Sukses

Tim Inspeksi Senjata Kimia Ditembaki di Suriah

Penyebaran tim Inspeksi Senjata Kimia dipertimbangkan setelah disetujui oleh tim keamanan PBB, asalkan tim OPCW dapat memiliki akses tanpa hambatan ke sejumlah situs tersebut.

Liputan6.com, Damaskus - Inspektur Pengawas Senjata Kimia (OPCW) belum dapat masuk ke Douma, Suriah, untuk memeriksa lokasi dugaan serangan senjata kimia.

OPCW pada Rabu, 18 April 2018, mengatakan bahwa para pejabat keamanan PBB memasuki Douma pada Selasa, 17 April 2018 untuk melakukan survei terhadap wilayah yang diduga menjadi lokasi penyerangan senjata kimia pada 7 April 2018. Namun, tim Departemen dan Keamanan PBB (UNDSS) diserang dengan tembakan senjata ringan dan sebuah alat peledak saat mereka berhenti di situs kedua.

Seperti dikutip dari Aljazeera.com, Kamis (19/4/2018), di situs pertama yang mereka kunjungi, para pejabat harus mundur karena adanya kerumunan orang hingga memicu masalah keamanan. Tidak ada yang terluka, dan tim PBB pun telah kembali ke ibu kota Suriah, Damaskus.

"UNDSS akan terus bekerja sama dengan Otoritas Nasional Suriah, Dewan Lokal di Douma, dan Polisi Militer Rusia untuk meninjau situasi keamanan. Saat ini, kita tidak tidak tahu kapan tim (pencari fakta) dapat dikerahkan ke Douma," sebut pernyataan OPCW.

Penyebaran hanya akan dipertimbangkan setelah disetujui oleh tim keamanan PBB, asalkan tim OPCW dapat memiliki akses tanpa hambatan ke sejumlah situs tersebut.

Pasukan Suriah dan Rusia menguasai Douma pada Sabtu ketika para pemberontak mundur dari kota, beberapa jam setelah berakhirnya serangan udara Barat.

Pada Selasa, SANA dilaporkan memuat kabar keliru yang menyebutkan bahwa tim pencari fakta OPCW, yang tiba di Damaskus pada hari Sabtu, telah memasuki Douma.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekhawatiran Rusaknya Barang Bukti

Tim OPCW diberi tugas untuk menyelidiki serangan gas beracun yang dilaporkan, tapi mereka tidak dapat dispensasi.

Menurut penyelamat dan petugas medis, lusinan orang tewas dalam dugaan serangan senjata kimia, yang memicu serangan balas dendam oleh Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris pada instalasi militer Suriah.

Damaskus dan Moskow membantah bahwa serangan kimia terjadi.

Selama pertemuan darurat pada Senin di markas OPCW di Den Haag, para diplomat Barat menuduh pemerintah Suriah dan sekutu Rusianya menghalangi tim tersebut.

Rusia membantah klaim itu, dan mengatakan bagian Douma masih perlu dibersihkan dari ranjau. Inspektur pengawas, menurut mereka, akan masuk pada Rabu.

Namun, Prancis dan AS tampaknya mempertanyakan tujuan dari misi semacam itu, memperingatkan bahwa bukti yang memberatkan kemungkinan telah dihapus sekarang.

Ishak Majali, mantan inspektur OPCW, mengatakan tidak mungkin inspektur akan menemukan bukti di lokasi setelah penundaan tersebut.

"Sudah banyak waktu berlalu sejak serangan itu terjadi -- kita bicara tentang 11 hari (yang sudah berlalu)," katanya kepada Al Jazeera.

"Jadi, jika Anda mengendalikan sebuah situs dengan bahan kimia untuk waktu yang lama, sangat mudah sebenarnya untuk mengutak-atik tempat dan mengubah fakta di lapangan," tambahnya.

"Anda benar-benar dapat melakukan apa yang kami sebut dalam bisnis militer sebagai proses dekontaminasi, yaitu menghapus semua bukti di lapangan dengan menggunakan bahan kimia lain untuk menetralisasi bahan kimia di tanah. Selain itu, Anda dapat merusak mesiu itu sendiri ... untuk menyiapkan beberapa saksi atau menyiapkan beberapa laporan medis. "

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.