Sukses

Statistik Kencan Kilat Ini Kabar Baik untuk Para Jomblo?

Dengan semakin lazimnya penggunaan perangkat pengumpulan data seperti pada komputer dan telepon genggam, maka lebih mudah membaca pola data.

Liputan6.com, Newcastle - Kabar gembira bagi para jomblo. Ternyata, data-data tersembunyi (metadata) dapat diolah secara statistik untuk membantu mencari pasangan yang tepat.

Pada tahun lalu, dalam suatu Sabtu malam, kira-kira ada 11 orang yang mencari cinta. Seperti begitu banyaknya peserta kencan kilat sebelum mereka, para peserta tersebut bertemu dalam suatu ruang yang nyaman dengan lampu temaram.

Di satu tangan, mereka memegang gelas minuman, tapi di tangan lain mereka memegang kertas berisi pertanyaan-pertanyaan tentang data pribadi mereka.

Terobosan dalam kencan kilat (speed-dating) ini merupakan bagian eksperimen yang dijalankan oleh suatu tim dari Newcastle University di Inggris.

Seperti dikutip dari New Scientist pada Selasa (8/11/2016), para peneliti itu ingin mengetahui apa yang terjadi dengan perkencanan jika kita melihat data yang dikumpulkan dari komputer dan telepon genggam seseorang. Alasannya, selama ini kita terlalu disuguhi foto selfie yang terlalu diatur atau profil perkencanan yang sudah dibuat-buat.

Dengan semakin lazimnya penggunaan perangkat pengumpulan data seperti pada komputer dan telepon genggam, maka lebih mudah membaca pola yang selama ini tersembunyi. Para peneliti menyebut proses ini "metadating".

"Ada ketidakcocokan antara cara pandang dunia berpanduan data -- yang kering dan mekanis -- dengan cara kita memandang diri sendiri," kata Chris Elsden, pimpinan proyek tersebut.

Apa benar, aplikasi kencan online semacam Tinder bisa mempertemukan penggunanya dengan jodoh hingga ke jenjang pelaminan?

Elsden dan rekan-rekannya ingin mencari cara-cara lain untuk menggunakan data yang terkumpul selagi kita menjalani kehidupan modern tersebut, ujarnya, "Bisakah orang memiliki lebih banyak kendali atasnya, membuatnya lebih menarik?"

Tim itu merekrut peserta kencan kilat melalui media sosial dan poster di sekeliling kampus universitas. Seminggu sebelum acara, para peserta dikirimi formulir isian yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang angka.

Jenis pertanyaan misalnya ukuran sepatu, jarak terjauh dari rumah yang pernah ditempuh, jam mengirim surel paling awal dan paling akhir di bulan lalu, dan denyut jantung ketika mengisi formulir. Ada juga bagian kosong yang bisa diisi data sendiri oleh peserta.

Ada 7 pria dan 4 wanita yang ikut serta. Untuk memulai malam itu, mereka meluangkan waktu melihat profil masing-masing yang tanpa nama (anonim) dan kemudian membahas tentang kemungkinan pasangan yang mereka inginkan.

Kegiatan dilangsungkan dalam bentuk kencan kilat tradisional, yaitu batasan waktu 4 menit bagi setiap pasangan untuk saling mengenal satu sama lain.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pergeseran Cara Memperkenalkan Diri

Para peneliti mendengarkan ketika orang-orang menjelaskan tentang diri mereka menggunakan "bahasa data". Mereka membacakan angka-angka, membandingkan statistik, bahkan saling memuji data orang lain.

Ketika peserta diizinkan untuk membuat daftar tentang apa yang mereka sukai, mereka ternyata telah memilih jenis informasi yang sangat berbeda untuk menggambarkan diri mereka sendiri.

Ada peserta yang memaparkan grafik langkah-langkah aplikasi Fitbit mereka (Fitbit adalah aplikasi pelacak kebugaran). Seorang lainnya mencatat apa yang ia makan saat sarapan. Satu orang lagi menggambar pie chart tentang jenis-jenis perabot berbeda di rumahnya. Seorang peserta menambahkan, "Jarak tempuh lari minggu ini: 0."

Tim itu memaparkan temuan awal proyek dalam konferensi Computer-Human Interaction di San Jose, California.

Begitu banyak data kita ada di tangan perusahaan-perusahaan besar sehingga membuat kita merasa tidak berdaya, demikian menurut Jessa Lingel di University of Pennsylvania. Pendekatan Elsden menjungkir keadaan tersebut.

Menurut Lingel, "Memberikan cara agar orang merasa ada sedikit kendali atau merasa kreatif tentang data yang mereka produksi merupakan hal yang sangat penting."

Ia juga berpendapat bahwa metadating sejalan dengan gagasan kita tentang kemungkinan percintaan di masa depan. Algoritma bedasarkan data telah menjodohkan orang di situs kencan seperti OkCupid. Sejumlah pemula seperti Genepartner mencoba melangkah lebih jauh dengan menjodohkan orang menurut genetik.

Para peserta dan wanita berbincang saat mengikuti acara layanan kencan di Tokyo, Jepang, (16/10). Dibuatnya acara Layanan kencan yang Sedang Marak di Jepang ini diakibatkan menurunnya tingkat pernikahan yang mencapai 50 Persen. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Tidak sulit membayangkan hadirnya situs yang mencerna angka-angka dari aplikasi pelacakan diri dan riwayat pencarian di dunia maya, lalu kemudian menyimpulkan tentang apa yang disukai seseorang berdasarkan semua data tersebut.

Namun demikian, Elsden tidak memandang metadating menggantikan aplikasi perkencanan populer. Katanya, "Kami tidak menganjurkan jodoh ideal, misalnya, dengan orang yang bangun pada jam yang sama."

Menurutnya, hal itu akan membuka kesempatan kepada media sosial jenis baru, yang mengumpulkan statistik pengguna, mengelolanya dengan perangkat edit ataupun filter, lalu berbagi dengan teman-teman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.