Sukses

Per 31 Desember 2018, AS Keluar dari Keanggotaannya di UNESCO

Ini bukan kali pertama AS memutuskan hengkang dari UNESCO. Pada tahun 1984, Washington pernah menempuh kebijakan serupa.

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat akan menarik diri dari keanggotaannya di Badan Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada akhir tahun depan. Demikian pengumuman Kementerian Luar Negeri AS pada hari Kamis 12 Oktober 2017 waktu setempat.

Dalam pernyataannya, pihak Kemlu AS mengatakan, meski memutuskan keluar dari UNESCO, namun mereka ingin tetap terlibat sebagai negara pengamat non-anggota. Dengan posisi tersebut, AS masih dapat terlibat dalam debat dan berbagai kegiatan, hanya saja kehilangan hak untuk melakukan voting.

Penarikan diri AS itu dikabarkan dipicu sejumlah persoalan lama dan tidak seharusnya diramalkan sebagai pengurangan lebih lanjut atas keterlibatan Washington dengan PBB. Meski demikian, Presiden Donald Trump sempat menyerukan agar dilakukannya reformasi struktural dan keuangan di badan kerja sama multilateral tersebut.

"Ini bersifat pragmatis, bukan sinyal politik penting," tandas John McArthur, seorang pengamat yang jugat penasihat bagi United Nations Foundation seperti dikutip dari The Washington Post pada Jumat (13/10/2017).

Dampak paling mendesak adalah bahwa AS akan menghentikan tunggakan sejak tahun 2011. Tunggakan tersebut merupakan bentuk protes atas pengakuan UNESCO terhadap keanggotaan penuh Palestina.

Pada akhir tahun ini, tunggakan AS yang belum dibayar berjumlah US$ 550 juta. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahwa AS akan melunasi tunggakan tersebut hingga akhirnya Kemlu AS mengumumkan menarik diri dari keanggotaan UNESCO per 31 Desember 2018 -- saat di mana total tunggakan mencapai US$ 600 juta.

Pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengatakan mereka berharap penarikan tersebut akan membantu mendorong UNESCO untuk melakukan perubahan yang dapat memuaskan Washington hingga bersedia kembali pada jalur keanggotaan penuh.

"Ini mengirimkan sebuah pesan kuat bahwa kita perlu melihat reformasi mendasar dalam organisasi tersebut dan ini meningkatkan kesadaran semua orang tentang sikap anti-Israel yang terus berlanjut," terang salah seorang pejabat Kemlu AS yang tidak bersedia menyebut namanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Kali Pertama

Sejarah mencatat, AS merupakan salah satu negara yang membantu lahirnya UNESCO pasca-Perang Dunia II. Namun, belakangan AS terlibat percekcokan dengan badan tersebut yang diduga kuat dipicu atas sejumlah kebijakan UNESCO yang merugikan Israel.

Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB mengatakan situasi panas terakhir terjadi kala UNESCO menunjuk kota tua Hebron berikut makam kuno Yahudi (Cave of the Patriarchs) di Tepi Barat sebagai situs warisan dunia Palestina.

Haley terang-terangan menyebutkan bahwa upaya politisasi UNESCO menunjukkan rasa "malu yang kronis".

"Seperti yang disampaikan pada 1984 ketika Presiden Ronald Reagan menarik diri dari UNESCO, para pembayar pajak AS seharusnya tidak lagi membiayai kebijakan yang memusuhi nilai-nilai kita dan mengolok-olok keadilan dan akal sehat," kata diplomat perempuan itu.

Ia pun menambahkan bahwa pihaknya akan mengevaluasi seluruh badan PBB "melalui lensa yang sama".

Keluarnya AS dari keanggotaan penuh di UNESCO disambut baik oleh Israel. PM Benjamin Netanyahu menyebut keputusan tersebut tindakan yang "berani" dan "bermoral".

Namun, kebijakan Negeri Paman Sam tersebut sangat disesalkan oleh Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova.

"Di saat perang melawan kekerasan ekstremisme menuntut investasi baru dalam bidang pendidikan, dalam dialog antar budaya untuk mencegah kebencian, sangat disesalkan bahwa AS harus menarik diri badan PBB yang memimpin isu-isu ini," ungkap Bokova.

UNESCO mungkin paling dikenal lewat program "warisan dunia"-nya yang membantu memelihara situs budaya di seluruh dunia. Sebenarnya, badan ini punya berbagai program internasional lain, termasuk salah satunya adalah melatih polisi Afghanistan membaca dan menulis.

Selain itu, UNESCO satu-satunya badan PBB yang memiliki program untuk mengajarkan sejarah Holocaust.

Pasca-menarik diri pada tahun 1984, AS baru bergabung kembali dengan UNESCO pada tahun 2002 setelah pemerintahan George W. Bush mengatakan ingin menekankan kerja sama internasional. "AS akan berpartisipasi sepenuhnya dalam misi untuk memajukan HAM, toleransi dan pembelajaran," kata Bush saat itu.

Ketegangan internal UNESCO yang melibatkan Israel, meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya pada tahun lalu, Tel Aviv memanggil pulang perwakilannya untuk UNESCO setelah sejumlah negara mendukung resolusi yang mengecam kebijakan Israel di sejumlah situs keagamaan di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.