Sukses

Pakai Baju Perempuan, Bomber Beraksi di Kamp Pengungsi Irak

Pelaku diketahui mengenakan pakaian menyerupai perempuan untuk menyusup masuk ke dalam lokasi perkara. Diduga kuat ISIS sebagai dalang.

Liputan6.com, Baghdad - Seorang pengebom bunuh diri yang mengenakan gamis panjang menyerupai pakaian perempuan menyerang sebuah kamp pengungsian di Kota al-Qaim, 400 km barat laut Baghdad, pada Minggu 2 Juli 2017 malam waktu setempat. Korban tewas mencapai 14 orang dan 20 lainnya terluka.

Kamp pengungsian yang menjadi lokasi serangan merupakan tempat evakuasi warga sipil penduduk Kota al-Qaim. Kamp itu khusus digunakan untuk warga sipil yang melarikan diri dari serangan ISIS, yang saat ini tengah menguasai kota tersebut. Demikian seperti yang diwartakan dari Independent.co.uk., Senin (3/7/2017).

Kejadian bermula pada Minggu malam waktu setempat. Pada waktu itu, menurut pengakuan saksi mata, seorang polisi yang berada di lokasi mengamati gerak-gerik mencurigakan pelaku.

Polisi itu tampak telah mencurigai bahwa pelaku membawa bahan peledak. Ia kemudian menghampiri dan hendak memeluk pengebom, sebagai upaya untuk meminimalisasi jumlah korban. Sekejap kemudian, pelaku meledakkan bomnya, menewaskan sang polisi dan 13 individu lain yang berada dekat dengan lokasi kejadian.

Selain 14 korban tewas, ledakkan itu juga menyebabkan sekitar 20 orang luka-luka, seperti yang disampaikan anggota dewan pemerintahan setempat, Taha Abdul-Ghani.

Abdul-Ghani juga menyatakan bahwa ledakan itu terjadi pada senja menjelang malam. Pada saat kejadian, sejumlah otoritas setempat tengah mengawal beberapa warga sipil Kota al-Qaim menuju kamp pengungsian, yang kini menjadi tempat kejadian perkara.

Hingga berita ini turun, belum ada pihak yang mengklaim serangan tersebut. Namun, seperti pada kejadian-kejadian sebelumnya, diduga kuat bahwa ISIS merupakan dalang aksi teror tersebut.

Selain itu, muncul dugaan bahwa sejumlah pasukan ISIS di Kota Mosul sedang berada dalam kondisi terdesak. Diperkirakan, mereka akan segera terusir dari kota tersebut dan melarikan diri ke sejumlah wilayah lain di kawasan Irak dan Suriah.


Upaya Pembebasan Mosul

Hingga awal Juli 2017, pasukan Irak yang didukung oleh Amerika Serikat dilaporkan telah mengepung secara ketat Kota Mosul. Kini, posisi militan ISIS yang menduduki kota tersebut kian terjepit.

Pasukan Irak yang didukung AS juga mengklaim bahwa pembebasan Mosul dari pendudukan ISIS "sudah berada di depan mata". Mereka juga mengisyaratkan, pertempuran untuk merebut kembali kota tersebut dari tangan militan --meski sulit--, tinggal menghitung hari. Demikian seperti yang dikutip dari CNN, Jumat 30 Juni 2017.

"Pembebasan Mosul sudah di depan mata, namun pertempuran tetap sengit, dan mungkin akan selesai dalam hitungan hari," kata Kolonel Ryan Dillon, juru bicara untuk Combined Joint Task Force--Operation Inherent Resolve--nama sandi intervensi militer koalisi AS terhadap ISIS.

Menurut Kolonel Dillon, prediksi tersebut muncul setelah pasukan koalisi sukses merebut Masjid Agung al-Nuri dari tangan ISIS. Bagi pasukan koalisi, masjid itu menjadi simbol representasi pusat kekuasaan Daesh--nama lain ISIS--sejak Abu Bakr al-Baghdadi menisbatkan dirinya sebagai emir Irak dan Suriah, menandai kelahiran ISIS di kawasan.

Jika dalam waktu dekat ISIS berhasil ditumpas dari Mosul, pekerjaan berat masih menanti pasukan koalisi. Mereka harus membersihkan ranjau darat yang ditinggalkan oleh para militan di Mosul, hingga membebaskan wilayah lain yang masih dicengkeram oleh Daesh, seperti di Kirkuk, Nineveh, Anbar provinces, Hawija, Tal Afar, Qaim, Ana, dan Rawa.

Warga sipil mengalami dampak signifikan akibat pertempuran di Mosul. Hingga kini, sekitar 742.000 warga sipil telah mengungsi, sedangkan 100.000 orang masih terjebak di dalam kota.

Masyarakat yang masih berada di dalam kota mengalami kondisi yang memprihatinkan. Mereka kekurangan makanan dan obat-obatan, hingga rentan menjadi korban sampingan dari operasi militer di Mosul.

"Khususnya anak-anak, mereka rentan tertembak atau terluka oleh pasukan kedua kubu. Bahkan, ada laporan mereka digunakan sebagai 'tameng hidup'," katar Peter Hawkins, representasi UNICEF di Irak.

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.