Sukses

Cegah Ekstremisme, Pakistan Akan Pantau Khotbah Jumat

Pakistan berencana untuk mengatur khotbah Jumat di masjid-masjid lokal.

Liputan6.com, Islamabad - Pakistan berencana untuk mengatur khotbah Jumat di masjid-masjid lokal. Tujuannya agar para ulama dapat menyampaikan topik keagamaan yang sebelumnya sudah disetujui oleh pemerintah.

Prakarsa itu dicanangkan karena, beberapa mullah di negara dengan Ibu Kota Islamabad itu kerap menggunakan khotbah Jumat untuk membujuk orang melakukan jihad di negara lain.

Rencana itu muncul di tengah meningkatnya tekanan agar Pakistan berbuat lebih banyak untuk mengekang militansi dan ekstremisme yang bersumber dari wilayahnya. Demikian seperti dikutip dari VOA News Indonesia, Minggu (24/9/2017).

Prakarsa itu tercakup dalam 13 usulan yang disebut pemerintah Rencana Aksi Nasional, kebijakan nasional yang disetujui pada 2015 untuk memerangi terorisme, ekstremisme, sektarianisme, dan intoleransi di negara itu.

Ahsan Iqbal, Menteri Dalam Negeri Pakistan, mengumumkan rencana itu pekan lalu setelah memimpin rapat guna mengatasi masalah radikalisasi pemuda yang berkembang. Rapat itu dihadiri wakil-wakil rektor perguruan tinggi nasional.

Pejabat optimistis prakarsa baru itu akan memperkenalkan orang pada interpretasi aktual masalah agama, dan akan membantu berkontribusi pada masyarakat yang didasarkan pada konsep ko-eksistensi, toleransi dan perdamaian.

Masalah ekstremisme berbasis sektarian yang berkembang di Pakistan tak hanya menimbulkan ancaman bagi keamanan domestik, tetapi juga mengganggu keamanan negara-negara tetangga.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sempat Jadi Isu di Indonesia

Tak hanya di Pakistan, upaya pemerintah untuk memantau khotbah ibadah salat Jumat sempat jadi isu di Indonesia pada awal 2017 lalu.

Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin sempat menggagas upaya standarisasi topik khotbah yang dibawa oleh para mullah kala ibadah salat Jumat berlangsung.

"Tentang standarisasi, bukan sertifikasi, tujuannya untuk memberikan batasan minimal apa sesungguhnya kompetensi kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang khatib dalam menyampaikan khotbah Jumat," jelas dia.

Karena itu, kata Lukman, Pemerintah mengusulkan adanya standarisasi, tentunya dengan alasan yang tepat. Sebab, saat ini khotbah pada salat Jumat dalam beberapa kejadian telah ke luar dari esensinya.

"Berdasarkan masukan dari sebagian umat Islam sendiri, jadi latar belakangnya itu beberapa kalangan itu merasa resah dan risau dengan khotbah Jumat yang berisi hal yang profokatif. Esensi khotbah Jumat menyampaikan ajakan dan nasihat untuk bertaqwa itu ternyata juga diisi dengan hal yang sifatnya memecah belah, menjelek-jelekan, mencaci maki bahkan menyebut nama orang tertentu sehingga menimbulkan keresahan bagi sebagian kita," papar dia.

Merujuk pada kondisi itulah, ia mengaku, Pemerintah merespons. Terlebih selaku Menteri Agama, dirinya tidak bisa tinggal diam terkait fenomena tersebut.

"Itu kenapa kami mengundang wakil dari MUI, ormas Islam juga dari organisasi profesi dai dari akademisi untuk duduk bersama menyikapi ini (sertifikasi khatib)," Lukman memungkas.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.