donald Trump. Menurutnya, sejauh ini, Donald Trump "tidak memperlakukan Australia dengan baik".

Batalnya Laksamana Harris mengepalai pos diplomatik Amerika Serikat di Canberra dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Julie Bishop. Lebih lanjut Bishop menjelaskan, ia telah diberitahu oleh Washington bahwa Laksamana Harris akan diutus ke Korea Selatan.

"Kami memahami hal semacam ini dan kami memahami pula tantangan yang dihadapi Amerika Serikat di Semenanjung Korea," tutur Bishop.

Mengutip pernyataan pejabat sementara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Sullivan, Bishop menyatakan bahwa penunjukan duta besar untuk Australia akan menjadi prioritas menteri luar negeri baru Amerika Serikat.

Bishop mengingatkan, di masa lalu kejadian seperti ini pernah terjadi, di mana membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Amerika Serikat menentukan duta besarnya untuk Australia.

Saat ini, Jim Caruso, bertugas sebagai chargé d'affaires di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Canberra. Chargé d'affaires adalah seorang diplomat yang mengepalai sebuah kedutaan besar saat posisi duta besar sedang kosong.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sikap AS Mengundang Berbagai Reaksi

Politisi Partai Buruh, Richard Marles mengatakan, semakin cepat Australia mendapatkan duta besar baru, semakin baik.

"Kita adalah teman dekat, saya rasa tidak ada yang tersinggung di sini. Amerika diwakili dengan baik, hari demi hari," ungkap Marles.

Sementara itu, mantan pemimpin partai Liberal Australia dan direktur Australian War Memorial, Brendan Nelson menyuarakan nada serupa Marles.

"Saya ingin sampaikan pada Presiden Trump dan mereka yang menasihatinya bahwa 'kami membutuhkan duta besar, kami berhak mendapat duta besar dan kami menginginkannya sesegera mungkin'," kata Nelson.

Tom Fischer, mantan wakil perdana menteri dan diplomat mendeskripsikan kekosongan duta besar yang berlangsung lebih dari satu sebagai sebuah "insiden", mencerminkan rendahnya prioritas.

"Nyaris dua tahun akan menjadi penghinaan yang berdampak, meskipun duta besar sementara menjalankan tugasnya dengan baik," tutur Fischer kepada AAP.

Beberapa analis memperingatkan bahwa "pengalihan" Laksama Harris ke Korea Selatan menunjukkan bahwa Presiden Amerika Serikat tidak memperlakukan sekutunya dengan serius.

Ashley Townshend, dari United States Studies Centre mengatakan, hal tersebut tidak bagi pemerintahan Donald Trump.

"Ini akan menjadi narasi bahwa Trump tidak menganggap serius kepentingan atau reputasi sekutu AS," katanya melalui Twitter.

"Penafsiran yang lebih baik adalah kurangnya pendekatan strategis ke Asia."

Townshend juga menunjukkan bahwa Laksamana Harris jauh lebih baik ditempatkan sebagai duta besar Australia -- mengingat ia mengenal Australia dengan baik dan memahami masalah Indo-Pasifik -- dibanding duta besar untuk Korea Selatan.

"Keputusan Pompeo, dengan dukungan Trump, untuk memindahkan (Laksamana Harris) memprioritaskan tantangan langsung Korea Utara atas strategi jangka panjang Asia," katanya.

Direktur keamanan Lowy Institute International Euan Graham mengatakan langkah itu tidak hanya dapat membuat Seoul tidak nyaman, tetapi juga berisiko mengecewakan Canberra.

Pakar keamanan global, Ankit Panda dan editor senior di The Diplomat, mentwit bahwa dia yakin Laksamana Harris akan bertugas lebih baik di Canberra.

Thomas Wright, seorang ahli kebijakan luar negeri di Brookings Institution di Washington, mengatakan langkah pembatalan Amerika Serikat di menit-menit terakhir mengirim pesan "mengerikan" ke Australia.

Dia juga mengatakan itu mencerminkan kejelekan Mike Pompeo yang diprediksi kuat akan menjadi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.