Sukses

Ide Batu Bara Donald Trump Demi Perbaikan Perubahan Iklim Dikecam

COP23, akan menjadi pertemuan penuh pertama bagi Presiden Trump sejak ia bersumpah untuk membawa AS keluar dari Paris Accord.

Liputan6.com, Bonn - Rencana pemerintah Amerika Serikat yang mempromosikan batu bara sebagai solusi untuk perubahan iklim dikecam habis-habisan. Apalagi rencana itu akan dipresentasikan dalam konferensi iklim PBB (UN Climate Change)  COP 23 yang rencananya akan digelar pada minggu depan di Bonn, Jerman.

Penasihat Presiden Donald Trump rencananya akan berbicara dalam sebuah sesi pada COP 23 itu.

Meski demikian, dalam grup yang terpisah, sejumlah gubernur negara bagian AS mengatakan, negaranya masih berkomitmen dengan hasil Paris Agreement, meskipun Trump mengklaim AS telah menarik diri dari perjanjian iklim Paris itu sendiri.

Dikutip dari BBC, pada Senin (6/11/2017), konferensi dimulai pada minggu ini selama dua minggu, dan diharapkan menyempurnakan peraturan untuk Paris Accord. 

Pertemuan COP23, akan menjadi pertemuan penuh pertama bagi para perunding iklim sejak Presiden Trump bersumpah untuk membawa AS keluar dari perjanjian Paris.

"Intinya adalah bahwa Paris Accord sangat tidak adil, pada tingkat tertinggi, ke Amerika Serikat," kata Trump pada Juni lalu, mengumumkan niat AS untuk menarik diri.

Namun di bawah peraturan, AS tidak bisa meninggalkan kesepakatan sampai tahun 2020 sehingga mereka akan mengirim tim negosiator ke pertemuan ini.

Sementara itu, delegasi resmi AS, yang kebanyakan pegawai negeri karir, mungkin dibayangi oleh kelompok lain dengan visi yang sangat berbeda mengenai bagaimana Negeri Paman Sam harus memerangi perubahan iklim.

Menurut laporan, anggota pemerintahan Trump, akan memberikan dukungan mereka pada sebuah acara yang mempromosikan bahan bakar fosil dan tenaga nuklir sebagai solusi untuk perubahan iklim.

Pembicara dari raksasa batubara Peabody Energy, antara lain, akan membuat presentasi untuk menyoroti peran yang dapat dimainkan batu bara dan bahan bakar lainnya dalam mengendalikan dampak kenaikan suhu.

Juru bicara Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa diskusi tersebut bertujuan untuk membangun usaha pemerintah untuk mempromosikan bahan bakar fosil pada pertemuan G20 tahun ini.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan bakar fosil akan digunakan untuk masa yang akan datang, dan demi kepentingan semua orang, mereka menjadi efisien dan bersih," kata juru bicara tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Absurd

Prospek industri bahan bakar fosil dalam konferensi iklim jelas membuat marah beberapa orang yang akan hadir.

"Bahan bakar fosil yang memiliki peran dalam mengatasi perubahan iklim tidak masuk akal. Ini berbahaya," kata Andrew Norton, direktur Institut Lingkungan dan Pembangunan Internasional.

"Pembicaraan ini bukanlah tempat untuk mendorong agenda bahan bakar fosil. AS perlu kembali ke meja dan membantu mengurangi emisi dengan cepat karena tuntutan situasi."

"Ini bukan solusi yang kredibel, tapi itu sama sekali tidak mengganggu mereka," kata peserta Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists.

Para ahli lingkungan menunjukkan kontradiksi dari pemerintahan Trump yang memperjuangkan bahan bakar fosil sementara sebuah laporan Penilaian Iklim Nasional, yang dikeluarkan pada malam COP23, jelas bahwa CO2 dari bahan bakar ini adalah penyebab utama perubahan iklim.

Laporan tersebut mengatakan "bahwa sangat mungkin aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca, adalah penyebab dominan pemanasan yang diamati sejak pertengahan Abad ke-20. "

Kelompok lain, yang menentang perspektif Trump, juga akan membayar sebuah paviliun besar dalam pembicaraan tersebut.

Delegasi gubernur, wali kota, dan pebisnis AS, di bawah payung koalisi 'We Are Still In', akan berada di Bonn untuk memberi tahu negosiator bahwa di bawah tingkat Federal, bahwa sebagian besar warga S masih mendukung Kesepakatan Paris.

US Climate Alliance, yang mewakili 14 negara bagian dan satu wilayah di AS, mengatakan akan berbicara bagi sekitar 36% populasi AS. Salah satu gubernur yang akan berada di Bonn adalah Jay Inslee dari Washington.

"Kita perlu memastikan kepada dunia bahwa kami menjaga kepercayaan mereka terhadap kemampuan AS untuk maju dalam solusi perubahan iklim di perjanjian Paris," kata Inslee kepada wartawan.

"Sejauh ini, tidak satu negara tunggal, kota atau kabupaten, kota atau distrik sekolah telah mengikuti Donald Trump ke dalam posisi menyerah terhadap perubahan iklim sejak dia keluar dari Paris - keputusannya telah memberi semangat pada usaha kami," lanjutnya. 

Sikap untuk tetap menjadi bagian dari Paris juga tercermin di tingkat kota di banyak bagian Amerika Serikat.

"Apa pun 'America First' seharusnya berarti, itu sama sekali tidak berarti Amerika sendirian," kata Wali kota Lionel Johnson dari kota St Gabriel di Louisiana.

"Rekan-rekan wali kota saya dan saya berdiri bersatu dan kami berdiri dengan komunitas internasional untuk mengejar solusi atas tantangan iklim dramatis yang sedang kami hadapi bersama."

Terlepas dari kebingungan mengenai siapa yang berbicara untuk AS, perundingan akan berfokus pada penetapan peraturan dan pedoman untuk Pakta Paris. Ini perlu disepakati pada akhir 2018.

COP23 kali ini dipimpin oleh Fiji, yang merupakan pertama kalinya untuk sebuah negara berkembang pulau kecil mengambil peran dalam konferensi ini. Akan banyak pertanyaan tentang dampak perubahan iklim termasuk pertanyaan rumit tentang hilangnya pulau dan kerusakan akibat perubahan iklim itu.

Sekitar 20.000 delegasi dan pengunjung akan menghadiri pertemuan tersebut selama dua minggu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.