Sukses

Sering Picu Disabilitas Fisik, Kasus Polio Kembali Mencuat di Aceh

Kasus polio yang acap kali berakhir dengan disabilitas fisik kini kembali mencuat khususnya di Aceh.

Liputan6.com, Jakarta Kasus polio yang acap kali berakhir dengan disabilitas fisik kini kembali mencuat di Aceh.

Kasus polio ini membuat berbagai pihak angkat bicara, salah satunya Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama.

Menurutnya, penyakit polio pada dasarnya disebabkan oleh virus yang disebut virus polio liar, atau wild polio virus (WPV). Ada 3 jenis virus polio liar yakni tipe 1, 2 dan 3, tapi tipe 2 sudah dinyatakan eradikasi (musnah).

Sedangkan, polio akibat virus polio liar ini hanya ada di 2 negara di dunia, yaitu di Afganistan dan Pakistan, semua negara lain (termasuk Indonesia) sudah bebas polio.

Keadaan lumpuh layuh polio ini juga dapat terjadi akibat virus yang mulainya dari vaksin oral yang kemudian keluar ke lingkungan dan lalu bermutasi. Nama virusnya adalah vaccine derived polio virus (VDPV) karena memang asalnya dari vaksin, bukan seperti virus polio liar yang pertama.

“VDPV ini juga dapat berhubungan dengan virus tipe 1, 2 dan 3. Kita dengar dari penjelasan bahwa di Aceh adalah yang tipe 2. Nah, penyakit akibat VDPV inilah yang kini ada di banyak negara, laporan kasus terakhir juga dari Amerika Serikat, serta yang di Inggris adalah ditemukannya VDPV di lingkungan tapi tidak ditemukan kasus pada manusia,” kata Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis dikutip Selasa (22/11/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Yang Perlu Dilakukan

Ia menambahkan, sesuai aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), keadaan dikatakan sudah terjadi penularan di masyarakat atau disebut circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) jika:

- Ditemukan VDPV di setidaknya 2 tempat berbeda

- Ditemukan dalam jarak waktu setidaknya 2 bulan atau lebih

- Virus-virus itu secara genetik berhubungan (genetically-linked)

“Artinya untuk kejadian di Aceh memang harus diperiksa amat seksama di sekitarnya.”

Setidaknya ada tiga hal yang baik dilakukan sekarang di Aceh dan daerah lain, yaitu:

- Perlu vaksinasi dalam dua bentuk yakni outbreak response immunization (ORI) dan vaksinasi massal penduduk

- Perlu dilakukan surveilans, setidaknya dalam 2 bentuk pula yakni surveilans acute flaccid paralysis (AFP) untuk menemukan kemungkinan kasus. Dan surveilan lingkungan, untuk mencari VDPV di lingkungan, seperti yang ditemukan di Inggris walaupun tidak ada kasus pada manusia

- Penanganan pasien yang ada.

3 dari 4 halaman

Status Bebas Polio Jadi Batal?

Tjandra juga menyinggung soal sebagian media menulis bahwa status Indonesia bebas polio jadi batal karena kasus di Aceh. Menurutnya, ini tidak tepat karena:

- Indonesia masih berstatus bebas polio yang didapat 2014, itu yang diakibatkan virus polio liar. Di dunia hanya 2 negara yang belum bebas polio, yaitu Afganistan dan Pakistan. Semua negara lain (termasuk Indonesia) sampai sekarang masih berstatus bebas polio.

- Kejadian di Aceh karena VDPV2 dan sebelum ini di 2019 sudah ada juga kasus seperti ini di Papua (VDPV 1) pada 2 anak

“Jadi setelah 2014 maka setidaknya sudah ada 2 kali KLB Polio di kita, yang keduanya VDPV, bukan virus polio liar,” kata mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan itu.

4 dari 4 halaman

Pengalaman Tangani Polio

Saat masih bertugas sebagai Dirjen P2PL, Tjandra mengatakan bahwa sejak awal 2009 ia melakukan upaya maksimal agar Indonesia bebas polio. Hal itu sukses dan Indonesia menerima sertifikat bebas polio dari WHO pada 27 Maret 2014.

Virus polio liar terakhir berhasil diisolasi dari Indonesia pada tahun 1995. KLB polio di Indonesia dilaporkan terakhir terjadi pada 2005-2006 untuk virus polio tipe 1 yang berasal dari Timur Tengah. KLB kali itu terjadi di 10 provinsi dan 47 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, dengan total kasus yang dilaporkan sebanyak 305.

Tentang kejadian di Aceh maka itu adalah virus polio dari vaksin, yang memang dapat berkembang menjadi penyakit pada daerah yang relatif rendah cakupan vaksinasi polionya. Dan atau mereka yang daya tahan tubuhnya lemah.

Sebelum yang di Aceh ini, kejadian serupa pernah terjadi di Papua, dan bahkan masuk dalam Disease Outbreak News (DONs) WHO pada 27 Februari 2019, pada saat ia bertugas sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.

“Pada saat itu ada dua kasus terinfeksi circulating vaccine-derived poliovirus type 1 (cVDPV1) di Papua yang keduanya virusnya berhubungan secara genetik (genetically-linked VDPV1 viruses), syarat seperti ini diperlukan untuk melihat adanya penularan di masyarakat.”

Kasus pertama anak dengan kelumpuhan jenis acute flaccid paralysis (AFP) yang bermula pada 27 November 2018, dan kasus kedua adalah anak lain yang sehat tapi kontak di masyarakat (healthy community contact). Dimana pada tinjanya yang didapat pada 24 Januari 2019 ternyata positif VDPV. Lokasi tinggal kasus kedua adalah di desa terpencil berjarak 3-4 km dari kasus pertama.

“Tentu sekarang harus dilakukan upaya maksimal agar kasus di Aceh tidaklah merebak luas, dan kita sudah punya pengalaman panjang untuk mengendalikan polio di Indonesia,” tutup Tjandra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.