Sukses

5 Bentuk Perbudakan Modern, Pengemis Hingga Budak Seks

Lebih dari 45 juta jiwa di dunia dipaksa dan diperbudak untuk melakukan suatu pekerjaan di bawah paksaan.

Liputan6.com, Jakarta - Pada zaman yang serba canggih, modern, dan cepat ini, ternyata perbudakan masih menghantui 45 juta jiwa di dunia. Dua per tiga korban berasal dari Asia.

Menurut Global Slavery Index 2016, perbudakan atau slavery, merupakan suatu situasi eksploitasi didmana seseorang tidak bisa menolak atau meninggalkan sesuatu, karena adanya ancaman, kekerasan, pemaksaan, penyalahgunaan kekuasaan dan penipuan.

Menurut laporan yang dikutip dari BBC, Rabu (1/6/2016), bentuk perbudakan modern bisa mencakup debt bondage atau ijon -- situasi ketika seseorang dipaksa bekerja tanpa dibayar, untuk melunasi utang. Juga muncul dalam bentuk penyalahgunaan anak-anak, kawin paksa, perbudakan domestik dan kerja paksa -- lengkap dengan tindak kekerasan yang dirasakan korban.

Tanpa disadari, hal-hal tersebut merupakan kejadian yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Tak percaya perbudakan masih lestari hingga saat ini? Simak 5 kejadian berikut ini:

1. Budak di Tengah Laut

Perbudakan di kapal nelayan Thailand (Ilustrasi)

Kelompok pembela hak asasi manusia mengatakan, ribuan orang diperdagangkan dan dipaksa untuk bekerja di kapal nelayan.

Mereka 'ditahan' selama bertahun-tahun di lautan lepas, tanpa mempunyai kesempatan untuk melihat daratan.

Korban perdagangan dan pemaksaan tersebut mengatakan, rekan-rekan mereka yang tertangkap ketika mencoba melarikan diri, bisa dibunuh dan dibuang ke laut.

Laporan menyatakan, Thailand -- negara pengekspor makanan laut terbesar di dunia -- diduga mempekerjakan pria Burma dan Kamboja yang dijual dan diperbudak di kapal nelayan mereka.

Banyak korban yang mengatakan, mereka ditipu oleh pihak makelar, yang menjanjikan mereka untuk bekerja di pabrik.

Seorang pria Burma yang berhasil melarikan diri dari 'majikannya', mengatakan, dia dipaksa untuk bekerja sebagai nelayan kapal kecil dan harus menangkap ikan selama 20 jam per harinya, tanpa bayaran.

"Orang-orang mengatakan, siapapun yang mencoba melarikan diri akan dipatahkan kaki dan tangannya, bahkan dibunuh," kata pria itu.

2. Pabrik Ganja dan Salon Kuku

Ilustrasi: ladang ganja. | via: skatel-xiv-121900.blogspot.com

Hasil penelitian memperkirakan setidaknya 10.000 hingga 13.000 korban perbudakan modern di Inggris, berasal dari berbagai negara termasuk Albania, Nigeria, Vietnam, dan Romania.

Sekitar 3.000 anak-anak dari Vietnam diduga bekerja di perkebunan ganja dan salon kuku di negara itu.

Mereka diancam keluarganya akan dibunuh jika mencoba melarikan diri.

Seorang korban perbudakan, Lam, masih berusia 16 tahun ketika pertama kali datang ke Inggris. Dia berharap bisa menghasilkan uang yang cukup untuk membiayai keluarganya di kampung, dengan bekerja di negara tersebut.

Nyatanya, Lam malah dipaksa untuk bekerja di pabrik ganja.

"Aku ingat ketika bertanya kepada seorang pria yang membawaku ke tempat itu apakah aku bisa pergi, karena aku tidak suka bekerja di sana. Pria itu lalu mengancam akan memukuliku atau membuatku mati kelaparan," kata Lam.

Lam berhasil keluar dari tempat tersebut, ketika polisi menggrebek pabrik ganja tersebut. Awalnya dia ditangkap dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba.

Namun, berkat bantuan badan perlindungan anak NSPCC Inggris, Lam akhirnya dibebaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perempuan Indonesia Lolos dari Perbudakan Seksual

3. Perbudakan Seks

5. Shandra Woworuntu, seorang wanita Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia dan korban seks di Amerika dibantu FBI.

Menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional, ada sekitar 4.5 orang menjadi korban eksploitasi perbudakan seks.

Salah satunya adalah Shandra Woworuntu -- seorang aktivis melawan perdagangan manusia -- yang dipaksa menjadi budak seks di AS pada tahun 2001.

Shandra merantau dari Indonesia ketika dia dijanjikan akan bekerja di industri perhotelan di AS. Namun, agen yang ditemuinya di bandara malah menyerahkannya kepada makelar bersenjata -- memaksanya untuk melaksanakan pekerjaan seks.

"Mereka bilang aku berutang sebanyak US$ 30.000 atau setara dengan Rp 410 juta kepada mereka. Setiap kali melayani pria hidung belang, aku dianggap telah membayar hutangku sebanyak US$ 100 atau Rp 1,4 juta," kata Shandara.

WNI itu akhirnya berhasil melarikan diri dan bekerjasama dengan FBI untuk menggerebek rumah bordil tempat korban perdagangan lainnya berada.

3 dari 3 halaman

Perbudakan Berkedok Pengemis

4. Kedok Sebagai Pengemis

Korban mengatakan, mereka dipaksa mengemis tanpa mendapatkan sepeser pun dari hasil (Ilustrasi)

Sebuah laporan penelitian menyatakan, banyak anak-anak di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah, dipaksa mengemis di jalanan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Seorang korban mengatakan kepada peneliti, meskipun dia mengemis di jalanan seharian, dia tidak mendapatkan uang sepeser pun.

"Aku harus setor semua uang hasil mengemis. Aku bahkan tidak mendapatkan cukup makan dan tidur. Mereka tidak menggajiku, mereka mempekerjakanku sebagai buruh kontrak," kata dia.

"Aku tidak bisa mengatakan apa pun kepadamu. Aku ketakutan. Mereka mengancam akan menghukumku jika aku berani buka mulut," kata seorang korban lainnya.

5. Perbudakan 'Tersembunyi'

Kebanyakan perbudakan modern tidak terlihat secara nyata di muka umum. Ketidakadilan itu sering terjadi di rumah-rumah dan peternakan pribadi.

Minggu lalu, tiga pria dalam sebuah keluarga di Inggris dipenjarakan karena memaksa seorang laki-laki melakukan pekerjaan berat tanpa bayaran.

Michael Hughes, 46 tahun, dipaksa untuk bekerja pada keluarga tersebut selama lebih dari 20 tahun, melakukan pekerjaan bangunan dan jalan.

"Aku dipaksa tinggal di sebuah gudang taman berukuran 1.2 meter, tanpa pemanas dan air selama dua tahun," kata Michael.

Pada bulan April 2016, seorang pria dikenakan hukuman dua tahun penjara, karena mengurung istrinya sebagai pembantu rumah tangga.

Wanita tersebut disiksa, dipaksa melakukan seluruh pekerjaan rumah, dan tidak diperbolehkan keluar rumah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.