Sukses

Isu Narkoba Global, AS Galakkan Penanggulangan di Penjuru Dunia

Bertolak dari krisis narkoba jenis opioid di dalam negeri, AS terus menggalakkan program dan kebijakan penanggulangan di penjuru dunia.

Liputan6.com, Washington, DC - Pada Oktober 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui Kementerian Kesehatan AS telah mendeklarasikan bahwa krisis narkoba, khususnya jenis opioid yang terjadi di Negeri Paman Sam, merupakan keadaan darurat nasional.

Hal itu diutarakan Trump setelah menilik tingginya angka kematian akibat overdosis narkoba di AS pada tahun 2016, yang mencapai angka sekitar 63.000 jiwa.

Becermin dari hal tersebut, Trump mengatakan bahwa pemerintah AS berencana menggelar berbagai strategi pencegahan dan penanggulangan di dalam maupun luar negeri. Demikian seperti dikutip dari The New York Times (31/1/2018).

Hal itu turut dikonfirmasi oleh salah seorang pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri AS yang menangani isu peredaran narkoba dalam ruang lingkup internasional.

"Patut digarisbawahi bahwa krisis yang terjadi di AS, dan mungkin juga di negara lain, memiliki sifat aspek lintas negara. Maka, tidak ada solusi yang tak melibatkan komponen dan kerja sama internasional," kata James A Walsh, Asisten Deputi International Narcotics and Law Enforcement (INL), Kementerian Luar Negeri AS melalui telephonic briefing US Asia-Pacific Media Hub Manila, 30 Januari 2018.

Walsh melanjutkan, salah satu strategi yang dilakukan oleh AS adalah dengan mengintensifkan pemblokiran distribusi fentanil, opioid sintetis yang diproduksi di China dan dikirim ke banyak negara serta menekan negara kantong produsen dan pusat distribusi narkoba -- seperti golden triangle Asia Tenggara dan Meksiko.

Fentanil juga masuk ke Indonesia, yang digunakan sebagai bahan baku aktif untuk narkoba flakka yang sempat beredar dan menjadi polemik pada tahun lalu.

Demi mengatasi hal itu, Amerika Serikat akan terus mengintensifkan program penanggulangan dan pencegahan berskala internasionalnya untuk tahun-tahun ke depan.

Walsh juga menekankan bahwa AS akan memusatkan fokus kerja samanya dengan China, salah satu negara yang diketahui sebagai produsen utama fentnil serta beberapa varian narkoba lainnya.

"Ketika Presiden Trump mengunjungi China pada November yang lalu, ia dan Presiden Xi setuju untuk meningkatkan kerja sama dalam memerangi narkoba, termasuk pada opioid sintetis. Keterlibatan tingkat tinggi ini meningkatkan kerja sama tingkat kerja yang sedang berlangsung dengan China -- di mana INL memainkan peran kunci," papar Walsh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terhadap Indonesia

Lebih lanjut, Walsh juga mengatakan bahwa biro INL Kemlu AS juga "akan terus melanjutkan pekerjaan di Asia Tenggara yang telah ada selama beberapa tahun" -- termasuk salah satunya di Indonesia.

Ketika ditanya mengenai bentuk komitmen seperti apa yang dilakukan AS kepada Indonesia, khususnya dalam melawan peredaran narkoba, Walsh mengatakan bahwa Washington akan terus melanjutkan sejumlah program yang telah dilaksanakan di Tanah Air sejak beberapa waktu terakhir.

"Seperti memberikan bantuan teknis kepada otoritas Indonesia, program perbantuan penegakan hukum, serta program pencegahan peredaran via maritim," jelas Walsh.

Walsh juga mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meneruskan supply and demand reduction programs -- skema program AS yang berupaya untuk memutus peredaran narkotika dengan menghentikan penawaran dan permintaan.

"Elemen program itu akan terus diberikan kepada berbagai organisasi nonpemerintah dan pihak berwenang di Indonesia yang terkait," papar Walsh.

Melanjutkan penjelasannya, Walsh juga mengatakan bahwa Amerika Serikat akan terus mendorong Kepolisian RI -- bersinergi dengan masyarakat Indonesia -- untuk mulai menerapkan prinsip pemolisian komunitas dalam melakukan pencegahan peredaran narkoba langsung di komunitas yang rawan.

3 dari 3 halaman

Antisipasi Peredaran Narkotika via Dunia Maya

Dalam kesempatan yang sama, James Walsh juga menggarisbawahi ancaman perubahan pola distribusi dan peredaran narkoba jaringan internasional, yang semula menggunakan metode konvensional -- seperti via darat, laut, dan udara -- menjadi metode yang lebih modern dengan memanfaatkan dunia maya.

"Sungguh perlu diantisipasi bahwa proses distribusi beralih taktik. Dan salah satu tantangan utama adalah, cara para entitas pelaku yang memanfaatkan anonimitas dunia maya dan jaringan Dark Web. Taktik itu memberikan para produsen dan distributor cara baru untuk memindahkan dan menjual produk mereka," tambah Walsh.

Asisten Deputi INL itu juga menjelaskan bahwa AS juga tengah mengantisipasi potensi crytpocurrency sebagai bentuk baru sokongan finansial dan cara bertransaksi para produsen, distributor, dan pembeli narkoba.

Di samping itu, Walsh juga menjelaskan mengenai potensi peredaran narkotika yang turut berkelindan atau bahkan memanfaatkan jenis kejahatan lintas negara lainnya, seperti perdagangan satwa liar yang dilindungi, juga perdagangan dan penyelundupan orang serta senjata.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini