Sukses

'Pembunuh Wangi' Ini Berkeliaran di Sekitar Kita

Pembunuh itu meminta konsumennya menutup jendela, tidak hanya wangi, tapi racun juga tersedot.

Liputan6.com, London - Polusi udara penyebab kematian ternyata tak hanya terjadi di kawasan industri. Namun juga di dalam rumah. Bagaimana bisa?

Tak disangka, pengharum ruangan seperti lilin wangi dan minyak panas penyebar bau segar yang biasa diletakkan di rumah ternyata adalah salah satu sumber polusi udara. Hal itu diklaim oleh periset.

Peringatan perihal berbahayanya bahan wewangian tersebut digelontorkan oleh studi bersama dari Royal Collage of Physicians dan Royal Collage of Paediatrics and Child Health.

Bahaya polusi di jalanan dari knalpot mobil merupakan hal yang dimengerti. Namun banyak orang tak peduli akan bahaya dalam rumah mereka sendiri.

Pembakaran--baik itu manual dengan korek api maupun dengan listrik--wewangian itu meminta konsumennya untuk menutup jendela. Saat itulah, tak hanya bau harum yang terperangkap dalam ruangan, tetapi juga racun.

'Pembunuh Wangi' Ini Berkeliaran di Sekitar Kita. Ilustrasi lilin wangi (Reuters)

Laporan studi bertajuk 'Every Breath We Take' itu memperingati setidaknya kematian 40.000 jiwa setahun di Inggris, yang bisa jadi terkait dengan polusi udara di dalam maupun di luar rumah.

"Polusi udara di dalam ruangan mengakibatkan atau berkontribusi pada 99.000 kematian dalam satu tahun di Eropa," demikian petikan laporan itu seperti dilansir dari Daily Mail, Senin (22/2/2016).

'Pembunuh' itu bisa jadi berasal dari produk-produk dapur, kerusakan alat masak, tungku pemanas manual, obat nyamuk semprot, pengharum ruangan, deodoran semprot, serta produk pembersih rumah tangga lainnya.

Penyemprot udara untuk keperluan rumah tangga biasanya menggunakan zat kimia yang lazim disebut Volatile Organic Compounds (VOCs). Zat itu biasanya berbentuk padat dan cair, tapi saat disemprot bisa menguap ke udara.

Riset terbaru di York, Inggris menemukan kadar tinggi VOC yang disebut limonene, yang biasa dipakai untuk penyegar ruangan dan lilin harum yang memiliki wangi lemon sitrun.

Ternyata, zat itu sangat berbahaya jika dihirup dan bisa menjadi zat formalydehyde -- sebuah karsinogen yang bisa mengakibatkan luka bakar di mata, kulit dan bisa menyebabkan batuk menahun bahkan bisa kanker hidung dan tenggorokan jika tercampur dengan elemen lainnya.

Material berbahaya lainnya yang ditemukan di rumah seperti pengusir nyamuk dan serangga, pembersih bahan kulit dan racun tikus juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Laporan itu memperingati bahayanya peralatan itu bagi anak-anak dan orang tua yang sensitif terhadap polusi udara juga terhadap mereka yang tidak.

"Janin juga bisa terdampak akibat polusi udara dari bahan-bahan itu. Mereka bisa mengalami kegagalan ginjal dan paru, bahkan keguguran. Jika selamat, berisiko stroke di usia muda dan gagal jantung. Racun itu juga terkait dengan asma, diabetes, dementia, obesitas dan kanker dalam populasi yang lebih luas," ungkap laporan itu lagi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Polusi Udara di Luar Ruangan Paling Mematikan

Selain itu, periset mengatakan polusi udara luar ruangan juga paling banyak mengancam anak-anak di Inggris. Hal itu disebabkan banyaknya sekolah yang terletak di jalanan utama, di mana kendaraan lalu lalang.

Royal College of Physicians (RCP) meminta pemerintah lokal untuk menutup mengalihkan jalan, terutama di sekitar perumahan dan sekolah di mana level pencemarannya tinggi.

'Pembunuh Wangi' Ini Berkeliaran di Sekitar Kita. Ilustrasi anak sekolah di Inggris (Reuters)

"Ini waktunya bertindak, karena polusi udara memberikan dampak panjang bagi kesehatan manusia," kata Profesor Stephen Holgate, pemimpin riset.

Hal itu dibenarkan oleh penulis laporan Dr Andrew Goddard yang mengatakan bahwa banyak anak dan warga Inggris mengalami kesehatan kronis yang terjadi akibat polusi udara.

Sementara itu, periset lain mengatakan bahwa polusi udara ada hubungannya dengan rendahnya IQ pada anak-anak.

Dalam laporan tersebut, mereka mempelajari 3.000 siswa anak sekolah berusia 7 - 9 tahun di 40 sekolah.

Mereka menemukan anak-anak di area tingginya polusi udara lebih lambat mengerjakan soal-soal, dan paling sering membuat kesalahan dibanding mereka yang tidak terpapar polusi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini