Sukses

Kisah Haru Wanita yang 'Terkunci' dalam Tubuhnya Sendiri

Tanya tidak bisa bergerak ataupun bicara, namun ia dalam keadaan sadar sepenuhnya. Suaminya, Mike, masih mencintainya seperti dulu.

Liputan6.com, Adelaide - Duduk berseberangan dengan suaminya, Tanya Carter menggerakkan matanya perlahan. Sinyal bahwa ia sedang mengeja huruf “I”.
Dengan bantuan papan alfabet khusus, Tanya melanjutkan usahanya. Ia berhasil mengeja huruf ‘L’, ‘O’, ‘V’, ‘E’, hingga selesai membentuk kalimat “I love you” – aku mencintaimu.

Kata-kata ini sangat mudah dilontarkan bagi mereka dengan anggota tubuh yang sehat dan berfungsi tanpa gangguan. Namun bagi Tanya yang tidak bisa bergerak, bicara, bahkan makan, proses itu panjang dan menyakitkan.

Satu tahun yang lalu, Tanya merupakan wanita usia 40-an yang aktif dan sehat. Ia menikah dengan cinta sejatinya, Mike Smith.

Pada 13 Agustus 2014, dunianya hancur.

Ini bermula saat Tanya yang saat itu berusia 44 tahun pergi ke dokter. Ia akan menjalani operasi amandel karena terganggu oleh batuk yang terus menerus. Namun, tanpa ia ketahui, ternyata Tanya alergi zat anastetik, dan langsung terserang stroke. Sekujur tubuhnya lumpuh mendadak.

Tanya dilarikan ke ICU dan diinapkan selama beberapa minggu, dengan harapan tubuhnya akan membaik.

Ia pun tersadar. Otaknya kembali berfungsi seperti sebelum ia menghirup zat obat bius, namun, tubuhnya tidak demikian. Tanya terbangun dan menemukan dirinya mengalami Locked-In Syndrome --Sindrom Terkunci.

Artinya, tubuh Tanya lumpuh seluruhnya, dan ia hanya bisa menggerakkan bola matanya secara terbatas.

“Dari situlah asal kata ‘terkunci’ . Pikiran Anda tetap sama, namun Anda seakan terkunci dalam tubuh sendiri, dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengatasinya,” tutur Mike Smith sang suami pada Adelaide Now.

Saat masih sehat, Tanya wanita yang aktif. (foto: Adelaide Now)

Hari terakhir Tanya bicara dan bergerak masih tergambar jelas di pikiran Mike selayaknya baru kemarin terjadi. Dimulai dari sang istri memberitahunya untuk “pergi bekerja” sementara dokter mempersiapkan operasinya.

“Para dokter mengatakan akan menelponku sore hari, namun bukan telepon yang kuharapkan,” ujarnya.

“Saat itu, kami tidak merasa ia ada dalam ruangan, karena ia masih dibius. aku rasa ia tidak bangun selama berminggu-minggu.”

“Namun,  dalam dua minggu mereka  menyadari ia terkena Sindrom Terkunci. Saat kami sudah sepakat ia menggerakan matanya ke atas untuk mensinyalkan ‘ya’, dan melihat ke bawah untuk mensinyalkan ‘tidak’, kami mulai bisa berkomunikasi.”

Dokter kemudian menjelaskan pada Mike bahwa istrinya terkena stroke karena reaksi alergi pada zat obat bius. Stroke itu mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah di tubuhnya. Jika tidak ada lubang kecil di antara ventrikel kanan dan kiri di jantungnya, penyumbatan itu tidak akan berakhir di otaknya. Yang kini mengakibatkan kondisi tersebut.

Tanya menghabiskan 11 bulan berikutnya di Pusat Kesehatan Flinders, sebelum dipindahkan ke Rumah Barton di Adelaide Utara bulan Agustus 2015 lalu. Tempat ini merupakan unit spesialis di mana enam penduduk yang mengidap disabilitas akibat cedera otak menghabiskan waktunya.

Pasangan ini tetap bertahan setelah menerima berita tersebut.

“Aku tak bisa membayangkan, betapa frustrasi dirinya,” ungkap Mike. “Aku tidak merasakan yang ia rasakan. Aku nyaris tak bertahan.”

Kehidupan mereka berdua berubah. Tanya kini membutuhkan bantuan dari setidaknya tiga orang untuk bangun dari tempat tidur dan mandi setiap harinya.

“Ia makan dari tube lima kali sehari. Ada obat-obatan yang harus diminumnya, yang diberi dari staf terapi. Sistem pernafasannya terganggu, sehingga banyak zat sekresi dari mulutnya masuk ke paru-paru dan harus dikeluarkan setiap satu jam atau satu setengah jam.”

Sebelumnya, mereka hidup penuh petualangan dan kasih sayang. Mereka adalah pasangan dengan rasa hormat yang besar terhadap satu sama lain. Mike memanggil Tanya 'soulmate' sejatinya. 

Cinta Berawal dari Ajakan Berkemah

Saat itu tahun 1999. Tanya menjawab iklan yang Mike pasang di internet. Ia mencari partner panjat tebing. 

"Kami berdua sungguh aktif, menyukai kegiatan luar ruangan dan menikmati kemping di tengah salju di Colorado di musim dingin yang sunyi, tempat ini serasa milik berdua. Sungguh romantis,” tutur Mike di tengah airmatanya.

Merasa jodoh, mereka  menikah pada 11 Agustus 2000 secara dadakan di Las Vegas. Beberapa tahun kemudian, mereka pindah Sydney.

Belum setahun, mereka pindah lagi ke Adelaide untuk memulai hidup baru. Salah satu kegiatan favorit mereka bersama adalah berkemah di tengah salju Colorado saat musim dingin.

Tanya, yang bekerja di Granada Hills, California, bertemu Mike di Coulder, Colorado  di mana ia bekerja di perusahaan teknologi raksasa IBM.

“Selepas kerja di hari Jumat, aku mengendara mobil ke Clovelly Park, dan kami bertemu di Central Market. Kami pergi ke food hall makanan Asia, dan minum anggur putih dan hanya saling berbicara selama berjam-jam," kenang Smith.

“Kami jarang bicara sebanyak dan seintim saat itu. Meski saat itu kami ada di tengah keramaian suara percakan yang bersahut-sahutan. Kami seringkali menjadi orang yang pertama datang dan terakhir pergi."

Tanya dan Mike merupakan pasangan yang mencintai petualangan alam liar. (foto: Adelaide Now)

 

Hari ini, mereka saling berbincang, walau dengan cara berbeda. Dengan papan komunikasi, hari ini Tanya berhasil mengeja beberapa kalimat.

“Salah satu kata-kata yang ia eja adalah ‘bolehkan kita memperbarui (sumpah pernikahan)’ dan ‘aku mencintaimu’.

Mike tidak putus asa, ia percaya dan terus mengingatkan dirinya bahwa keajaiban selalu ada.

“Lebih muda usia Anda, lebih besar kesempatan sembuh. Dokter mengatakan Tanya bisa memiliki kesempatan sembuh di bulan pertama setelah stroke pertama. Namun selanjutnya, pada bulan-bulan berikutnya kesempatannya berkurang setengahnya. Bulan-bulan berikutnya, semakin cepat berkurangnya.”

Lebih dari satu tahun kemudian, kondisinya tidak juga meningkat.

Mike mengungkapkan, keadaan istrinya ini merupakan pengingat bahwa ini bisa terjadi pada siapapun.

“Ia merupakan seseorang yang selalu sehat dan di jalan yang lurus, tiba-tiba saat ia harus berbelok, hidupnya hancur,” ujarnya.

“Tidak mungkin Anda bisa mempersiapkan diri untuk ini.”

Kondisi langka ini pernah diceritakan dalam bentuk novel berjudul The Diving Bell and the Butterfly, sebuah memoir yang ditulis oleh jurnalis dari Prancis Dominique Bauby, menceritakan hidupnya saat ia menderita Sindrom Terkunci ini. Novel ini kemudian diangkat ke layar lebar pada tahun 2007 dan memenangkan Academy Award di mana artis Julian Schnabel memenangkan Golden Globe sebagai Direktur terbaik. 

Sindrom Terkunci merusak bagian dari stem otak yang mengakibatkan kelumpuhan pada otot di tubuh maupun wajah. Orang-orang yang hidup dalam kondisi ini ada dalam keadaan sadar sepenuhnya, namun tidak mampu bergerak atau bicara.

Ada tiga tingkat keparahan kondisi –lengkap, klasik, dan total. Pengidap kasus yang terparah bahkan tidak bisa menggerakkan mata. Belum ada obat untuk kasus ini, dan setiap kasus berbeda-beda. Namun, di seluruh dunia ada kasus di mana pengidapnya sembuh. (Ndy/Rie)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini