Sukses

Perlombaan Transaksi Senjata 6 Negara Teluk

Berikut, sekilas penjabaran perlombaan transaksi negara-negara Dewan Kerjasama Teluk pada tahun 2012 hingga 2016

Liputan6.com, Riyadh - Jual-beli senjata dan alutsista berat dilaporkan tengah meroket pada periode 2005 - 2017, menurut laporan yang baru-baru ini dirilis oleh think-tank keamanan, Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Prancis, dan China berturut-turut menjadi negara eksportir senjata terbesar di seluruh dunia -- di mana mereka menguasai 74 persen dari total angka penjualan global.

Dari laporan yang sama, SIPRI menggarisbawahi temuan penting, yakni, terjadinya peningkatan transaksi penjualan ke negara-negara Timur Tengah dan Teluk sebanyak 86 persen pada periode 2012 - 2016.

Nominal itu mencakup hampir sekitar 30 persen dari angka transaksi penjualan senjata di seluruh dunia dalam periode yang sama. Itu juga menunjukkan peningkatan dua kali lipat dari geliat penjualan dalam periode lima tahun sebelumnya.

Temuan itu dianggap signifikan dan memberikan sudut pandang tersendiri terhadap kontestasi perlombaan transaksi senjata yang dilakukan oleh negara-negara di Teluk Arab. Khususnya, yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC); Qatar, Bahrain, UEA, Oman, Arab Saudi, dan Kuwait -- di mana mereka telah menggelontorkan miliaran dolar AS untuk pembelian senjata dan alutsista.

Terlebih lagi, transaksi dilakukan bersamaan dalam periode konflik geo-politik yang tengah terjadi di Asia Barat -- seperti Perang Saudara Yaman dan Suriah, perang melawan ISIS dan terorisme, konflik proksi dengan Iran, dan lain-lain.

"Meski harga minyak turun, negara di kawasan, terus melakukan pembelian senjata dan alutsista ... di mana mereka menganggap bahwa benda-benda itu merupakan peralatan krusial dalam menghadapi konflik dan tensi di kawasan," kata Pieter Weseman, peneliti senior SIPRI Arms and Military Expenditure Programme, seperti dikutip dari Al Jazeera (18/4/2018).

Bahkan, transaksi pembelian senjata yang dilakukan oleh negara-negara itu diprediksi akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Seperti dikutip dari Al Jazeera, pada awal 2018 saja, negara GCC telah menggelontorkan dana lebih dari US$ 4 miliar untuk pembelian senjata dan beragam kontrak pertahanan.

Berikut, sekilas penjabaran perlombaan transaksi senjata negara-negara Dewan Kerjasama Teluk pada tahun 2018, seperti Liputan6.com rangkum dari Al Jazeera (18/4/2018).

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Arab Saudi

SIPRI menggarisbawahi temuan penting dalam laporan mereka; Arab Saudi merupakan negara importir/pembeli senjata kedua terbesar di dunia (posisi pertama India) dalam periode 2012 - 2016 -- bersamaan ketika Negeri Petrodolar meningkatkan intervensi militer mereka di Perang Saudara Yaman.

Geliat impor senjata Saudi disebut mengalami peningkatan sebanyak 212 persen sepanjang 2007 - 2011.

Dan jumlah transaksi yang akan dilakukan Saudi diprediksi akan terus meningkat.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, pada awal 2018, Saudi telah menggelontorkan dana sebesar US$ 3 miliar untuk pembelian senjata.

Transaksi pembelian itu antara lain:

Spanyol, 12 April 2018 - Saudi menandatangani kerja sama pertahanan, termasuk di dalamnya pembelian lima kapal perang senilai US$ 2,2 miliar dari firma Navantia, pelatihan personel AL, dan pembangunan pabrik kapal perang di Saudi.

Inggris, 9 Maret 2018 -  Saudi menyepakati pembelian 49 jet tempur Eurofighter Typhoon dari Inggris.

Amerika Serikat, 8 April 2018 - Kementerian Luar Negeri AS menyetujui penjualan senjata berat senilai US$ 670 juta, onderdil senjata senilai US$ 300 juta, dan kontrak pemeliharaan heli senilai US$ 106 juta kepada Saudi. Kesepakatan itu tercapai saat Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman melawat ke Negeri Paman Sam.

Amerika Serikat, 18 Januari 2018 -  Washington menyepakati penjualan sistem pertahanan misil udara senilai US$ 500 juta kepada Saudi.

3 dari 6 halaman

2. Qatar

Geliat impor dan kesepakatan kontrak pertahanan yang dilakukan oleh Qatar dilaporkan  melebihi Arab Saudi.

Menurut SIPRI, seperti dikutip dari Al Jazeera, impor senjata yang dilakukan Qatar mengalami peningkatan sebesar 245 persen sepanjang tahun 2007 - 2011.

Sedangkan, pada awal tahun 2018, Qatar telah mengalokasi dana senilai US$ 490 juta untuk pembelian senjata.

Transaksi yang dilakukan Qatar antara lain:

Amerika Serikat, 8 Maret 2018 - Pemerintah AS menyetujui penjualan senjata dan renovasi Qatari Emiri Air Force's Air Operations Center. Transaksi itu dilaporkan senilai US$ 197 juta.

Amerika Serikat, 9 Maret 2018 - Pemerintah AS menyetujui penjualan Advanced Precision Kill Weapon Systems II ke Qatar senilai US$ 300 juta.

4 dari 6 halaman

3. Kuwait

Pada awal tahun 2018, Kuwait telah mengalokasikan dana senilai US$ 300 juta untuk pembelian senjata dan alutsista.

21 Februari 2018 - Amerika Serikat menyetujui penjualan pesawat King Air 350ER Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance kepada Kuwait senilai US$ 259 juta.

20 Februari 2018 - Amerika Serikat juga menyetujui penjualan kapal patroli pada Kuwait senilai US$ 100 juta.

5 dari 6 halaman

4. Uni Emirat Arab (UEA)

Uni Emirat Arab mengalokasikan dana senilai US$ 200 juta untuk pembelian senjata pada awal 2018.

Pada 8 Maret, Amerika Serikat menyetujui penjualan 300 misil AIM-Sidewinder Block II, 40 misil AIM-9X-2 Sidewinder Captive Air Training Missiles, dan 30 tactical guidance units senilai US$ 270 juta kepada UEA.

Mengomentari penjualan itu, SIPRI menulis, "Saudi dan Uni Emirat Arab telah menjadi pemimpin dalam intervensi militer di Perang Saudara Yaman selama bertahun-tahun. Dan mereka bisa melakukan hal tersebut karena pembelian senjata berteknologi canggih tersebut".

6 dari 6 halaman

5. Oman dan Bahrain

Oman mengalokasikan dana senilai US$ 60 juta untuk pembelian sejumlah onderdil untuk armada jet tempur F-16 mereka dari Amerika Serikat pada 5 Januari 2018.

Sementara Bahrain dilaporkan belum melakukan transaksi tertentu pada awal tahun ini. Tetapi, pada September 2017, Bahrain telah memesan 19 jet tempur F-16V Lockheed Martin beserta onderdil dan berbagai alutsista lain dari AS dengan total nilai lebih dari US$ 3,8 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.