Sukses

Donetsk Ukraina Ngotot Gelar Referendum, Gabung Rusia?

Pemerintah Ukraina tidak akan menerima hasil referendum dan operasi "antiteror" akan dilanjutkan.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok separatis pro-Rusia di Donetsk, Ukraina timur tetap menggelar referendum kemerdekaan pada Minggu 11 Mei 2014, meskipun Presiden Rusia Vladimir Putin meminta ditunda.

Pemimpin kelompok separatis tersebut, Denis Pushilin, mengatakan keputusan untuk menggelar referendum tersebut sudah bulat. "Kami hanya menyuarakan keinginan rakyat dan menerjemahkannya lewat tindakan," ujar Denis, seperti dikutip dari BBC, Jumat (9/5/2014).

Dia menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah dirinya berunding dengan para pendukungnya. Jutaan surat suara telah dipersiapkan untuk referendum.

"Apakah Anda mendukung pernyataan kedaulatan merdeka Republik Rakyat Donetsk?" tanya Denis.

Sementara pihak Kremlin Rusia mengatakan, perlu waktu untuk menentukan penggelaran referendum sambil menanti ketegangan sedikit mereda. Putin mendesak dilakukannya penundaan agar tercipta keadaan yang memungkinkan dilakukannya perundingan.

Pemerintah Ukraina mengatakan mereka tidak akan menerima hasil referendum dan operasi "antiteror" akan dilanjutkan.

Perubahan rezim terjadi di Ukraina pada Februari 2014 ketika parlemen negara itu yang didukung oleh gerakan sayap kanan, menyuarakan memecat Presiden Viktor Yanukovych dari kekuasaannya, mengubah konstitusi dan pemilihan presiden yang dijadwalkan 25 Mei.

Sejumlah wilayah timur dan selatan, serta Republik Crimea, menolak untuk mengakui keabsahan pemerintah sementara dan menyerukan referendum mengenai status wilayah mereka di dalam negeri . Crimea pun akhirnya menggelar referendum dan hasilnya, bergabung ke Rusia.

Unjuk rasa pro-federalisas tidak pernah mereda di kota-kota Ukraina timur, Kharkiv, Donetsk dan Luhansk sejak Maret. Protes-protes juga telah menyebar ke sejumlah kota di wilayah Donetsk.

Sejak awal April, para pengunjuk rasa di kota Donetsk menyita pemerintah gedung-gedung dan menyatakan pembentukan Republik Rakyat Donetsk.

Korespoden BBC di Donetsk, Richard Galpin, melaporkan terjadi peningkatan ketegangan karena muncul kekhawatiran jajak akan semakin memicu ketegangan dan kemungkinan akan mendorong terjadinya perang saudara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.