Sukses

Benarkah Menatap Gerhana Matahari Bikin Mata Buta?

Melihat langsung ke matahari bahkan saat gerhana sekalipun, konon kabarnya menyebabkan kerusakan serius pada mata atau bahkan kebutaan.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 21 Agustus 2017 nanti, sebagian warga Amerika Serikat mendapatkan kesempatan menikmati gerhana matahari total. Kejadian itu menjadi yang pertama kalinya sejak 1979.

Orang bisa saja tergoda untuk memandang langsung dengan mata telanjang, padahal cahaya dari gerhana matahari bisa merusak mata. Jadi, peringatan untuk tidak melihat langsung bukanlah hal yang berlebihan.

Dikutip dari Live Science pada Sabtu (12/8/2017), kebutaan demikian dikenal sebagai retinopati. Dalam keadaan itu, cahaya terang dari matahari membanjiri retina yang terletak di bagian belakang bola mata.

Retina adalah tempat sel-sel peka cahaya yang memungkinkan penglihatan. Ketika sel-sel itu mendapat stimulasi berlebih dari cahaya matahari, mereka membanjiri retina dengan zat-zat kimia yang dapat merusak retina itu sendiri.

Kerusakannya seringkali tidak terasa sakit, sehingga orang tidak sadar merusak penglihatannya sendiri.

Retinopati matahari bisa terjadi karena menatap matahari dalam fase apapun. Hanya segelintir orang yang bisa tahan melihat langsung dalam waktu lama ke bintang terdekat Bumi itu tanpa merasa nyeri.

Kasus menatap matahari dalam waktu lama kadang-kadang bisa terjadi. Beberapa catatan jurnal kedokteran melaporkan sejumlah orang yang sedang teler narkoba melakukan hal tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan mata serius.

Penganut sekte-sekte agama pemuja matahari juga menjadi korban. Misalnya, pada 1988, para ahli optalmologi Italia menangani 66 orang yang terkena retinopati matahari setelah melakukan ritual menatap matahari.

Tapi, saat terjadinya gerhana matahari, lebih banyak lagi orang yang terpapar pada risikonya. Ketika matahari hampir tertutup seluruhnya, rasanya nyaman untuk ditatap. Saat itu refleks untuk berkedip dan kontraksi pupil mata terjadi lebih sedikit dibandingkan ketika saat normal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerusakan Mata

Seorang wanita menggunakan kacamata buatan bersiap untuk melihat gerhana matahari annular di Estancia El Muster, Argentina (26/2). Lingkaran cahaya yang tertutup bulan itu biasa disebut ring of fire. (AFP/Alejandro Pagni)

Para pengamat astronomi mula-mula mengetahui retinopati matahari melalui cara yang tidak mengenakkan.

Alkisah Thomas Harriot yang mengamati bintik matahari pada 1610, tapi tidak menerbitkan temuannya. Pada 1612 ia menuliskan bahwa setelah menatap matahari, pandangannya agak buram selama 1 jam.

Kutipan seorang ahli astronomi Oxford yang bernama John Greaves menyebutkan bahwa seusai pengamatan matahari ia melihat citra bayangan (afterimage) berupa kerumunan burung gagak dalam pandangannya.

Dalam suatu kasus yang paling terkenal, Isaac Newton mencoba mengintip matahari melalui cermin. Ia pun mengalami kebutaan selama 3 hari dan melihat afterimage selama beberapa bulan.

Para ilmuwan tidak punya informasi lengkap tentang prevalensi kerusakan mata setelah menatap gerhana matahari. Namun dalam suatu penelitian tahun 1999, setelah penampakan gerhana matahari di Eropa, sebanyak 45 pasien terduga retinopati mendatangi klinik mata di Leicester, Inggris. Mereka seluruhnya mengaku habis menatap fenomena alam tersebut.

Sebanyak 40 orang dinyatakan memiliki kerusakan ataupun gejala kerusakan. Sisanya mengalami perubahan penglihatan dalam retina.

Sebanyak 20 pasien mengeluhkan nyeri pada mata, sedangkan 20 orang lagi mengaku ada masalah dengan penglihatannya.

Di antara yang bermasalah dengan penglihatan, ada 12 orang yang melaporkan bahwa penglihatan mereka kembali normal setelah 7 bulan. Walau masih terlihat bayangan kerusakan dalam bidang pandang mereka (misalnya seperti tampilan berbentuk bulan sabit).

Melalui jurnal Lancet pada 2001, para peneliti menuliskan, "Temuan kami mengungkapkan bahwa tak seperti yang umum diduga, kebanyakan orang penderita retinopati gerhana tidak mengalami buta total."

Namun demikian para peneliti memperingatkan bahwa penelitian sebelumnya tentang paska-gerhana membeberkan adanya masalah-masalah penglihatan yang lebih parah pada pasien.

Melalui perbandingan dua temuan tadi, dapat diduga bahwa peringatan yang disebar luas melalui media telah membantu mencegah peningkatan kerusakan mata saat gerhana yang terjadi lebih belakangan.

Penelitian juga menengarai bahwa beberapa kerusakan mata bersifat permanen, walaupun banyak juga yang bisa diperbaiki.

Pada 1995, peneliti mengamati 58 pasien dengan kerusakan menetap pada mata setelah menatap gerhana matahari 1976 di Turki. Hasil penelitian tertuang dalam jurnal Graefe's Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology dan menyebutkan bahwa pemulihan terjadi dalam 1 bulan pertama setelah kejadian. Tapi, kerusakan apapun yang masih tersisa dalam 18 bulan pertama akan menetap selama 15 tahun kemudian.

Jadi walaupun sepertinya efek melihat gerhana matahari tidak sampai buta, dampaknya pada penglihatan bisa lama sekali. Melihat langsung ke matahari bahkan ketika sedang gerhana sekalipun bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata atau bahkan kebutaan.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.