Sukses

Gambaran Hipersensitivitas Sensori pada Penyandang Autisme yang Ganggu Kehidupan Sehari-hari

Penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) atau spektrum autisme Claire Jack, Ph.D. menceritakan terkait kondisi sensori yang ia alami.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) atau spektrum autisme Claire Jack, Ph.D. menceritakan terkait kondisi sensori yang ia alami.

Menurutnya ketika masih kecil, ada begitu banyak hal yang tidak bisa ditoleransi seperti suara-suara bernada tinggi, melihat buah-buahan tertentu atau kaus kaki basah, sinar matahari, lampu neon di pusat perbelanjaan, bau selai kacang dan makanan lainnya.

Seiring bertambah dewasa, masalah-masalah sensori itu tidak terlalu buruk. Namun, masih ada beberapa hal yang bisa sangat mengganggu.

“Suara masih menjadi masalah besar, terutama suara-suara di sekitar meja makan (suara piring dan gelas) dan suara-suara di malam hari. Aku tidak sendirian, lebih dari 96 persen anak autisme melaporkan hipersensitivitas dan hiposensitivitas dalam berbagai domain dan perbedaan sensorik yang berlanjut hingga dewasa,” kata Claire mengutip Psychology Today, Sabtu (20/8/2022).

Sementara banyak orang akan terganggu dengan suara, pemandangan, bau, rasa, atau sensasi fisik tertentu, orang dengan autisme juga bisa merasa terganggu tapi dengan tingkat yang sulit untuk dijelaskan kepada orang non-autistik.

“Ketika saya mendengar seseorang menggores piring mereka, saya tidak hanya mendengarnya. Saya merasakannya dengan setiap serat di tubuh saya. Saya merasakannya di perut dan dada saya.”

“Gigiku terasa seperti ada yang menggoresnya. Kepalaku menjadi kosong sementara dan aku tidak bisa memikirkan apa pun untuk dikatakan. Kecemasan membuncah di dalam diriku dan aku harus menjauhkan diri dari pengikis piring.”

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Bisa Sembuh

Kondisi sensori seperti ini terus melekat pada Claire hingga ia tumbuh dewasa. Kebisingan yang ditimbulkan dari gesekan piring bisa diingat dalam waktu lama.

“Saya bahkan dapat mengingat perasaan tertentu yang disebabkan oleh insiden tertentu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, sesudahnya.”

“Inilah yang mungkin sulit dipahami banyak orang tentang autisme dan masalah sensorik. Bukan karena lampunya terlalu terang, atau suaranya agak keras. Itu menyebabkan sensasi mengerikan, menyakitkan, mengkhawatirkan, memuakkan di seluruh tubuh saya yang benar-benar luar biasa dan tak tertahankan.”

Penelitian menunjukkan bahwa orang autisme secara konsisten mengalami ketidaknyamanan fisik dan kecemasan sebagai akibat dari masalah sensorik.

Ketika kita mempertimbangkan masalah pemrosesan sensorik dengan cara ini, kita dapat menghargai betapa sulitnya bagi orang dewasa dan anak-anak autisme untuk mengelola tuntutan sehari-hari. Seperti menghadapi lingkungan sekolah, tempat kerja, saat mengasuh anak, atau menyelesaikan tugas sehari-hari seperti bersih-bersih dan berbelanja semuanya bisa menjadi tidak terkendali.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Terganggu Suara Tangis dan Bau Produk Pembersih

Claire yang kini berprofesi sebagai seorang terapis juga mendapati kasus-kasus serupa pada pasiennya yang menyandang autisme.

“Klien saya Daniel mengatakan kepada saya, di masa kecil ia tidak bisa berada di dekat saudara perempuannya saat menangis. Ia selalu mendapat masalah karena mulai berteriak untuk mencoba menenggelamkan suara tangisan yang sangat mengganggunya.”

Kini, saat Daniel menjadi seorang ayah, ia merasa bersalah karena tak bisa menangani anaknya ketika menangis. Ia pun harus meninggalkan ruangan dan membiarkan istrinya mengambil alih, jika tidak, Daniel merasa kacau hingga merasa hampir pingsan.

Klien lain, Shona, menggambarkan dampak dari masalah sensorik ketika datang ke universitas.

“Ada hari-hari ketika saya tidak bisa masuk. Saya tidak tahan dengan bau produk pembersih. Itu membuat saya sakit secara fisik. Dan dengan pencahayaan, saya tidak bisa berkonsentrasi,” kata Shona.

“Terkadang saya berakhir dengan migrain yang dulu sering saya dapatkan di sekolah. Saya ingin mencintai universitas, tetapi sering kali saya bahkan tidak bisa datang.”

4 dari 4 halaman

Suara Siulan

Penyandang autisme sering dihadapkan dengan sedikit empati dalam hal masalah pemrosesan sensorik.

Misalnya yang terjadi pada penyandang autisme lainnya, Diana. Ia merasa terganggu dan tak tahan dengan suara siulan yang dilakukan oleh pasangannya. Ia pun meminta pasangannya untuk berhenti bersiul secara halus.

“Saya mencoba melakukannya dengan sangat baik, dan mengakui bahwa itu adalah masalah saya. Tapi dia menanggapinya dengan bercanda dan terus bersiul untuk menggangguku. Saya kecewa berat dan pergi meninggalkannya. Setelah itu, dia pun mengerti apa masalahnya.”

Penyandang autisme terkadang menemukan kesulitan ketika harus menjelaskan kondisi mereka. Apalagi terkait masalah sensori yang membuat suara, cahaya, atau sensasi berkali lipat lebih mengganggu ketimbang yang dirasakan orang non disabilitas.

“Satu hal yang penting untuk disampaikan adalah bahwa ini sangat nyata, dan mungkin sangat berbeda dari bagaimana mereka mengalami input sensorik yang sama. Jika Anda adalah orangtua, pasangan, rekan kerja, atau orang lain yang terlibat dengan orang autisme, percayalah pada mereka soal yang satu ini.”

“Jika mereka mengatakan suara, cahaya, kain, atau perabot yang tidak serasi menyebabkan mereka kesakitan, maka itu benar demikian dan bukan candaan.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.