Sukses

Tips bagi Orangtua agar Anak Autisme Aman Berada di Sekitar Kolam Renang

Sebaagaimana anak-anak pada umumnya, anak dengan autisme juga seringkali tertarik pada sumber air seperti kolam renang, kolam ikan, dan danau.

Liputan6.com, Jakarta Sebagaimana anak-anak pada umumnya, anak dengan autisme juga seringkali tertarik pada sumber air seperti kolam renang, kolam ikan, dan danau.

Namun setiap orang tua perlu mengawasi anak mereka yang mendekati kolam renang, terutama bagi anak dengan autisme. Perlunya mengambil tindakan pencegahan yang tepat untuk mengamankannya dari kecelakaan tenggelam.

Dilansir dari Roseville Today, United States Swim School Association (USSSA) mengajarkan ribuan anak-anak tentang keamanan air dan keterampilan berenang melalui sekolah-sekolah anggotanya setiap tahun. Asosiasi juga memberikan kesempatan pendidikan berkelanjutan dalam pendidikan khusus pelajaran renang untuk instruktur renang di seluruh dunia.

USSSA pun memberikan tips keamanan bagi anak autisme di kolam sebagai berikut:

- Memasang gerbang kolam yang dapat mengunci dan menutup sendiri untuk mencegah akses yang tidak sah ke air.

- Menempatkan pintu hewan peliharaan di rumah di area yang tidak mengarah ke kolam sehingga anak-anak tidak dapat menyelinap keluar melalui pintu kecil tanpa diketahui.

- Mempelajari teknik CPR yang tepat untuk setiap orang usia untuk mengetahui bagaimana merespons dengan benar jika terjadi situasi darurat.

Orang tua dari anak penyandang autisme dan semua orang tua harus tetap waspada di dekat genangan air dan ketika anak-anak berenang.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Aturan keselamatan dalam air

USSSA merekomendasikan agar orang tua mulai mengajarkan keterampilan keselamatan air yang tepat pada usia muda dan menggabungkan teknik-teknik berikut:

- Buat isyarat verbal dan ajari anak bahwa Anda harus mengucapkan kata itu sebelum mereka bisa masuk ke air (kolam, danau, laut, dll.)

- Buat proses yang harus dilalui anak sebelum memasuki kolam seperti memakai popok renang, baju renang, dan mengoleskan tabir surya. Ini menciptakan penghalang bagi anak-anak yang tahu mereka harus mengikuti rutinitas tertentu untuk berenang.

Orang tua memiliki lebih banyak kesempatan untuk melihat seorang anak mencoba masuk ke dalam air jika ada proses yang harus diikuti versus seorang anak yang berpikir ia bisa melompat kapan saja.

- Anak-anak harus belajar berenang tanpa kacamata. Ajari anak-anak untuk membuka mata mereka di bawah air; jika mereka jatuh mereka dapat menemukan sisi kolam atau anak tangga dan keluar dengan selamat.

- Buat rencana keamanan air untuk keluarga dan lakukan latihan darurat air dengan anak-anak yang membahas bagaimana mengenali tanda-tanda seseorang berjuang di air dan apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat seperti ini.

- Mulai pelajaran renang pada usia 6 bulan dan lanjutkan sepanjang tahun.

3 dari 4 halaman

Penyandang Autisme di AS Melonjak

Sebuah studi baru mengungkapkan prevalensi ganguan spektrum autisme (ASD) di antara anak-anak dan remaja di AS antara tahun 2017 dan 2020, melonjak hampir mencapai 52%.

Artinya, kini satu dari setiap 30 anak akan didiagnosis dengan gangguan perkembangan yang gejalanya beragam berupa perilaku atau kognitif.

Dilansir dari NYPost, temuan tersebut dari peneliti kesehatan masyarakat di Guangdong Pharmaceutical University di China diterbitkan di JAMA Pediatrics, Senin. Penulis studi tidak membahas penyebab potensial kenaikan tajam, meskipun banyak ahli telah menghubungkan peningkatan kesadaran yang lebih besar dari kondisi di antara orang tua dan dokter.

 

4 dari 4 halaman

Komunikasi bisa menjadi sumber stres anak autisme

Penyandang ASD tidak bisa berkelakuan sama seperti yang sudah terprogram pada masyarakat pada umumnya.

Menurut CDC, anak-anak dengan ASD mungkin tidak melakukan kontak mata, dan mudah terlibat dalam percakapan atau emosi, sementara juga sering salah memahami isyarat emosional pada orang lain.

Seiring bertambahnya usia, mereka dapat membentuk perilaku dan minat yang membatasi, berulang atau obsesif. Karena hambatan tersebut, komunikasi dan sosialisasi dapat menjadi sumber kecemasan dan stres bagi penyandang ASD.

Belum ada tes tunggal yang dapat menentukan apakah seseorang berada dalam spektrum autisme, dan mengingat luasnya tanda dan gejala yang terkait dengan ASD, skrining dan diagnosis mungkin tidak mudah diperoleh, kata CDC.

Namun, mereka merekomendasikan agar orang tua dan wali anak-anak kecil segera memeriksakan anak jika memiliki gejala sejak dini sehingga mereka dapat beradaptasi dengan lebih baik saat mereka dewasa. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.