Sukses

Lelang Budak Terkuak di Libya, DK PBB Akan Gelar Sidang Darurat

Prancis mengupayakan Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB, untuk membahas tuduhan terkait pelelangan budak kulit hitam asal Libya.

Liputan6.com, New York - Prancis mengupayakan Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas tuduhan terkait pelelangan budak. Kasus itu terkuak setelah adanya penjualan migran asal Afrika untuk dijadikan budak.

Pekan lalu, CNN menayangkan sebuah rekaman perdagangan budak, dengan dijualnya seorang lelaki kulit hitam kepada pembeli dari Afrika Utara. Pria itu dibeli sebagai kuli perkebunan dengan harga US$ 400 atau lebih dari Rp 5 juta.

Dilansir dari laman VOA Indonesia, Jumat (24/11/2017), Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam tayangan tersebut. Ia menyebut rekaman pelelangan budak yang ditayangkan CNN sebagai hal yang tidak dapat diterima.

“Itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Macron setelah bertemu dengan Ketua Uni Afrika, Alpha Conde. "Saya harap kita dapat memberantas kejahatan seperti perdagangan manusia ini, dan bekerja sama dengan semua negara untuk membongkar jaringan terkait."

Rekaman tersebut juga memicu kemarahan publik dunia. Berbagai protes merebak di penjuru Eropa dan Afrika.

Seorang diplomat dari Afrika menuturkan, Sidang Dewan Keamanan PBB mungkin akan dilakukan pekan depan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin, 20 November mengatakan, ia sangat terkejut atas kasus tersebut. Pelelangan budak itu harus diselidiki sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.

Terkait kasus lelang budak itu, berbagai kelompok HAM telah mengecam Uni Eropa karena menekan Libya untuk menghentikan arus migran warganya ke Eropa. Conde juga menyalahkan Uni Eropa, yang dituduhnya memaksa Libya agar warganya tidak meninggalkan negara yang pemerintahannya sedang berkecamuk itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bali Process, Peran Indonesia Melawan Perbudakan

Indonesia juga turut ikut andil dalam menghapus perdagangan budak.

Demi memberantas perdagangan orang serta perbudakan modern, Indonesia dan Australia menginisiasi pembentukan Bali Process Government and Busines Forum.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Bali Process yang diselenggarakan di Perth pada 2017 ini untuk kali pertamanya menggandeng pelaku bisnis.

Bali Process terbentuk sejak 2002. Semenjak tahun tersebut, forum ini telah berbicara dan melakukan banyak hal demi mengatasi kasus tindak pidana perdagangan orang, perbudakan modern dan juga irregular movement person.

Salah satu pertemuan yang paling bersejarah adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Bali Process di Nusa Dua, 2016 lalu.

Pasalnya, pertemuan yang digelar dari 22-23 Maret 2016 ini menghasilkan dua outcome document.

"Pertemuan sukses menghasilkan dua dokumen, yaitu Co-Chair Statement yang berisi semua hal yang dibahas dalam Bali Process ini, dan yang kedua adalah Bali Declaration of People Smuggling, Trafficking in Person and Related Transnational Crime," sebut Menlu Retno di Nusa Dua Bali kala itu.

"Dokumen kedua merefleksikan komitmen dari anggota negara Bali Process untuk mengambi langkah menyelesaikan masalah tersebut," tegas mantan Duta Besar RI untuk Belanda itu.

Menlu Retno menjelaskan, Bali Process keenam ini sangat spesial. Sebab baru tahun ini, KTM tersebut menghasilkan deklarasi.

"Ini adalah pertama kalinya Bali Process memproduksi deklarasi," ucap Retno.

Keluarnya dua dokumen ini, ditegaskan Retno menjadi sangat penting dalam upaya menangani permasalahan perdagangan orang dan kejahatan lintas negara serupa. Pasalnya, dokumen-dokumen ini disetujui oleh 43 negara yang ikut dalam Bali Process.

"Yang paling penting adalah dalam dokumen tersebut sepenuhnya didukung oleh semua pihak terkait," kata Retno.

Dia menambahkan, dalam outcome document Bali Process, juga ada mekanisme untuk mengatur apa yang dilakukan suatu negara jika mengalami serbuan pengungsi dari negara lain secara tiba-tiba.

"(Dalam dokumen tersebut ada) mekanisme khusus yang bisa dilakukan jika terjadi suatu keadaan darurat," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.