Sukses

Mantan Komandan Pasukan NATO: China Kunci Tangani Korut

Mantan komandan pasukan NATO James Stavridis mengatakan bahwa China menguasai 90 hingga 95 persen perekonomian Korut.

Liputan6.com, Washington, DC - Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat sejak Korea Utara intens melakukan uji coba rudal antarbenua.

Uji coba bom hidrogen bulan lalu memicu kecaman Amerika Serikat dan internasional. Selain itu, serangkaian sanksi baru pun diterapkan.

Segera setelah Donald Trump menjadi Presiden AS, ia mengirim Menteri Pertahanan Jim Mattis ke wilayah itu untuk mengumumkan bahwa kebijakan kesabaran strategis terhadap Korut telah berakhir.

Mantan Wakil Kepala Angkatan Darat AS, Jenderal Jack Keane mengatakan, "Opsi militer itu akan dinyatakan terbuka lagi. Kebijakan AS sekarang adalah untuk melucuti senjata nuklir Korea Utara. Sebelum itu terjadi, AS akan menggunakan sanksi ekonomi, memberi tekanan maksimal, mengisolasi rezim dan menggunakan opsi militer sebagai upaya terakhir."

Pemerintahan Trump berhasil membuat diberlakukannya sanksi luas baru PBB terhadap rezim Korea Utara. Tetapi, seperti pada masa lalu, tindakan semacam itu memerlukan dukungan dari China.

"Alasannya sederhana. China menguasai 90 sampai 95 persen perekonomian Korea. Mereka memiliki perbatasan darat dengan Korut, mengendalikan samudra dan laut di sekitarnya. Jika mau, China bisa menutup Korea Utara seketika," kata James Stavridis, mantan komandan pasukan NATO seperti dikutip dari VOA Indonesia pada Selasa (24/10/2017).

Jenderal Keane setuju bahwa solusi diplomatik bergantung pada keterlibatan China.

"China benar-benar terlibat di sini. Mereka telah membiarkan Korut memiliki senjata nuklir dan rudal balistik. China juga telah membiarkan Korut mengembangkan rudal balistik antarbenua," tukas Keane.

Meski pun China mengecam kegiatan nuklir dan rudal Pyongyang terbaru, Beijing berharap menghindari jatuhnya rezim Korut dan masuknya pengungsi ke China.

Namun sebagian ahli berpendapat bahwa tanpa bantuan China dalam memecahkan masalah, Korea Selatan dan Jepang menghadapi risiko.

Mantan Direktur CIA, Jenderal David Petraeus mengatakan, "Apa yang terjadi jika Korea Selatan meminta AS untuk menggelar kembali senjata nuklir di semenanjung itu, atau mereka mengatakan bahwa mereka memerlukan program nuklir mereka sendiri? Bagaimana kita bisa tidak membolehkannya?"

"Jepang sudah menggunakan penafsiran baru terhadap konstitusi mereka untuk setidaknya memungkinkan pembelaan diri kolektif. Bagaimana dengan sistem ofensif dalam menghadapi ancaman itu? Bagaimana dengan Vietnam? Ini tidak akan ada akhirnya," imbuhnya

Pemerintahan Trump sedang meninjau kebijakannya terhadap China, yang diharapkan akan selesai sebelum presiden memulai perjalanan ke Asia Timur pada bulan November.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini