Sukses

Presiden Duterte Ancam Usir Seluruh Dubes Uni Eropa

Ancaman Duterte itu dipicu oleh pernyataan sekelompok politikus Uni Eropa yang mengkritik perang narkoba yang dilancarkannya.

Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan mengusir para Duta Besar Uni Eropa dalam kurun 24 jam. Duterte menuding Uni Eropa mencampuri urusan domestik negaranya.

Dalam pidatonya yang berapi-api, Duterte menegaskan ia tidak akan menoleransi kritik Uni Eropa atas perang narkoba yang dilancarkannya. Setidaknya, 3.850 orang tewas sejak perang tersebut dilancarkan dan pemantau HAM memperingatkan kemungkinan pelanggaran dalam kebijakan tersebut.

"Anda memberikan kami uang lalu mulai mengatur apa yang harus kami lakukan dan apa yang tidak seharusnya terjadi di negara kami. Omong kosong. Masa penjajahan sudah usai. Jangan cari ribut dengan kami," ujar Duterte, seperti dikutip dari The Guardian pada Jumat (13/10/2017).

Pada kesempatan yang sama, Duterte mengatakan bahwa ia siap untuk "menendang" para dubes Uni Eropa jika mereka mencoba mengutak-atik posisi negaranya di PBB.

"Anda pikir kami adalah sekelompok orang bodoh. Andalah yang orang bodoh. Dubes dari seluruh negara (Uni Eropa) dengarkan saya, karena kita bisa memutus saluran diplomatik besok. Kalian semua tinggalkan negara saya dalam waktu 24 jam," hardik Duterte.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dipicu Pernyataan Sekelompok Politikus Eropa

Juru Bicara Kepresidenan Ernesto Abella menyebut pernyataan Duterte sebagai sebuah "ungkapan kemarahan" atas kritik terhadap perang narkoba oleh sekelompok kecil politikus Eropa yang berkunjung ke Filipina pada 8-9 Oktober.

Menurut Abella, Aliansi Progresif Internasional dan Partai Sosialis Eropa telah salah menggambarkan diri mereka sebagai misi Uni Eropa. Namun, ia bersikeras bahwa kritik kelompok tersebut membenarkan ancaman pengusiran Duterte terhadap Dubes Uni Eropa.

"Pernyataan delegasi yang tidak bertanggung jawab ini memprotes dugaan pembunuhan di bawah pemerintahan Duterte, merendahkan status kami sebagai negara yang berdaulat," terang Abella.

"Sudah lama presiden kami menoleransi gangguan yang tidak semestinya dalam urusan domestik kami dan dia memutuskan bahwa ini harus dihentikan demi menjaga integritas dan martabat Filipina sebagai negara yang berdaulat," imbuhnya.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh delegasi Uni Eropa untuk Filipina pada Kamis malam menegaskan bahwa kelompok yang datang ke Manila tidak mewakil misi Uni Eropa. Disebutkan pula bahwa Uni Eropa ingin bekerja sama dengan Filipina dalam kerangka PBB.

"Uni Eropa dan Filipina bekerja sama secara konstruktif dan produktif dalam kemitraan yang erat di banyak konteks dan wilayah, termasuk di PBB," sebut pernyataan itu.

Meski demikian, parlemen Uni Eropa pada tahun lalu pernah mengeluarkan resolusi yang mengungkapkan keprihatinan atas "tingginya jumlah korban tewas dalam perang narkoba". Mereka mendesak Duterte untuk mengakhiri gelombang eksekusi dan pembunuhan ekstrayudisial".

Duterte memenangi pemilu tahun lewat kampanyenya untuk membasmi perdagangan narkoba ilegal dalam kurun enam bulan. Kebijakan kontroversialnya didukung oleh mayoritas warga Filipina, tapi survei bulan lalu menunjukkan bahwa popularitas sang presiden menurun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini