Sukses

Negara Terburuk untuk Pekerja

Peringkat tersebut dimulai dengan skor 1 sebagai negara terbaik sampai 5 sebagai negara terburuk.

Liputan6.com, Washington - Ternyata, negar-negara maju belum tentu memperlakukan para pekerja sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal itu diungkap Konfederasi Internasional Serikat Buruh (ITUC), sebuah aliansi konfederasi perdagangan regional yang melakukan advokasi untuk hak-hak buruh di seluruh dunia.

Organisasi itu mengelontorkan debutnya Global Rights Index pekan ini. Terkait peringkat negara-negara yang paling baik melindungi hak-hak pekerja.

Seperti dilansir dari Washington Post, Rabu (21/5/2014), peringkat tersebut dimulai dengan skor 1 sebagai negara terbaik sampai 5 sebagai negara terburuk.

Organisasi itu menggunakan 97 indikator berbeda untuk mengkompilasi indeks, yang berfokus di sekitar kemampuan pekerja untuk bergabung dengan serikat, memenangkan hak perundingan bersama dan memiliki akses ke proses hukum dan perlindungan hukum.

Laporan itu juga mengevaluasi hak-hak buruh di 139 negara -- menjelaskan warna abu-abu pada peta.

Negara-negara yang digambarkan dalam warna bernuansa lebih gelap dari merah, adalah mereka yang paling sedikit menghormati atau melindungi pekerja sesuai dengan norma-norma internasional.

Negara besar seperti India dan China bahkan secara tidak merata tercatat menerapkan standar tenaga kerja yang buruk. Menempatkan mereka pada peringkat 5.

Sementara untuk negara-negara yang dilanda konflik seperti di Republik Afrika Tengah, Libya atau Suriah, ITUC melabel mereka lebih buruk dengan skor 5 +.

Dalam survei keseluruhan laporan tentang keadaan tenaga kerja di dunia, ITUC menemukan berikut:

Dalam 12 bulan terakhir saja, pemerintah setidaknya telah menangkap atau memenjarakan pekerja dari 35 negara sebagai taktik untuk menolak tuntutan untuk hak-hak demokratis, upah yang layak , kondisi kerja dan pekerjaan yang lebih aman. Pada 9 negara, pembunuhan dan penghilangan pekerja digunakan sebagai praktik umum dalam rangka mengintimidasi pekerja.

Selain itu, menunjuk pada negara kaya di Teluk Persia, di mana sebagian besar dari tenaga kerja adalah buruh migran, kadang-kadang mereka tak boleh berpindah ke perusahaan atau majikan lain.

Laporan ini juga menguak peringkat AS yang mendapat skor 4, arena terdapat pelanggaran sistematis -- hak tawar-menawar kolektif yang tidak merata di seluruh negara bagian AS dan serikat pekerja jauh lebih lemah daripada beberapa rekan-rekan mereka di Eropa utara.

"Negara-negara seperti Denmark dan Uruguay memimpin melalui undang-undang perburuhan yang kuat, tapi mungkin mengejutkan, orang-orang seperti Yunani, Amerika Serikat dan Hong Kong --yang dianggap lebih maju-- justru tertinggal di belakang," kata Sekretaris Jenderal ITUC Sharan Burrow.

"Tingkat pembangunan suatu negara terbukti menjadi indikator yang buruk, dari hak-hak dasar yang dihormati untuk berunding bersama, menyerang untuk kondisi yang layak, atau hanya bergabung dengan serikat buruh sama sekali," ucap Burrow. (Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini