Sukses

Inikah Leluhur Kupu-kupu Masa Kini?

Hewan terbang purba ini, dalam banyak hal, serupa dengan kupu-kupu masa kini.

Liputan6.com, Washington, DC - Seekor hewan besar mirip kupu-kupu yang dikenal dengan nama Kalligrammatid telah punah 120 juta tahun lamanya. Hewan ini dulunya terbang di hutan-hutan pakis dan palem purba di masa Mesozoik.

Namun demikian, dikutip dari phys.org pada Jumat (5/2/2016), para ilmuwan di National Museum of Natural History  mengungkapkan bahwa hewan terbang purba itu dalam banyak hal serupa dengan kupu-kupu masa kini.

Melalui telaah taksonomi, anatomi dan geokimia, para ilmuwan di bawah pimpinan Conrad Labandeira mengungkapkan bahwa Kalligrammatid diduga menjadi penyemai penting selama pertengahan masa Mesozoik menggunakan bagian-bagian mulut yang sangat serupa dengan struktur ‘belalai’ kupu-kupu masa kini.

Bukan hanya itu, sayap hewan purba itu juga memiliki pola titik mata yang mirip dengan pola yang ada di kupu-kupu sekarang. Pola titik mata itu membantu menipu pemangsa.

Pada 3 Februari lalu, Labandeira melaporkannya dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B. Temuan itu merupakan contoh jelas adanya evolusi konvergen antara dua garis keturunan yang tidak berhubungan, di mana dua kelompok organisme memunculkan ciri-ciri yang sama dalam menanggapi hal-hal yang serupa di lingkungan mereka.

Para ahli biologi purba telah mengetahui dalam 100 terakhir ini bahwa hewan bersayap Kalligrammatid itu hidup di Eurasia selama masa Mesozoik, namun tetap samar hingga adanya temuan suatu fosil terawetkan di timur laut Tiongkok.

Karena sedikitnya paparan pada oksigen di daerah itu selama pertengahan Jurrasic hingga masa awal Cretaceous, fosil awet itu masih memiliki sebagian besar struktur aslinya.

Labandeira memulai analisisnya dengan membuat gambar contoh menggunakan kamera berpendar. Alat proyeksi itu memungkinkan seniman melacak bagian-bagian halus seperti kepala dan bagian-bagian mulut serangga sambil melihatnya menggunakan mikroskop.

Hasilnya? Mulut hewan itu seperti pipa sedotan panjang yang digunakan untuk menyedot cairan dari struktur pembiakan biji terbuka (gimnosperma) pada tanaman.

Menyedot Panganan yang 'Sejenis'

Dugaan tersebut diperkuat dengan analisa bahan yang ada di dalam ‘sedotan’ salah satu fosil yang ternyata hanya mengandung karbon. Jika menghisap darah, tentunya ampas di sedotan itu mengandung zat besi.

Walaupun ‘sedotan’ hewan itu mirip dengan kupu-kupu sekarang, tidak ada bunga penghasil madu di masa Mesozoik.

Ahli tanaman purba Indiana University bernama David Dilcher yang merupakan anggota tim mengatakan bahwa sebagaimana serangga-serangga Mesozoik lainnya, Kalligrammatids diduga memakan butiran-butiran serbuk bergula yang dihasilkan oleh tanaman berbiji sekaligus memindahkan serbuk antara bagian-bagian tanaman jantan dan betina.

Ada kelompok tanaman bercorong bennettitalean yang sudah punah dan diduga menjadi sumber utama pangan Kalligrammatids. Namun demikian, perbedaan bentuk ‘sedotan’ pada fosil-fosil mengarah kepada dugaan adanya lebih banyak lagi tanaman sumber pangan serangga itu.

Pengamatan yang teliti mengungkapkan adanya sisik-sisik pada sayap dan bagian mulut, mirip dengan kupu-kupu modern. Sisik-sisik itu diduga mengandung pigmen yang memberi warna-warni cemerlang.

Berdasarkan keserupaan antara pola sayap dan sejumlah kupu-kupu warna-warni masa kini, Labandeira mengatakan bahwa Kalligrammatids mungkin berhiaskan warna merah atau oranye.

Serangga purba bersayap tipis ini berkerabat dekat sekali dengan kupu-kupu modern. (Sumber Jorge Santiago-Blay via Smithsonian)

Temuan itu menggugah tim untuk memeriksa susunan kimiawi sejumlah bagian sayap-sayap Kalligrammatid, terutama bagian pola titik mata.

Pada kupu-kupu modern, pusat warna gelap titik itu dibentuk oleh kandungan pigmen melanin. Analisa kimia secara peka menunjukkan bahwa Kalligrammatids juga memiliki titik mata dengan kandungan melanin.

“Hal ini membuat kami berkesimpulan bahwa dua kelompok serangga ini berbagi progam genetik yang sama untuk menghasilkan titik mata pada sayap. Leluhur bersama yang paling akhir bagi serangga-serangga itu hidup sekitar 320 juta tahun lalu, di masa Paleozoik. Jadi kami menduga bahwa inilah mekanisme perkembangan yang berlangsung sejak permulaan serangga bersayap.”

Temuan tim ini menegaskan dua cara di mana hubungan tanaman induk semang dan spesies penyemainya menggiring evolusi, kata Dilcher.

“Dalam hal ini, ada evolusi bersama antara tanaman-tanaman dan hewan-hewan karena perilaku santap menyantap mereka, dan kita melihat evolusi bersama hewan bersayap tipis dengan pemangsa-pemangsa mereka. Inilah jejaring kehidupan yang semakin ruwet.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini