Sukses

Kendala Anak Penyandang Disabilitas Perkembangan dalam Berobat

Anak Penyandang Disabilitas Perkembangan sering kesulitan untuk mengungkapkan rasa sakit. Hal ini menyulitkan dokter dalam menangani ataupun memberikan obat

Liputan6.com, Jakarta Anak penyandang disabilitas perkembangan sering kesulitan untuk mengungkapkan rasa sakit. Hal ini menyulitkan orangtua dan juga dokter dalam menangani ataupun memberikan obat.

Disabilitas perkembangan atau developmental disability menurut American Psychological Association adalah kondisi perkembangan yang ditandai oleh adanya gangguan baik fisik maupun kognitif yang terjadi sebelum usia 22.

Gangguan ini menyebabkan keterbatasan pada fungsi hidup dan adaptasi, serta berkelanjutan di sepanjang kehidupan penyandangnya.

Dokter Spesialis Anak Prof Rini Sekartini mengatakan, anak-anak disabilitas perkembangan biasanya begitu sensitif saat dipegang atau diperiksa.

"Mereka memiliki kendala dalam berbicara dan berkomunikasi (non-verbal), tidak dapat menyatakan keadaan / kondisi sakit dengan benar dan juga kesulitan mandiri," katanya dalam konferensi pers penutupan kampanye Say Pain dan Daewoong Social Impactor ke-2 yang secara virtual, ditulis Jumat (9/12/2022).

Untuk itu, peran keluarga sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak, termasuk dalam kondisi sakit.

"Menangis, tantrum, gangguan perilaku dan emosi atau regresi/ kemunduran perkembangan dapat menjadi tanda awal," jelas prof Rini.

Kendala lain adalah anak penyandang disabilitas perkembangan cenderung kesulitan menentukan derajat sakit/emergency. Apalagi jika diminta menentukan lokasi rasa sakit.

Penelitian di Korea melaporkan, penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan cenderung memiliki keterampilan literasi yang lebih rendah. Sehingga, mereka lebih cenderung menghadapi kesulitan untuk mengikuti komunikasi, baik untuk berbicara maupun memahami pembicaraan.

Oleh karena sulitnya berkomunikasi, penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan lebih cenderung menahan penyakitnya karena sulit bagi mereka untuk secara akurat menjelaskan bagian mana dan bagimana mereka sakit. Karena itu, mereka juga tidak menerima perawatan yang tepat di rumah sakit atau apotek.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Buku Bergambar AAC

Untuk membantu penyandang disabilitas perkembangan ini mengkomunikasikan rasa sakitnya, perusahaan farmasi Korea Daewoong Pharmaceutical memproduksi buku bergambar AAC (Augmentative & Alternative Communication. 

AAC adalah cara seseorang berkomunikasi selain berbicara. Orang-orang dari segala usia dapat menggunakanAAC jika mereka memiliki masalah dengan kemampuan bicara atau bahasa.

Augmentatif berarti menambahkan sesuatu pada ucapan seseorang. Alternatif berarti menggunakan sesuatu sebagai pengganti ucapan. Beberapaorang mungkin harus menggunakan AAC sepanjang hidup mereka, dan sebagian orang juga ada yang menggunakan AAC untuk waktu yang singkat, seperti saat menjalani operasi dan tidak dapat berbicara.

 

Para ahli di bidang disabilitas perkembangan seperti dokter spesialis anak, guru pendidikan khusus, dan peneliti disabilitas perkembangan turut meninjau buku ini dan menyesuaikan isinya dengan bahasa dan budaya Indonesia.

Menurut prof Rini, buku ini membuat penyandang disabilitas dapat berkomunikasi secara mandiri dengan dokter dan apoteker sehingga mendapatkan perawatan medis yang tepat.

“Saya mengalami banyak kesulitan merawat anak-anak dengan gangguan perkembangan karena mereka seringkali tidak dapat menjelaskan gejala yang sederhana sekalipun. Sehingga buku bergambar AAC ini dapat menjadi sarana komunikasi antara penyandang disabilitas perkembangan dan dokter,” ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Buku AAC Penuh Gambar yang Mampu Mendeskripsikan Rasa Sakit

Menurut Prof Rini, dalam buku AAC, gejala penyakit divisualisasikan dengan gambar-gambar yang menunjukkan gejala penyakit yang umum atau banyak dijumpai, termasuk pada anak.

Ia menyontohkan, dalam buku terdapat pertanyaan sakit dimana secara spesifik, apakah di mata, hidung, kepala, perut atau anggota tubuh lain. Selanjutnya, sakit mulai kapan, seberapa sakit, melakukan apa sebelum sakit, hingga riwayat alergi.

"Buku ini menggambarkan perasaan, derajat sakit dituangkan dalam bentuk gambar dalam Bahasa awam.  Sehingga dapat bermanfaat untuk komunikasi dengan Nakes ataupun saat berkomunikasi ketika pembelian obat atau mengalami kondisi darurat," jelas prof Rini.

“Buku AAC Say Pain akan menjadi alat yang efektif untuk mengatasi permasalahan kronis ini, dan diharapkan buku ini dapat didistribusikan ke seluruh Indonesia sesegera mungkin,dan digunakan secara maksimum untuk mendukung kehidupan sehat para penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan," pungkasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.