Sukses

7 Cara Redam Stres bagi Penyandang Disabilitas Akibat Bencana Alam

Bencana alam dapat memberikan dampak fisik, materi, maupun psikis bagi korban. Bencana yang membawa perubahan besar pada kehidupan korban juga bisa memicu stres.

Liputan6.com, Jakarta Bencana alam dapat memberikan dampak fisik, materi, maupun psikis bagi korban. Bencana yang membawa perubahan besar pada kehidupan korban juga bisa memicu stres.

Stres dan trauma juga bisa timbul jika bencana datang bukan hanya sekali. Misalnya bencana banjir yang bisa datang setiap tahun dan mengharuskan korbannya mengungsi.

Sebagai terapis dan orang yang beberapa kali mengungsi akibat bencana, Stephanie Sarkis, Ph.D membagikan tujuh cara untuk menangani stres akibat bencana.

Ketujuh cara tersebut adalah:

Pertahankan Beberapa Rutinitas Harian

Saat mengungsi akibat bencana, orang-orang tidak dapat menjalankan rutinitas harian yang biasa dilakukan. Meski begitu, dalam pengungsian pun orang-orang perlu melakukan aktivitas.

Salah satu cara yang baik untuk mengisi waktu sekaligus meredam stres adalah dengan melakukan beberapa rutinitas harian yang masih mungkin dikerjakan.

Contoh rutinitas harian yang masih memungkinkan untuk dikerjakan di tempat pengungsian adalah olahraga kecil. Jika sudah biasa melakukan yoga atau peregangan, maka hal ini pun bisa tetap dilakukan di pengungsian.

“Apakah Anda biasanya melakukan yoga di pagi hari? Apakah Anda melakukan peregangan sebelum bangun dari tempat tidur? Anda dapat tetap melakukannya bahkan jika Anda jauh dari rumah,” kata Stephanie mengutip Psychology Today, Kamis (29/9/2022).

Terapis lulusan University of Florida ini menambahkan, memiliki struktur kegiatan dapat membantu korban dalam melewati masa-masa yang penuh tekanan.

“Rutinitas Anda mungkin tidak terlihat persis seperti yang biasa Anda lakukan, tetapi setiap bagian normal yang dapat Anda tambahkan ke situasi abnormal akan membantu (meredam stres).”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Cara Berikutnya

Bersikap Lembut pada Diri Sendiri

Saat menghadapi musibah, korban bisa saja merasa bahwa ia menjadi orang lain dan bukan dirinya sendiri.

Korban akan berpikir dan bertanya-tanya, apakah rumahnya bisa diselamatkan atau berapa banyak yang harus dikeluarkan untuk memperbaikinya.

Tekanan ini dapat membuat korban mudah tersinggung dan membentak orang lain. Saat seseorang berada di bawah ancaman bencana alam, adrenalin akan meningkat.

Di saat seperti ini, korban harus baik pada diri sendiri. Kemudian berusaha lebih tenang dan tidak menyalahkan diri sendiri.

“Menyalahkan diri sendiri mencegah Anda bergerak maju.”

Dekatkan Diri dengan Orang-Orang Baik

Korban bencana cenderung lebih sensitif dari biasanya. Mereka perlu menghindari orang-orang yang menurut mereka kurang baik.

Sebaliknya, korban perlu mendekatkan diri dengan orang-orang baik untuk memberikan respons positif. Orang-orang ini bisa berasal dari sukarelawan yang bersedia mendengar curhat. Bisa pula orang terdekat yang dapat dihubungi melalui sambungan telepon.

3 dari 4 halaman

Selanjutnya

Fokus pada Hal yang Dapat Dikendalikan

Di situasi bencana, banyak hal yang tampaknya berada di luar kendali. Tak jarang korban bencana harus meninggalkan kenang-kenangan yang berharga, terutama jika harus segera mengungsi.

“Anda tidak tahu kapan Anda bisa kembali ke rumah. Anda bahkan tidak tahu seperti apa rumah Anda ketika Anda kembali. Anda mungkin mengalami kesedihan yang mendalam. Anda mungkin tidak tahu kapan rasa normal akan kembali.”

Hal-hal semacam itu berada di luar kendali. Membedakan antara apa yang bisa dikendalikan dan yang tidak dapat membantu memperbaiki suasana hati.

“Meskipun kita tidak dapat mengendalikan bencana alam, kita dapat mengontrol bagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri. Kita juga memiliki kendali atas dialog batin kita. Mempraktikkan cinta kasih terhadap diri sendiri dapat membuat perbedaan besar dalam perasaan.”

Batasi Konsumsi Berita

Korban bencana cenderung ingin mengetahui apa yang terjadi di kampung halamannya setelah diterjang bencana. Mereka bisa saja mengecek berita secara berkala atau menyalakan tayangan berita sepanjang hari.

Ini dapat menyebabkan korban mendengar kejadian traumatis berulang kali ketimbang pembaruan informasinya.

“Kemungkinan besar Anda tidak menerima informasi baru. Dan berulang kali mendengar berita traumatis dapat memengaruhi kesehatan mental Anda.”

Maka dari itu, korban bencana harus lebih selektif dalam mengonsumsi berita dan tidak mengonsumsi berita yang sama secara terus-menerus.

4 dari 4 halaman

Curhat dengan Profesional

Berbagi Pengalaman dengan Profesional

Saat dihadapkan pada bencana alam, hal itu bisa memicu trauma masa lalu. Pemicu trauma dapat terjadi meskipun trauma asli yang dialami bukan karena bencana alam.

Perasaan rentan dan di luar kendali tampaknya dapat membawa kembali ke trauma awal. Penting untuk berbagi pengalaman dengan profesional kesehatan mental.

Berbicara soal trauma dengan orang terlatih yang dipercaya dapat membantu memroses trauma dan mengurangi dampaknya.

Bukan Salah Siapa-Siapa

Korban bencana cenderung ingin mencari seseorang atau sesuatu untuk disalahkan ketika hal-hal buruk terjadi.

Ini membantu korban memahami dunia yang kacau. Menerima bahwa terkadang hal-hal buruk terjadi pada kita tanpa alasan adalah tantangan tersendiri.

Pada kenyataannya, kadang-kadang bencana, terutama bencana alam terjadi secara alami dan bukan akibat kelalaian seseorang. Korban harus menyadari hal ini untuk berdamai dengan keadaan.

Ketimbang mencari siapa yang harus disalahkan, lebih baik korban mencari arti dan pelajaran dari kejadian yang dialami.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.