Sukses

Cape Town, Kota yang Tengah Menghitung Hari Menuju Kehabisan Air

Polisi dan militer dikerahkan menjelang detik-detik air akan habis. Mereka ditugaskan untuk mencegah adanya konflik di Cape Town.

Liputan6.com, Cape Town - Di sebuah supermarket modern di ibu kota Afrika Selatan, Cape Town, seorang pria memenuhi troli dengan botol air mineral 5 liter. Di belakangnya, rak-rak berisi galon air telah kosong, semua botol ia borong.

Lalu, seorang perempuan muda menghampirinya dan berkata jika ia bisa membeli satu galon. Si pria tanpa ekspresi apapun berkata, "tidak boleh, ini semua milik saya."

Itulah gambaran 75 hari menjelang habisnya sumber daya air di Cape Town.

"Kita semua telah mencapai titik di mana tak ada jalan untuk berputar," kata wali kota Cape Town, Patricia de Lille terkait kota yang ia pimpin akan kehabisan air.

Peristiwa itu, diprediksi kurang dari 75 hari. De Lille menyebutnya Day Zero, di mana keran tak lagi mengalir air, terjadi pada 12 April mendatang.

Dikutip dari News.com.au pada Minggu (28/1/2018), kekeringan yang melanda kawasan tersebut sejak tiga tahun lalu, membuat otoritas setempat terpaksa mendesak 4 juta warganya menggunakan air tidak lebih dari 87 liter per hari.

Kota ini sejatinya tidak benar-benar akan kehabisan pasokan sumber daya air melainkan kemungkinan sisa 10 persen pasokan air di bendungan berisiko memicu konflik sosial.

Pemerintah setempat akhirnya memutuskan, jika pasokan air di bendungan mencapai 13,5 persen dari kapasitas maksimum, maka akan difokuskan untuk kepentingan layanan publik, seperti rumah sakit.

Begitu kritisnya isu ini, pemerintah sampai mengerahkan pasukan keamanan di beberapa sudut kota untuk menghalau terjadinya kemungkinan sabotase pemanfaatkan pasokan sumber daya air.

Polisi dan militer dikerahkan menjelang detik-detik air akan habis. Mereka ditugaskan untuk mencegah adanya konflik warga karena berebut air.

Bukan tanpa sebab krisis air kian memburuk di Cape Town, dan Afrika Selatan secara umum. Selain anomali cuaca yang menyebabkan siklus kedatangan El Nino lebih lama dari yang seharusnya, ada pula beberapa faktor lain turut menjadi "dalang" secara tidak langsung.

Menurut Waterwise, mandi dengan air pancuran menggunakan antara 10 dan 15 liter per menit sementara satu toilet flush bisa mengkonsumsi hampir sama banyak. Bagi warga Cape Town, itu adalah barang mewah.

Wartawan BBC Mohammed Allie saat ini tinggal di kota tersebut dan menggambarkan bagaimana keluarganya berhemat air di tengah krisis.

"Istri saya tidak lagi menggunakan mandi dengan shower. Sebagai gantinya, dia mendidihkan sekitar 1,5 liter air dan mencampurnya dengan sekitar satu liter air keran untuk mencuci tubuhnya setiap hari sementara dia menampung air yang mengalir ke dalam ember untuk digunakan kembali di bak cuci toilet, "tulisnya.

"Air telah jelas menjadi emas baru di Cape Town," kata Allie lagi terkait habisnya air di Cape Town itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Diminta Menampung Air dan Menahan Diri

Para pejabat mengatakan kepada warga untuk menyimpan air dan membeli cadangan air dalam botol. Namun, mereka berharap para warga membeli sesuai kebutuhan agar tak terjadi kepanikan.

"Untuk keuntungan mereka sendiri, ada baiknya menyimpan beberapa air yang tersimpan di suatu tempat," kata James-Brent Styan, seorang juru bicara pemerintah daerah.

"Mereka bisa membeli air di beberapa toko atau membeli secara online. Kami mendesak orang agar tidak panik dan membeli semua air di toko-toko, mereka tidak perlu melakukan hal itu pada tahap ini. "

Meski demikian, sejumlah foto yang di-posting ke media sosial jelas menunjukkan beberapa warga sudah melakukan hal itu.

De Lille, yang posisinya sebagai wali kota terancam, telah mencemooh beberapa penduduk karena tidak mematuhi pembatasan air yang ketat.

"Meskipun kami mendesak selama berbulan-bulan, 60 persen penduduk Capetonia secara tidak sengaja menggunakan lebih dari 87 liter per hari," katanya pekan lalu.

"Sangat tidak masuk akal bahwa sebagian besar orang tampaknya tidak peduli dan menggiring kita semua menuju Day Zero."

3 dari 3 halaman

Bumi yang Semakin Gersang

Sementara Bumi mungkin tertutup air, air tawar - jenis yang kita sayangi - sebenarnya hanya mewakili 2,5 persen dari itu. Dan hampir 99 persen air tawar terjebak di tempat-tempat sulit seperti gletser dan lapangan salju.

Pada akhirnya, kurang dari 1 persen air di planet ini sebenarnya tersedia untuk bahan bakar dan memberi makan di dunia lebih dari 7,6 miliar orang.

Air tanah dipompa dengan sangat agresif sehingga tanahnya tenggelam. Beberapa kawasan di Beijing (kota dengan tekanan air paling besar kelima di dunia) tenggelam sebanyak 10 cm setahun.

Sementara data besar dan teknologi baru termasuk sistem desalinasi dan daur ulang air yang cepat digunakan adalah bagian dari solusi, Profesor Mike Young dari Adelaide University mengatakan bahwa kesepakatan pembagian air yang lebih canggih antar negara diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

Pada hari Rabu, World Wildlife Fund meminta Cape Town untuk mengenalkan undang-undang darurat untuk berbagi air tanah jika pada bulan April tiba tanpa hujan.

"Kehidupan di luar Day Zero akan menghadirkan keadaan yang luar biasa dan kami berharap agar undang-undang darurat siterapkan untuk memungkinkan penduduk Capetonia menggunakan dan berbagi air tanah dengan tetangga untuk penggunaan lebih banyak guna mengurangi beban pada titik distribusi darurat kota," organisasi tersebut mengatakan dalam siaran persnya.

Untuk saat ini, sementara pejabat dan penduduk bersiap menghadapi yang terburuk, penghitungan mundur ke Day Zero terus berlanjut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.