Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Kisah Bekas Budak Seks ISIS Jadi Pejuang Kemanusiaan

Nadia Murad Taha kembali memukau anggota PBB, tentang bagaimana ia bangkit setelah jadi budak seks ISIS.

Liputan6.com, New York - Masih segar dalam ingatan, seorang gadis Yazidi, duduk di hadapan anggota Dewan Keamanan PBB pada akhir tahun lalu. Saat itu, ia memohon sambil menangis agar PBB menghancurkan ISIS.

Gadis itu bukan sembarang gadis Yazidi. Ia adalah Nadia Murad Taha, pengentas budak seks ISIS. Nadia diculik oleh kelompok teroris itu pada Agustus 2014.

"Selama perjalanan, mereka telah berbuat tak senonoh kepada kami. Mempermalukan kami. Menyentuh dan berlaku kasar pada kami," kata Nadia seperti dilansir dari The Telegraph, pada Desember 2015.

"Mereka membawa kami ke Mosul besama 150 keluarga Yazidi lainnya. Di sebuah gedung, aku bertemu ribuan keluarga Yazidi dan anak-anak. Mereka diperlakukan layaknya barang, dijadikan alat tukar," ungkap Nadia di depan 15 anggota DK PBB.

Pada Rabu, 16 Maret 2016, Nadia kembali hadir di depan anggota DK PBB. Kali ini perempuan 22 tahun berbicara di depan panel tentang kekerasan seksual dalam konflik. Penuturannya memukau anggota yang hadir. 

Kedatangannya ke markas PBB disponsori oleh Misi Prancis di dalam rangkaian acara tahunan Komisi Status Perempuan.

"Saya senang saya bisa berbicara dalam acara penting ini serta menjadi pembela perempuan dan manusia," kata Nadia kepada Newsweek, pada 19 Maret 2016.

Saat Nadia diculik dari desanya di utara Irak, ia melihat 300 orang tewas dalam waktu 1 jam. Termasuk 6 saudara laki-lakinya dan sang ibu. ISIS lah pelakunya. Mereka percaya warga Yazidi adalah penyembah setan.

Nadia berhasil kabur setelah jadi budak seks bersama wanita dan anak perempuan Yazidi lainnya. Ia kini tinggal di Stuttgart, Jerman bersama saudara perempuannya yang tersisa.

Pada Desember 2014, ISIS merilis pamflet berisi berhubungan seks dengan anak-anak dibolehkan. Hal yang sama dengan memerkosa, dan 'tukar menukar' perempuan, serta menjadikan mereka budak seks.

Kisah Bekas Budak Seks ISIS yang Jadi Pembela Kemanusiaan (Reuters)

Sementara, menurut Zainab Hawa Bangura, utusan sekretaris PBB untuk urusan kekerasan seks dalam konflik mengatakan, perempuan adalah korban yang paling terdampak dalam setiap peperangan, dan jarang dianggap korban dari konflik.

"Ini yang mau kita ubah. Komunitas internasional harus paham bahwa kita tak bisa berbicara kontraterorisme tanpa melibatkan, melindungi dan memperkuat wanita," kata Bangura. Ia menambahkan ISIS telah mendapatkan keuntungan sekitar US$ 35 juta hingga US$45 juta dari penjualan perempuan.

Pernyataan Bangura diamini oleh Nadia. Di depan panel PBB, setiap hari ia 'digilir' oleh lebih dari 10 orang pria ISIS. Sementara, perempuan dan anak-anak dipaksa berhubungan seks dengan lebih dari 20 hingga 30 pria.

"Mereka menukar kami, memberi kami layaknya barang kepada anggota ISIS lainnya tiap jam! Bahkan nyari setiap hari," ungkap Nadia.

ISIS Lakukan Genosida

Kurang dalam 24 jam setelah kehadiran Nadia di PBB, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry mengatakan ISIS telah melakukan genosida terhadap Yazidi, Kristen dan Syiah di Suriah dan Irak.

Tulang belulang terlihat di sebuah kuburan massal yang diduga lokasi makam anggota Yazidi Irak di pinggiran kota Sinjar, 30 November 2015. Pasukan Kurdi menemukan kuburan ini usai berhasil merebut kembali kota Irak dari militan ISIS. (Reuters/Ari Jalal)

Deklarasi genosida ini datang setelah berbulan-bulan kemudian.

Minggu lalu, laporan New York Times menuliskan, anggota ISIS menggunakan alat kontrasepsi untuk mengontrol wanita dan anak perempuan yang jadi budak seks. Untuk memastikan mereka tidak hamil. Menurut Times, hanya 5 persen perempuan yang ditahan berbadan dua.

Nadia membenarkan laporan itu kerena ia dan perempuan lainnya dipaksa untuk menelan pil pengontrol kehamilan oleh para anggota ISIS.

Setelah menghabiskan waktu menyampaikan pesan kepada anggota PBB dan pemimpin dunia, Nadia dinominasikan peraih Nobel Prize oleh pemerintah Irak.

Setelah berbicara di depan PBB, Nadia 'diserbu' perempuan yang ingin berpose dengannya.

"Mereka menjadikan kekuatanku. Berkisah berulang kali tentang kekejaman ISIS juga membuat saya berharap kami ditolong," lanjut Nadia.

Masih ada 3.000 wanita dan anak perempuan yang masih dalam tahanan ISIS dan dijualbelikan oleh mereka. Pekerjaan Nadia belum usai.

"Saya akan terus berjuang, karena kami semua tak bakal punya masa depan selama ISIS masih ada," tutup Nadia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini