Sukses

Disensor, Headline Koran International di Thailand Dicetak Putih

Dicurigai junta berperan melakukan self-censorship terhadap artikel yang dianggap tak sesuai.

Liputan6.com, Bangkok - Terbitan internasional New York Times menyalahkan percetakan lokal di Thailand karena telah memindahkan artikel utama tentang kondisi ekonomi negara itu dengan halaman kosong. Rupanya, self-cencorship tengah melanda salah satu negara di Asia yang kini dipimpin junta militer. Pada

September lalu, percetakan koran yang sama juga menghentikan publkasi atas sebuah artikel yang menuliskan tentang raja.

Pada artikel yang terbit pada hari ini, Selasa (1/12/2015), seharusnya bertajuk 'Thai Economy and spirits are sagging'. Isi tulisan itu berkisar tentang bahwa di negara Asia, rumah tangga Thailand paling banyak berutang. Perampokan dan kriminalitas di perumahan meningkat hingga 60% pada tahun ini, sementara pemimpin militer enggan mengembalikan kekuatanya kembali ke para politisi.

Artikel itu juga memawancarai pedagang buah yang mengatakan, "Tidak ada seorangpun yang tersenyum lagi."

"Artikel di ruang ini telah dihapus oleh percetakan kami di Thailand. International New York Times dan para staf editorial tidak ada hubungannya dengan penghapusan itu," tulis sebuah pesan di halaman depan dan halaman 6, seperti dilansir dari The Guardian, (1/12/2015)

Percetakan Eastern Printing PCL tidak berkomentar mengapa koran tersebut hanya berhalaman putih saja.

Di edisi pada 22 September lalu, International New York Times tidak mempublikasikan halaman Asia mereka yang menuliskan tentang turunnya kesehatan Raja Bhumibol. Raja paling tua memegang tahkta.

Apapun cerita atau artikel yang 'menyerempet' politik akan diinterupsi oleh militer. Di Thailand, hukum lese majeste membuat kritikan bisa menjadi tindak kriminal. Apalagi jika itu mengenai keluarga raja. 15 Tahun penjara jaminannya.

Pada artikel yang tercetak putih itu, memang ada ulasan tentang kesehatan raja. Namun, mereka lebih berfokus atas semangat negara itu yang mengendur akibat dipimpin oleh pemimpin yang bukan pilihan rakyat.

Sebenarnya, banyak wartawan yang telah melakukan sensor sendiri saat meliput kehidupan monarki. Namun, junta semakin menancapkan kukunya atas kritik apapun dengan menahan wartawan, akademisi, dan politisi.

Banyak yang ditahan untuk 'mengubah perilaku', sebuah program detensi dengan ratusan pertanyaan berulang tiap harinya.

"Progam ini buat mereka yang berkomentar sehingga menyebabkan perpecahan bangsa, punya maksud buruk terhadap pemerintah, kritik kami padahal tidak, dan menyalahkan pemerintah yang sedang membangun negara ini," kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Bulan lalu, ia juga mengatakan bahwa junta tak menjamin keselamantan para dosen universitas yang mengkritik militer.

"Kalau mereka mau kritik, terserah. Tidak takut dengan hukum, juga terserah. Tapi jangan salahkan kami kalau ada pistol di dahi dan granat di muka mereka," tambahnya.

International New York Times endiri juga memutuskan bakal menghentikan operasionalnya pada akhir tahun ini dengan alasan biaya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini