Sukses

Jaringan TV Ini Akan Baca Pikiran Pemirsanya, Seru atau Ngeri?

Demi mencari tahu iklan atau pertunjukan apa yang disukai pemirsanya, jaringan TV rela melakukan usaha membaca pikiran.

Liputan6.com, New York City- Jaringan televisi di Amerika Serikat mencoba taktik baru untuk menarik minat dan meningkatkan rating pemirsanya dengan mencari tahu pertunjukan atau iklan apa yang paling disukai. Bukan dengan survei atau kuisioner, melainkan: membaca pikiran.

Comcast Corps NBCUniversal dan Viacom Inc sedang membuka laboratiorum di mana mereka bisa mempelajari para penontonnya. Lab didesain seperti ruang keluarga dilengkapi dengan sinar inframerah untuk melacak gerakan biometrik seperti gerakan mata, reaksi otot muka, sensor kulit dan alat monitor jantung.

Laboratorium milik Viacom yang berdiri di New York akan dilengkapi electroencephalograms (EEGs) untuk memonitor gelombang otak ketika menonton. Perusahan rating, Nielsen Holding akan berperan untuk memetakan gerakan muka dan biometrik tersebut.

Selama ini jaringan TV selalu mencari tahu kesukaan pemirsanya lewat kegiatan klasik seperti survei dan telepon. Dengan cara baru lewat biometrik, pertanyaan-pertanyaan tidak lagi diperlukan. Cukup dari respons fisik aja.

"Yang jadi kendala saat melakukan survei adalah ketika kita bertanya pada sesorang, mereka terkadang terlalu mikir atau bahkan berpikir berlebihan," kata Alan Wurtzel, presiden riset dan perkembangan media dari NBCU, seperti dilansir Reuters, Rabu (4/11/2015). "Jawaban yang paling mendekati adalah dalam otak Anda," ujarnya lagi.

Percobaan seperti itu pada dasarnya pernah dilakukan tahun lalu pada sebuah iklan. Namun, untuk TV baru kali ini akan dilakukan.

Masalahnya, biaya diperkirakan dua kali harga survei manual, dan kemungkinan tidak akan menaikkan penjualan. 

"Masalahnya, kita bisa tahu bahwa iklan atau acara itu bagus dari reaksi fisik mereka, seperti mata membelak, tersenyum dan detak jantung lebih cepat. Tapi belum tentu mereka akan membeli produk," kata Beth Rockwood dari Discovery Communication yang meneliti tentang konsumerisme dalam iklan.

Demikian pula dengan acara TV, bisa jadi mata mereka tertarik, tapi otak mereka mengatakan tidak.

"Permasalahannya, kendati gerak mata menjadi patokan dia tertarik, otak belum tentu memerintahkan untuk membeli atau menonton lebih lanjut, atau terikat pada acara TV itu," kata Dr Carl Marci, kepala Neurosains dari Nielsen Consumer Neuroscience.

"Perlu diingat, kendali emosi ada di otak, bukan di fisik, seperti gerak mata, atau respons kulit," ujarnya lagi. (Rie/Rcy)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini