Sukses

Intervensi Rusia di Ukraina, Obama: Saya Sangat Prihatin

Presiden AS mengatakan sangat prihatin oleh gerakan pasukan Rusia di Crimea.

Liputan6.com, Washington DC - Presiden AS Barack Obama mengeluarkan peringatan terkait intervensi militer Rusia di Ukraina yang saat ini tengah berlangsung, karena ketegangan musuh lama Presiden Vladimir Putin.

"Saya sangat prihatin dengan laporan dari gerakan militer yang diambil alih oleh Federasi Rusia di Ukraina, setelah penggulingan pemimpin Ukraina Viktor Yanukovich," kata Obama seperti dikutip Liputan6.com dari Al Jazeera, Sabtu (1/3/2014).

"AS dengan masyarakat internasional akan mendukung untuk menegaskan akan ada akibat dari setiap intervensi militer di Ukraina," jelas Obama dalam pidato singkatnya di Gedung Putih.

Ketegangan antara kawasan saingan Perang Dingin melonjak setelah ada laporan 2.000 tentara di pangkalan udara militer di dekat Crimea bergolak. Yang pemerintah pusat Ukraina anggap agresi militer.

Gedung-gedung pemerintah, termasuk 2 bandara di wilayah semi-otonom Crimea yang memiliki mayoritas penduduk etnis Rusia pun kemudian terpasang bendera angkatan laut Rusia di atap rumah warga usai aksi penyerangan pria bersenjata pada Kamis 27 Februari malam waktu setempat. Sebagai pertanda pro-Kremlin. 

Kemungkinan Dampak

Menurut wartawan Al Jazeera Rosiland Jordan mengutip pernyatan pejabat Gedung Putih, Obama dan para pemimpin dunia lainnya tengah menelaah kemungkinan dampak. jika  militer Rusia campur tangan di Ukraina, negara pecahan Soviet.

Pilihannya, termasuk melewatkan pertemuan puncak G8 yang rencananya digelar pada musim panas ini di Sochi, Rusia. Serta keterbatasan akes perdagangan dan membuat beberapa transaksi perdagangan tertahan.

"Tidak ada diskusi, sejauh ini respons militer seperti yang diharapkan. Krisis akan diselesaikan melalui kesepakatan dan tidak ada senjata," ungkap Jordan.

Sementara itu, pihak Rusia sendiri membantah melakukan kesalahan terkait penyerangan di Ukraina, sehingga krisis keamanan di negara itu semakin memburuk.

"Anda semua tahu kami memiliki kesepakatan dengan Ukraina dengan kehadiran armada di Laut Hitam dengan basis di Sevastopol. Dan kita memiliki kerangka perjanjian itu," kata Duta Besar Rusia, Vitaly Churkin pada hari Jumat 28 Februari, setelah sidang darurat Dewan Keamanan PBB tertutup membahas pemerintahan baru Kiev terkait perkembangan Crimea.

"Cara terbaik untuk mengatasi krisis adalah dengan melihat pada kesepakatan 21 Februari. Mereka harus melakukan dialog konstitusional dan proses pembentukan konstitusi baru. Mereka perlu untuk menahan diri dari melakukan pemilihan presiden tergesa-gesa, yang kemungkinan besar akan menciptakan lebih banyak gesekan dalam negeri. Mereka perlu berhenti berusaha untuk mengintimidasi daerah lain dan kekuatan politik lain," tambah Churkin.

Pemerintah baru Ukraina akan ditentukan setelah tersingkirnya Presiden Viktor Yanukovich yang didukung Rusia. Rencananya pemilihan presiden baru akan digelar pada 25 Mei mendatang.

Kiev Diterpa Ketakutan

Kesengsaraan pemerintah baru Ukraina telah dimulai. Bergulat dengan krisis ekonomi yang sangat besar.

Apalagi masih ada tanda-tanda pembangkangan dari pemerintah Crimea dan parlemen, yang masih memandang Yanukovich sebagai presiden sebelum digelar pemilihan pada 25 Mei.

"Ketakutan di kalangan politisi di sini di Kiev adalah, bahwa Rusia kini memulai sebuah aneksasi -- cara untuk menambah wilayah kekuasaan-- di Krimea. Apakah itu  akan terjadi selama beberapa hari mendatang atau dalam perang akibat gesekan. Mereka dapat melihat bagian dari negara, yang kemungkinan jauh dari kontrol mereka," kata wartawan Al Jazeera Tim Friend.

Oleksander Turchinov, penjabat presiden Ukraina menuduh Rusia mengikuti skenario yang sama dengan sebelum perang dengan Georgia pada tahun 2008m atas wilayah yang memisahkan diri, Akhazia. Wilayah yang memiliki populasi besar atas etnis Rusia. Menggambarkan pengiriman pasukan Rusia sebagai provokasi. (Shinta Sinaga)

Baca juga:

Menlu Kerry: Konflik di Ukraina Bukan AS Vs Rusia

Polisi Anti Huru-hara Ukraina Berlutut di Hadapan Demonstran

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.