Sukses

Apa yang Terjadi jika Dinosaurus Tak Punah dan Hitler Menang Perang Dunia II?

Dalam teori kekacauan (chaos), sebuah kejadian kecil di alam semesta bisa memicu serangkaian peristiwa yang mengubah sejarah.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam teori kekacauan (chaos), sebuah kejadian kecil di alam semesta bisa memicu serangkaian peristiwa yang mengubah sejarah. Hal itu disebut juga butterfly effects atau efek kupu-kupu.

Istilah efek kupu-kupu kali pertama dipakai oleh Edward Norton Lorenz, merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil, secara teoritis, memicu tornado di Texas beberapa bulan kemudian.

Sejarah mencatat, sejumlah peristiwa kecil di dunia diyakini memicu hal besar. Misalnya, sopir yang salah belok memungkinkan Gavrilo Princip menembak Franz Ferdinand. Kematian putra mahkota Austria-Hungaria tersebut memicu Perang Dunia I, yang merembet ke Perang Dunia II, dan efeknya bahkan memengaruhi situasi geopolitik saat ini.

Atau, keputusan tentara Inggris menyelamatkan seorang pria yang terluka parah pada 1918 justru memicu kematian massal 60 juta manusia. Sebab, yang ia selamatkan adalah Adolf Hitler yang kelak menjelma jadi bos Nazi yang menabuh genderang Perang Dunia II.

Dan, kepunahan dinosaurus memungkinkan manusia berevolusi hingga ke tahap saat ini -- ketika kita tak hanya mengambil dari alam tapi juga mencipta.

Ilustrasi efek kupu-kupu, sejumlah kejadian kecil bisa mengubah nasib dunia. (Wikipedia)

Namun, apa yang terjadi jika sejarah berbalik? Misalnya, jika dinosaurus tak pernah punah dan kubu Poros (Axis) keluar sebagai pemenang Perang Dunia II?

Dalam skema efek kupu-kupu, berikut 3 alternatif sejarah yang sejatinya nyaris jadi kenyataan, seperti dikutip sebagian dari situs Toptenz, Selasa (27/3/2018):

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Seandainya Nazi Menang Perang Dunia II

The Man in the High Castle adalah serial televisi yang didasarkan pada novel karya Philip K. Dick.

Skenario yang dimainkan adalah apa yang terjadi jika Amerika Serikat dan aliansi Sekutunya berada di pihak yang kalah. Jepang mengendalikan Pantai Barat, sementara Nazi menguasai sisi Timur AS.

Kehidupan di AS terlihat di adegan film propaganda dalam The Man in the High Castle.

"Ini adalah hari baru," kata narator. "Matahari terbit di timur. Di seluruh negeri, pria dan wanita berbondong-bondong ke pabrik dan peternakan untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Semua orang punya pekerjaan. Semua punya peran menjaga negara kita agar kuat dan aman. Jadi, hari ini kita bersyukur atas para pemimpin pemberani, bersyukur karena kita makin kuat, bangga, dan lebih baik."

Seperti dikutip dari Business Insider, hanya bagian akhir propaganda yang secara eksplisit mengacu pada Nazi. "Ya, ini adalah hari baru di tanah yang membanggakan ini. Namun, masa depan gilang-gemilang terbentang di depan. Sieg heil!"

Jerman, sebagai pemenang perang -- yang dalam film digambarkan sebagai pemilik bom atom -- mengalami ledakan teknologi dan ekonomi seperti yang terjadi di AS pascaperang.

Dalam film tersebut, kehidupan AS di bawah kekuasaan Nazi atau Jepang tak terlalu buruk, bahkan ketika penguasa menindas secara brutal gerakan perlawanan.

Namun, ada adegan di mana seorang relawan gerakan perlawanan yang menyamar bicara dengan seorang polisi Nazi yang membantu mengganti ban mobilnya yang kempes. Ketika itu, abu mendadak berjatuhan bak hujan salju.

"Oh, itu dari rumah sakit," kata petugas polisi itu. "Selasa, mereka membakar orang-orang lumpuh, mereka yang sakit parah."

Faktor Penentu

Mantan Presiden Franklin Delano Roosevelt dia AS adalah seorang pengidap polio hnigga lumpuh. (Sumber Library of Congress via UPI)

Faktanya, ada sejumlah faktor kunci yang mengarah pada keunggulan Sekutu di penghujung Perang Dunia II, misalnya kemenangan Rusia dalam Pertempuran Stalingrad, Pertempuran Bulge di Front Barat, dan AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Namun, ada satu insiden yang menurut Philip K. Dick bisa membalik keadaan. Yakni, upaya pembunuhan terhadap Franklin Delano Roosevelt (FDR) pada 15 Februari 1933 di Miami, Florida.

Seandainya FDR meninggal dunia, hal itu niscaya akan memicu peristiwa berantai. Dick yakin, tanpa kepemimpinan Roosevelt yang berhasil membawa Amerika Serikat keluar dari Depresi Besar (Great Depression), AS tak akan jadi negara sekuat sekarang dan tidak akan berperan besar dalam kemenangan Sekutu.

3 dari 4 halaman

2. Seandainya Dinosaurus Tak Punah

Peristiwa kepunahan dinosaurus terjadi secara cepat, tiba-tiba, tanpa peringatan. Ditemukan bukti asteroid selebar 9 mil atau 14 kilometer menabrak Bumi di Semenanjung Yucatan, Meksiko.

Batu angkasa tersebut cukup besar untuk memusnahkan 75 persen kehidupan di muka Bumi. Namun, di sisi lain, memberi kesempatan pada mamalia dan dinosaurus yang bisa terbang untuk bertahan hidup dan berevolusi menjadi bentuk kehidupan yang saat ini kita kenal: burung-burung maupun hewan lain.

Asteroid yang musnahkan dinosaurus (Queensland Museum)

Menurut BBC, jika asteroid menabrak beberapa detik lebih cepat atau lambat, batu angkasa itu mungkin berakhir di lautan. Air laut akan menyerap sebagian kekuatannya, sehingga daya rusaknya tak sedahsyat yang kita ketahui.

Dan, apa yang terjadi jika dinosaurus tak pernah punah? Bisa dipastikan, manusia tak akan berevolusi dan berkembang seperti saat ini.

Ahli lainnya bependapat, meski bukan karena asteroid, dinosaurus akan mati juga oleh munculnya Zaman Es.

Ahli paleontologi dari Stockton University, Matt Bonnan berpendapat, kalaupun dinosaurus selamat, yang tersisa adalah dinosaurus herbivora yang ukurannya kecil.

Mereka hidup berdampingan dengan mamalia, makan buah dan mengunyah tumbuh-tumbuhan.

4 dari 4 halaman

3. Seandainya Asteroid Menghantam Bumi pada Juli 2017

Pada 23 Juli 2017, sebuah asteroid tertangkap di teleskop. Batu angkasa tersebut berada dalam jarak yang berbahaya, berpotensi bertabrakan dengan Bumi.

Hal yang paling menakutkan adalah, asteroid tersebut telah melewati titik terdekatnya dengan Bumi tiga hari sebelumnya...

Itu berarti, jika batu angkasa tersebut menyenggol Bumi, maka kita sudah kecolongan berat. Tanpa peringatan.

Asteroid yang diberi nama 2017 001 hanya berjarak 123.031 kilometer dari Bumi. Terdengar sangat jauh, namun sesungguhnya batu angkasa itu lebih dekat dari jarak planet manusia dengan Bulan yang mencapai 384.400 km.

Lalu, apa yang terjadi jika Asteroid 2017 001 menabrak Bumi?

Sebagai perbandingan, pada 2013 Meteorite Chelyabinsk, yang lolos dari atmosfer Bumi, dan jatuh ke danau beku Rusia.

Ledakan meteor di Chelyabinsk, Rusia. (http://earthsky.org)

Lebih dari 1.000 orang terluka saat meteorit selebar 17 meter dengan berat 10.000 ton terbakar di langit Rusia. Sebagian besar karena terkena pecahan kaca dan akibat gedung-gedung yang berguncang hebat.

Asteroid 2017 ukurannya sekitar tiga kali Meteorite Chelyabinsk. Jika sampai lolos ke Bumi, bukan tak mungkin ia akan memicu malapetaka.

Ribuan orang berpotensi tewas, jika ia jatuh di kawasan padat penduduk, terutama di kota-kota besar dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.