Sukses

Cerita tentang Islam dan Halal di Korea Selatan

Upaya Korea Selatan mendekatkan diri pada seluk beluk tentang Islam tak lepas dari banyaknya wisatawan dari negara berpenduduk muslim.

Liputan6.com, Seoul - Ada yang menarik dalam jamuan makan malam di sebuah hotel bintang lima di Kota Seoul, Korea Selatan pada akhir Oktober lalu. Seorang pelayan menanyakan kepada beberapa orang apakah akan menyajikan makanan halal atau tidak untuk santap malam.

Pertanyaan itu diajukan kepada anggota delegasi ASEAN Media People's Visit to Korea yang berasal dari 10 negara anggota ASEAN, khususnya delegasi dari Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Bagi mereka yang memilih makanan halal, si pelayan kemudian memberikan beberapa alternatif daftar sajian makan malam yang semuanya halal. Maka, makan malam itu pun menjadi penuh warna karena makanan yang disajikan secara berurutan tak terlihat sama antara satu dengan yang lainnya.

Liputan6.com yang ikut dalam kunjungan itu juga mendapati fakta bahwa dalam sejumlah jamuan makan malam lainnya, pertanyaan tentang pilihan makanan halal atau tidak selalu diajukan.

Bahkan, saat berada di Kota Busan, kota kedua terbesar di Korea Selatan, jamuan makan malam yang difasilitasi Pemerintah Kota Busan hanya menyajikan makanan halal untuk seluruh anggota delegasi.

Daftar menu halal di salah satu restoran di Kota Seoul, Korea Selatan. (Liputan6.com/Rinaldo)

Makanan halal bukanlah kejutan pertama bagi anggota delegasi yang beragama Islam. Di hari pertama kunjungan, di dalam kamar hotel tempat kami menginap sudah tersedia kitab suci Alquran, sajadah, serta kompas penunjuk arah kiblat.

Bahkan, di gedung K-Style Hub yang menjadi pusat layanan wisata serta informasi kuliner Korea Selatan, tersedia musala yang bersih dan rapi di lantai 2. Dua ruangan kecil dipisah untuk pria dan wanita yang akan menunaikan salat lima waktu di gedung yang beralamat di Cheonggyecheon-ro, Jung-gu, Seoul itu.

Menurut salah seorang pemandu di gedung ini, Eun Hyun-sik disediakannya musala tersebut tak lain untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang datang ke tempat itu.

"Pengunjung yang datang dari Indonesia, Malaysia dan negara Timur Tengah sering menanyakan tempat mereka untuk salat," ujar Eun kepada Liputan6.com.

Alquran, sajadah serta penunjuk arah kiblat yang disediakan di salah satu hotel di Kota Seoul, Korea Selatan. (Liputan6.com/Rinaldo)

Ucapan itu memang terbukti. Saat berkunjung ke gedung itu, Liputan6.com mendapati sejumlah wanita berhijab asal Indonesia akan menunaikan salat zuhur.

"Saya dan teman-teman ke sini untuk belajar memasak makanan populer asal Korea, selain juga mencari informasi tentang lokasi wisata yang asyik untuk dikunjungi. Kebetulan belum salat zuhur dan diberitahu kalau di gedung ini ada musala," jelas Neni yang mengaku berasal dari Bandung, Jawa Barat.

Tak bisa dipungkiri, upaya pemerintah Korea Selatan untuk mendekatkan diri pada seluk beluk tentang Islam tak lepas dari banyaknya wisatawan dari negara berpenduduk muslim. Hal itu diakui Eun.

"Bisa dilihat, setiap hari pasti ada wisatawan muslim yang datang ke Korea Selatan, sehingga menjadi tugas kami untuk menyediakan semua keperluan mereka. Selain itu, Islam sendiri sebenarnya bukan sesuatu yang asing buat warga Korea," tutur Eun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Awal Mula Islam di Korea

Sejatinya, Islam memang bukan sesuatu yang baru atau asing bagi warga Korea, karena umat muslim sudah menapak wilayah itu sejak awal. Kehadiran Islam pertama kali bahkan bisa ditelusuri pada abad ke-9 atau selama periode Dinasti Silla yang dianggap sebagai cikal bakal bangsa Korea.

Hal itu dibuktikan dengan kedatangan pedagang serta pelaut Persia dan Arab. Catatan yang menunjukkan adanya masyarakat muslim Timur Tengah di Silla adalah dengan keberadaan patung-patung wali kerajaan dengan karakteristik khas Persia.

Mereka kemudian menetap secara permanen dan mendirikan desa-desa muslim. Seiring berjalannya waktu, banyak di antara mereka kemudian menikah dengan wanita Korea.

Ruangan musala untuk laki-laki yang disediakan di Gedung K-Style Hub Kota Seoul, Korea Selatan. (Liputan6.com/Rinaldo)

Hubungan perdagangan antara dunia Islam dan Semenanjung Korea dilanjutkan pada masa Kerajaan Goryeo sampai abad ke-15. Pada era ini, setidaknya satu klan utama Korea, keluarga Chang yang bermukim di Desa Toksu, mengklaim keturunannya dari keluarga muslim.

Bahkan, pada periode awal Dinasti Joseon, penanggalan Islam berfungsi sebagai dasar untuk kalender kerajaan karena dinilai lebih akurat dibandingkan kalender China yang sudah ada.

Selaun itu, sebuah teks yang menggabungkan astronomi China dengan astronomi Islam, dipelajari di Korea di bawah Dinasti Joseon pada masa Sejong yang Agung pada abad ke-15.

Meski demikian, dari sisi peningkatan populasi tak banyak perkembangan berarti. Muslim di Korea tak bisa berkembang sebagaimana di negara Asia lainnya. Bahkan, tak ada organisasi yang menyatukan umat muslim ketika itu hingga terjadinya Perang Korea.

3 dari 3 halaman

Turki dan Perang Korea

Perkembangan Islam sedikit berubah saat terjadinya Perang Korea (9150-1953). Ketika itu Turki mengirim sejumlah besar pasukannya untuk membantu Korea Selatan di bawah perintah PBB yang disebut Brigade Turki.

Selain berkontribusi di medan perang, Turki juga memberikan bantuan kemanusiaan dalam mengoperasikan sekolah-sekolah selama perang untuk anak yatim yang menjadi korban perang.

Setelah perang usai, beberapa prajurit Turki yang bertugas di Korea Selatan sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian PBB mulai mengajarkan tentang Islam di Korea Selatan.

Contoh menu halal ala Korea yang disajikan kepada sejumlah jurnalis muslim dari negara ASEAN di Pulau Geoje pada akhir Oktober lalu. (Liputan6.com/Rinaldo)

Perkembangan yang signifikan terjadi pada September 1955 ketika didirikannya Masyarakat Muslim Korea (Korea Muslim Society/KMS). Langkah ini kemudian diikuti dengan pemilihan Imam Besar serta pembangunan masjid pertama di Korea Selatan.

KMS yang terus tumbuh menata ulang organisasinya dan diputuskan berubah menjadi Federasi Muslim Korea (Korea Muslim Federation/KMF) pada tahun 1967. Selanjutnya, Masjid Pusat Seoul (Seoul Central Mosque) dibangun di kawasan Itaewon, Kota Seoul pada 1976.

Papan penunjuk arah Masjid Pusat Seoul, Korea Selatan. (iamproudtobemuslim.wordpress)

Masjid ini memiliki tiga lantai, yang memiliki fungsi berbeda. Di lantai pertama terdapat kantor Federasi Muslim Korea dan ruang pertemuan, sedangkan ruang salat berada di lantai dua dan tiga. Di tempat ini juga dibangun sebuah madrasah yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan Islam bagi anak-anak, Pusat Penelitian Kebudayaan Islam dan Organisasi Islam lainnya.

Pembangunan masjid pertama dan satu-satunya di Seoul ini kemudian berlanjut di Busan, Anyang, Gwangju, Jeonju dan Daegu.

Berdasarkan data KMF, jumlah umat muslim di Korea Selatan saat ini mencapai 120.000-130.000 orang, terdiri dari muslim Korea asli dan warga negara asing. Jumlah orang Korea asli yang menganut agama Islam sekitar 45.000 orang, selebihnya didominasi pekerja migran asal Pakistan dan Bangladesh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini