Sukses

Inspirasi Haru dari Guru Kelas Kebutuhan Khusus

Seorang guru yang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus memulai kelasnya dengan memuji dan menyemangati para murid-muridnya.

Liputan6.com, Jacksonville - Ketika hari sekolah lazimnya dimulai dengan sejumlah hal rutin seperti pengumuman dan agenda harian, guru kelas berkebutuhan khusus dari Florida ini memulainya dengan cara yang tidak biasa.

Dikutip dari ABC News pada Kamis (19/11/2015), Chris Ulmer memulai 10 menit pertama di kelasnya dengan cara memberikan pujian dan penghargaan kepada para murid yang berkebutuhan khusus.

Dalam laman Facebook miliknya yang telah dibagikan lebih dari 8000 kali sejak diunggah pada Minggu lalu, sang guru meluangkan waktu untuk menyemangati setiap anak, satu per satu, dari keseluruhan 8 muridnya di kelas kebutuhan khusus di Mainspring Academy di kota Jacksonville, Florida.

“Aku senang sekali kalian ada di kelasku. Menurutku kalian lucu. Kalian pemain bola yang hebat. Semua di sini mencintaimu,” katanya kepada murid-murid selagi mereka bergiliran berdiri di depan kelas menghadap Ulmer.

Ulmer mengatakan bahwa ia mengunggah video itu dengan seijin para orangtua murid hampir setiap hari. Namun demikian, yang satu ini, yang “aku edit selama sekitar 10 menit” telah menggaung di masyarakat.

“Aku tidak terlalu memikirkan tentang ini ketika mengunggahnya. Memang inilah tugas yang kami kerjakan di sini.”

Laman Facebook sang guru -- Special Books by Special Kids -- diciptakan karena ia sebelumnya telah berupaya tanpa hasil untuk menerbitka buku tentang murid-muridnya.

“Aku telah menerima 50 kali penolakan yang kutempelkan di kulkas untuk terus menjadi motivasiku,” ujarnya. Buku ini berkisar pada kisah setiap anak di dalam kelasnya dan sebagaimana dikisahkan bersama-sama oleh sang anak, orangtuanya, dan dari sudut pandang Ulmer sebagai guru mereka.

Ia telah bersama dengan anak-anak itu selama 3 tahun dan mengatakan mereka, “telah menjelma menjadi satu keluarga. Kami memperoleh pengertian yang datang berjalan seiring dengan waktu yang secara alamiah tidak bisa diperoleh.”

Di tahun pertama ia mengajar, ujarnya, setiap hari ada temanya, semisal “Monday Funday” dan “Toast Tuesday” sebagai mulainya kebiasaan penghargaan itu. “Aku perhatikan bahwa anak-anak selalu termotivasi, lebih gembira, dan berperilaku lebih baik setiap Selasa. Jadi kami mulai melakukannya setiap hari.”

Ulmer mengatakan bahwa telah terjadi perubahan besar dalam diri murid-muridnya, yang mendapatkan berbagai diagnosa mulai dari autisme, cacat otak traumatis, kesulitan bicara, hingga ketiadaan saluran penghubung belahan otak (corpus callosum).

“Mereka semua berasal dari lingkungan yang terpisahkan (dari para siswa pendidikan umum). Mereka sekarang turut serta dalam kegiatan sekolah, menari di hadapan ratusan anak lain dan bahkan dalam klub debat.”

Ulmer setuju bahwa hal-hal akademis memang penting, tapi menurutnya lebih penting adalah membalik keruntuhan psikologis yang dialami karena merasa diperlakukan sebagai kaum tersisih.

Dan jika ada penerbit yang tertarik, Ulmer tetap bertekad mengisahkan cerita-cerita para muridnya di media sosial untuk mencerahkan masyarakat tentang bagaimana kehidupannya.

“Setiap orang ada sisi anehnya. Dan itu adalah hal yang baik. Kita telah membiarkan ketidakpedulian. Sesungguhnya tidak ada dalih untuk kekurangan empati.”

Berikut ini sejumlah kutipan dari video unggahannya:

Setiap pagi aku meluangkan 10 menit untuk memberi penghargaan kepada murid-murid dalam kelas berkebutuhan khusus.

Aku telah melihat rasa percaya diri dan nilai diri mereka meningkat pesat.

Setiap anak layak untuk merasa diterima sebagaimana adanya.

Daripada fokus pada kekurangan-kekurangan, aku fokus pada bakat.

Daripada bicara soal perdamaian, kasih, dan keselarasan, aku menunjukkan perdamaian, kasih, dan keselarasan.

Kenyataan kehidupan seorang anak dibentuk dari pengalaman awal kehidupannya.

Jika mereka memiliki guru yang bengis dan sumpek, maka mereka mengira dunia ini bengis dan sumpek.

Tapi jika seorang guru menunjukkan kasih, keselarasan, dan perdamaian...itulah yang menjadi norma bagi mereka.

Setelah berlatih selama beberapa minggu, para muridku mulai saling menyemangati satu sama lain secara konsisten.

Mereka saling memuji prestasi teman-temannya seakan prestasi mereke juga.

Mereka tidak saling menghina dan terus aktif menolong satu sama lain.

Kebencian adalah sesuatu yang diajarkan. Kasih itu alamiah.

Murid-muridku telah belajar untuk menatap mataku dan mulai menghargai upaya ini.

Terima kasih, Ulmer. (Alx/Rcy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.