Sukses

Di Tengah Krisis Yerusalem, Bali Democracy Forum Resmi Dibuka

Bali Democracy Forum ke-10 resmi dibuka, bertepatan dengan polemik Yerusalem yang tengah menghangat pekan ini.

Liputan6.com, Tangerang - Forum diskusi bertaraf internasional yang membahas tentang segala isu soal demokrasi, Bali Democracy Forum (BDF ke-10), telah resmi dibuka pada 7 Desember 2017. Forum itu bertepatan dengan polemik Yerusalem yang tengah menghangat sepanjang pekan ini.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, acara yang bertradisi di Bali itu terpaksa dipindah ke Banten akibat aktivitas vulkanis dari Gunung Agung beberapa pekan lalu.

Kendati demikian, berpindahnya lokasi pelaksanaan acara -- dari Pulau Dewata ke Pulau Jawa -- tak mengurangi animo positif para 103 delegasi setingkat presiden, menteri, hingga diplomat top dari 96 negara yang hadir dalam BDF ke-10.

"Semuanya bagus, perbedaan tempat tak membuat substansi dialog ini juga berbeda," kata Duta Besar Libya untuk RI, Sadegh Bensadegh, yang hadir dalam BDF ke-10, saat ditemui Liputan6.com pada awal acara.

Tak hanya soal pemindahan tempat, pelaksanaan forum yang kebetulan bertepatan dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Donad Trump untuk menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Yerusalem, turut menambah bobot relevansi forum itu.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pun memanfaatkan forum itu untuk segera menyatakan sikap tegas Indonesia terkait langkah AS seputar Yerusalem.

"Ketika kita semua berada di (forum) ini, merayakan demokrasi untuk menghormati dialog, pagi ini, Presiden Amerika Serikat mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Menlu Retno mengawali BDF ke-10, Kamis (7/12/2017).

"Indonesia mengecam pengakuan tersebut," lanjutnya, yang kemudian mengatakan bahwa RI sangat menyayangkan langkah AS tersebut -- yang dinilai oleh Jakarta sebagai sikap "tak demokratis".

Ketika mengakhiri segmen pidato awalnya tentang Palestina, Retno mengatakan, "Indonesia akan terus mendukung Palestina."

Dalam kesempatan yang sama, usai pidato Menlu Retno, Menteri Luar Negeri Tunisia turut menggarisbawahi situasi yang terjadi di Yerusalem dalam menyampaikan pidato sambutannya di BDF ke-10.

"Kami (Tunisia) percaya, keputusan itu (yang dilakukan AS terhadap Yerusalem) akan mengganggu proses perdamaian dan semakin menggoncang stabilitas di kawasan -- yang selama ini sudah tak stabil," kata Menlu Tunisia, Khemaies Jhinaoui.

Menlu Tunisia juga mengatakan, penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan, "Memberikan dampak negatif bagi komunitas Islam dan Nasrani di kawasan."

Menutup segmen pidatonya tentang Al Quds Al Sharif, Jhinaoui mengatakan, "Tunisia menyikapi dengan tegas, bahwa situasi (Palestina - Israel) harus diselesaikan melalui proses perdamaian, sesuai dengan hukum internasional dan resolusi PBB, serta hak warga Palestina."

"Bahwa Palestina harus berdiri sebagai negara merdeka, dengan Yerusalem sebagai ibu kota mereka," tutup Jhinaoui.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BDF ke-10, Does Democracy Deliver?

Mengomentari soal tajuk BDF ke-10 -- "Does Democracy Deliver?" -- Menlu RI mengatakan, "Tajuk itu dirasa tepat karena menggambarkan bagaimana demokrasi masa kini tengah menghadapi tantangan terbesarnya, serta dirundung atas sejumlah pertanyaan sejauh mana demokrasi efektif."

Sementara itu, Presiden Nauru, Baron Divavesi Waqa -- yang hadir sebagai tamu kehormatan -- mengatakan dalam pidatonya, "Kunci untuk mempertahankan demokrasi agar efektif pada masa kini adalah, menghargai kebebasan individual, menghormati hak warga negara, suara rakyat untuk pemerintahan, dan mekanisme pemeriksaan terhadap pemerintahan."

Adapun, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres, dalam pernyataan formalnya, menyatakan sangat menyambut forum-forum seperti BDF yang mampu menggaungkan demokrasi di dunia.

Dalam kesempatan yang berbeda, Menlu Retno menambahkan bahwa forum rutin edisi tahun ini merupakan salah satu yang cukup bersejarah, "Karena untuk pertama kali, BDF telah melebarkan partisipasinya dengan kawasan lain, yang tecermin dengan turut digelarnya BDF-Chapter Tunis."

Jusuf Kalla: Demokrasi untuk Kemakmuran dan Perdamaian

Mendapat giliran terakhir, pidato kunci Wakil Presiden RI Jusuf Kalla secara resmi membuka Bali Democracy Forum ke-10 di Banten, Kamis, 7 Desember 2017.

Wapres JK mengatakan, "Indonesia yakin, bahwa demokrasi memberikan manfaat dan memberikan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara konkret demi kemakmuran dan perdamaian."

"Indonesia telah memilih demokrasi sebagai jalan hidup yang bernegara, yang diyakini sebagai pilihan terbaik."

Bali Democracy Forum adalah forum kerja sama tahunan internasional negara-negara di kawasan Asia Pasifik, yang -- idealnya -- bertujuan untuk memperkuat kapasitas demokrasi dan institusi demokrasi melalui diskusi antarnegara.

Sejak dilaksanakan perdana pada 2008, partisipan forum itu hingga 2017 ini telah berkembang melibatkan negara dari kawasan lain. Perwakilan pemerintah yang berpartisipasi pun ikut meningkat dari segi kuantitas dan strata jabatan, yang semula hanya segelintir menteri luar negeri hingga sejumlah figur setaraf kepala negara.

Meski memiliki tujuan ideal yang positif bagi keberlangsungan demokrasi dunia, pelaksanaan BDF sempat menuai kritik. Seperti dikutip media Filipina Rappler, forum itu dikritik karena hanya sebatas wadah obrolan (talking shop) elite diplomat-birokrat pemerintah, tanpa hasil yang implementatif.

Kendati demikian, partisipasi negara yang ikut serta turut dapat dijadikan dasar argumentasi yang menunjukkan bahwa dialog forum semacam itu tetap relevan dalam kancah perpolitikan global -- khususnya dalam konteks isu demokrasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.