Sukses

KBRI Riyadh Terima Surat Resmi Kompensasi Korban Crane Jatuh

KBRI Riyadh mengatakan bahwa pihaknya telah menerima surat resmi terkait pembayaran kompensasi korban jatuhnya crane pada musim haji 2015.

Liputan6.com, Riyadh - Jatuhnya crane di Masjidil Haram telah berlalu selama dua tahun. Insiden yang terjadi pada 11 September 2015 itu, menewaskan 108 orang dan melukai 238 lainnya.

Warga negara Indonesia (WNI) turut menjadi korban insiden yang terjadi di tengah musim haji itu.

Atas kejadian itu, pemelihara dua masjid suci bagi umat Islam, Raja Salman, memerintahkan agar semua korban harus diberi kompensasi. Ia memerintahkan agar keluarga korban tewas mendapat 1 juta riyal atau sekitar Rp 3,5 miliar, sementara mereka yang terluka akan mendapat 500 ribu riyal atau sekitar Rp 1,75 miliar.

Setelah dua tahun lebih menunggu kepastian pemerintah Arab Saudi tentang kompensasi tersebut, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh menerima titik terang atas hal tersebut.

"KBRI Riyadh sudah menerima surat resmi mengenai pembayaran kompensasi," ujar Wakil Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Dicky Yunus, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (25/10/2017).

Namun, hingga saat ini, Liputan6.com masih menunggu detail surat resmi dari KBRI Riyadh.

Sebelumnya, pada Agustus 2017, penentuan pemberian santunan bagi jemaah haji Indonesia yang menjadi korban tragedi jatuhnya crane sudah selesai dilakukan pemerintah Arab Saudi.

Kepastian soal cairnya asuransi untuk korban crane itu diperoleh setelah Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, menerima nota diplomatik yang sifatnya sangat segera pada 28 Agustus 2017.

Menurut Agus Maftuh, surat tersebut menyatakan kalau tim verifikasi pemeritah Arab Saudi telah selesai melakukan tugasnya, untuk menentukan siapa saja jemaah haji yang mendapat santunan dari Raja Salman Abdulaziz Al-Saud.

"Karena sifatnya sangat segera, maka kita akan lakukan sangat segera juga. Alhamdulilah, kabar gembira itu langsung saya sampaikan di sini. Sejak saya datang, selalu melakukan diplomasi terkait masalah ini," kata Agus Maftuh.

Agus menjelaskan, dalam surat tersebut juga tertera nama-nama jemaah haji yang mendapat dana santunan. Total ada 36 nama WNI yang akan mendapat santunan. Terdiri dari 10 korban meninggal, satu korban cacat permanen, 19 luka berat, dan enam orang luka ringan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perbedaan Diyat dan Kompensasi

Kejelasan tentang pembayaran kompensasi korban crane Masjidil Haram 2015, dikemukakan dua hari setelah Pengadilan Mekah memutuskan untuk tak membayar diyat atau "uang darah" bagi para korban.

Dilaporkan Saudi Gazette, pengadilan pun membebaskan 13 karyawan konstruksi Saudi Binladin Group yang bertanggung jawab atas pengoperasian crane raksasa itu.

Hakim dalam kasus tersebut mengatakan, pengadilan mengambil keputusan itu setelah meninjau laporan teknis, mekanik, dan geofisika secara menyeluruh. Mereka menyebut, peristiwa itu disebabkan oleh alasan alam dan tak ada unsur kesalahan manusia di belakangnya.

Menurut Free Malaysia Today, keputusan Pengadilan Mekah terkait dengan tak diberikannya uang diyat kepada para korban jatuhnya crane, merupakan hal yang berbeda dengan perintah Raja Salman untuk memberikan kompensasi.

Hal senada juga disebutkan oleh Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Agama RI, Mastuki.

Menurut keterangan Mastuki kepada Liputan6.com, diyat atau "uang darah" adalah denda, tebusan, atau ganti rugi yang harus dipenuhi oleh pihak yang berperkara. Oleh karena itu, diyat harus dituntut lewat pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

Sementara, santunan atau kompensasi berkaitan dengan kebijakan dan kebajikan.

Meski demikian, Kemenag RI masih menunggu surat resmi dari pemerintah Arab Saudi mengenai kelanjutan keputusan Pengadilan Mekah tentang diyat dan pemberian kompensasi kepada korban.

"Soal kedua hal itu, kita masih menunggu jawaban atau pernyataan atau surat resmi pemerintah Saudi. Karena sistem hukum mereka memiliki keunikan yang beda dengan sistem hukum kita," ujar Mastuki.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.