Sukses

Di Pasar Pengantin Ini, Perawan 'Dijual' Rp 3 Juta

Para gadis mempersiapkan diri untuk menjadi peserta dalam perayaan 'pasar pengantin' tradisional yang telah berlangsung lama di kota itu.

Liputan6.com, Jakarta - Pada hari itu, para gadis remaja Kalaidzhi di Bulgaria, mengenakan pakaian terbaik mereka, memoles lipstik dan bedak, serta memakai wewangian.

Mereka mempersiapkan diri untuk menjadi peserta dalam perayaan 'pasar pengantin' tradisional yang telah berlangsung lama di kota itu.

Perayaan itu sendiri merupakan acara di mana para gadis perawan 'dijual' oleh para orangtua mereka, kepada pria yang menawar anak gadis tersebut dengan harga yang tinggi. Untuk dijadikan pengantin.

Seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (26/7/2016), komunitas dengan populasi 18.000 jiwa di seluruh timur Eropa itu, memegang kukuh tradisi pernikahan nenek moyang mereka.

Tradisi pasar pengantin itu dilaksanakan empat kali dalam satu tahun. Ketika acara berlangsung, para gadis akan dibawa orangtua mereka menuju tempat perayaan dan dijual kepada penawar tertinggi.

Seorang gadis dari garis keturunan itu bahkan bisa dipaksa untuk berhenti bersekolah, untuk menikahi pria yang sudah 'membeli' dirinya.

Milene Larsson melakukan perjalan berpuluh kilometer untuk merekam seperti apa perayaan 'pasar pengantin' tersebut, dan bagaimana reaksi para remaja di Bulgaria menanggapi hal tersebut.

Dalam rekaman dokumenter bertajuk 'Young Brides for Sale', Milene berjumpa dengan keluarga Vera dan Christo yang sedang mempersiapkan dua putri mereka, Pepa dan Rossi, untuk 'dijual'.

Para gadis remaja Kalaidzhi hadir dalam jual beli pengantin (jodihilton.photoshelter.com)

"Pasar pengantin merupakan tradisi nenek moyang komunitas Kalidzhi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Namun, sekarang para gadis lebih 'bebas' untuk memilih siapa yang ingin mereka nikahi daripara sekedar pasrah di depan 'pembeli'," kata Milene.

Milene mengaku terkejut dengan praktek jual-beli gadis perawan itu. Dia berpikir, pada zaman serba canggih ini, masih ada saja orang yang memperjual-belikan kebahagiaan.

"Tradisi itu membuat wanita terlihat seperti barang yang dapat diperjual belikan. Mereka seakan diciptakan hanya untuk mematuhi dan melayani suami mereka nanti, tanpa boleh memiliki ambisi sama sekali," lanjut perempuan itu.

Pepa dan Rossi telah mempersiapkan diri mereka dengan membeli beberapa pakaian baru, baik yang dibeli online ataupun dari toko-toko.

Para gadis remaja Kalaidzhi hadir dalam jual beli pengantin (jodihilton.photoshelter.com)

Ibu mereka, Vera, sangat menunggu-nunggu hari tersebut. "Jika perempuan sudah tidak lagi perawan sebelum menikah, mereka akan dipanggil pelacur dan wanita jalang," kata Vera.

"Gadis Kalaidzhi harus perawan saat menikah. Ini sangat penting karena banyak uang diberikan untuk keperawanan," tambah Pepa.

Bersama dengan sepupu mereka, Mima, Pepa dan Rossi mengaku pasar pengantin itu 'menakutkan'. Ada kemungkinan orangtua akan memberikan anak mereka kepada lelaki dengan uang yang lebih banyak -- tak peduli seperti apa tampangnya.

"Walaupun kau saling mencintai, tapi orangtua pasanganmu tidak menyukainya, kau tidak bisa menikah. Terlebih jika wanita itu mempunyai mata yang gelap. Mereka ingin yang cantik, bermata terang, putih pucat, dan kurus," kata Mima.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pepa, Mima, dan Rossi mulai mendandani diri mereka secantik mungkin.

Agar terlihat lebih 'pucat' mereka mengoleskan pomade (semacam olesan putih) untuk membuat wajah terlihat lebih putih.

Dengan mengenakkan pakaian dan sepatu terbaik, para gadis itu berangkat menuju lokasi 'jual-beli'.

Para gadis remaja Kalaidzhi hadir dalam jual beli pengantin (jodihilton.photoshelter.com)

Saat tiba di lokasi, banyak pemuda pemudi berkumpul, tertawa, berbincang-bincang, dan berfoto.

"Aku merasakan adanya perasaan yang kompleks seperti hak perempuan, nilai keluarga, dan ketidakadilan seksual," kata Milene.

"Aku merasa iba ketika menghabiskan waktu berbincang dengan para gadis itu. Mereka takut menikahi seseorang yang tidak mereka kenal. Mereka bahkan harus mengubur ambisi mereka," ujar dia.

Walaupun begitu, mereka tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan orangtua dengan menikahi pria yang telah membeli mereka dengan harga tertinggi.

"Tradisi ini memberikan kesempatan kepada anak muda untuk bertemu dengan remaja seumuran mereka. Perempuan memiliki hak untuk menolak. Laki-laki tidak meminta mereka secara langsung. Mereka mengatakannya kepada orangtua dan tetua mereka," kata ayah Pepa, Christo.

"Para orangtua akan bernegosiasi menentukan harga. Sekarang tidak begitu ketat lagi. Jika kau tidak menyukaiku kau bisa menolak," ujar Christo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.