Sukses

Gambar Menakjubkan Badai Matahari Dahsyat Bidikan NASA

Meski hanya berdurasi beberapa menit, pengamatan menghasilkan kumpulan data suar surya yang paling komprehensif sepanjang masa.

Liputan6.com, Alabama - Badai Matahari (solar storm) sempat jadi momok bagi penduduk Bumi. Sebab, risiko yang bisa ditimbulkannya bisa merepotkan: sejumlah negara bisa menghadapi mati listrik dan hilangnya jaringan komunikasi secara meluas, mengganggu alat navigasi, dan membuat satelit utama buatan manusia berhenti beroperasi. Manusia yang sudah terlanjur tergantung dengan perangkat elektronik bakal repot bukan kepalang.

Untunglah, puncak badai Matahari yang diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2013 --klimaks siklus 11 tahunan badai matahari-- berlalu tanpa menimbulkan marabahaya bagi manusia. Meski demikian Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) terus memantau aktivitas Sang Surya.

Seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, Jumat (9/5/2014), baru-baru ini NASA mengungkap hasil pengamatan jenis yang paling lengkap dan menyeluruh dari suar surya (solar flare) yang pernah tercatat sebelumnya.

Menggunakan beberapa observatorium, NASA mengklaim, itu adalah gambar terbaik yang pernah diambil. Tak hanya itu, informasi yang didapat akan membantu melindungi kita dari efek badai Matahari di masa depan.

Peristiwa besar pada Matahari terjadi pada 29 Maret 2014, namun baru belakangan ini NASA menganalisis data yang mereka peroleh dari 4 teleskop di luar angkasa dan 1 observatorium di Bumi.

Yang luar biasa, pengamatan oleh armada observatorium hanya dimungkinkan ketika mereka menatap satu titik di Matahari dalam waktu bersamaan.

Suar yang diamati adalah suar kelas-X ( X-class), yang terbesar dan memiliki energi tertinggi yang pernah diamati. Secara khusus itu adalah suar X1, yang merupakan intensitas terendah dalam kategori X tetapi secara signifikan lebih kuat daripada mayoritas suar surya.



"Ini adalah data paling komperehensif yang pernah dikumpulkan oleh Heliophysics Systems Observatory NASA," kata Jonathan Cirtain, ilmuwan dalam proyek gabungan AS-Jepang, misi Hinode di Marshall Space Flight Center di Huntsville, Alabama.

"Sejumlah pesawat luar angkasa mengobservasi Matahari secara keseluruhan sepanjang waktu, tetapi 3 dari observatorium tersebut telah berkoordinasi terlebih dahulu untuk fokus pada daerah aktif spesifik."

Teleskop yang terlibat adalah Interface Region Imaging Spectrograph (IRIS), Solar Dynamics Observatory (SDO), Reuven Ramaty High Energy Solar Spectroscopic Imager (Rhess) -- ketiganya milik NASA. Juga ada Hinode milik Badan Antariksa Jepang (JAXA) dan Dunn Solar Telescope, observatorium berbasis Bumi yang Sacramento Peak di New Mexico.

Berbeda dengan pengamatan cuaca antariksa yang melibatkan ribuan sensor dan termometer yang tak terhitung banyaknya, observasi aktivitas Matahari hanya mengandalkan teleskop yang bisa dihitung dengan jari.

Instrumen pada observatorium dikoordinasikan sehingga masing-masing menunjukkan aspek yang berbeda dari suar surya pada ketinggian yang bervariasi dari permukaan Matahari dan pada temperatur yang berbeda. Sehingga dihasilkan gambar tiga dimensi dari apa yang terjadi aktivitas Matahari.

Meski hanya berdurasi beberapa menit, namun menghasilkan kumpulan data suar surya yang paling komprehensif sepanjang masa.



Saat ini para ilmuwan sedang bekerja keras mengungkap data lebih rinci tentang kapan suar diawali dan puncaknya - sebuah upaya yang akan mengungkap asal-usul ini ledakan pada Matahari yang selama ini masih jadi misteri.

Penelitian tersebut dapat membantu para ilmuwan lebih memahami apa katalis yang menghasilkan ledakan besar pada Matahari. Untuk mencegah bencana pada masa depan. (Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini