Sukses

Memiliki Disabilitas Tak Terlihat, Gadis Ini Kesulitan Melakukan Hal Sederhana

Bagi Reagan Bischoff, tugas-tugas yang bagi orang lain sebut mudah seringkali adalah hal yang paling sulit dan membuatnya frustasi, misalnya dalam mengancingkan celana jeans atau menyisir rambutnya.

Liputan6.com, Jakarta Bagi Reagan Bischoff, tugas-tugas yang bagi orang lain sebut mudah seringkali adalah hal yang paling sulit dan membuatnya frustasi, misalnya dalam mengancingkan celana jeans atau menyisir rambutnya.

Dilansir dari Washingtonpost, ia sejak kecil harus menghadapi tantangan mental dan fisik dari cerebral palsy dan kelumpuhan parsial di sisi kiri tubuhnya setelah operasi otak. Namun berkat tekadnya dan kemauannya untuk belajar dan mengajari anak lain cara mengatasi tantang tersebut, ia belum lama ini memenangkan penghargaan dari Brain Injury Services, sebuah organisasi nirlaba yang menyediakan layanan bagi orang-orang dengan cedera otak di Virginia Utara.

Sarah Pickford, manajer ComPASS (Community Participation and Skill-building Services), program Brain Injury Services yang bekerja sama dengan Reagan, memuji gadis yang kini berusia 13 tahun itu karena energi positifnya dan perhatian untuk menjalani kehidupannya sepenuhnya sambil juga memposisikan dirinya untuk membantu orang lain.

"Ini bukan hanya tentangnya, melainkan betapa luar biasanya untuk seukuran seseorang yang masih remaja. Menjangkau orang lain adalah inspirasi yang luar biasa," kata Pickford.

Brain Injury Services yang berbasis di Springfield, Va., setiap tahun membantu sekitar 1.000 orang yang menderita cedera otak. Organisasi nirlaba ini sejak didirikan pada tahun 1989, telah merawat sekitar 20.000 anak-anak, orang dewasa, dan veteran.

Mereka menawarkan berbagai layanan mulai dari konseling dan membantu orang untuk menggunakan teknologi dengan lebih baik hingga pelatihan kerja dan penempatan. Bahkan mereka menawarkan teknik peningkatan bicara dan mengajarkan keterampilan anak-anak untuk belajar lebih baik di sekolah.

Sejak 2016, Brain Injury Services mulai membagikan penghargaan “Bryant Cohen Empowerment Award” kepada orang-orang yang berkomitmen pada proses pemulihan mereka sambil memimpin dan memberdayakan orang lain dan mempertahankan pandangan positif.

Bischoff mengaku merasa terhormat dan senang mengetahui orang-orang mengakui kinerjanya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Disabilitas tak terlihat

Bischoff terlahir dengan kondisi sehat. Begitu pun dengan kondisi ibunya yang sehat selama kehamilan. Namun ketika ia berusia sekitar 6 minggu, ibunya mengatakan bahwa Bischoff mulai mengalami kejang. Terkadang ia bisa makan sebanyak 60 kali sehari bahkan dengan pengobatan dan perawatan di rumah sakit, kata ibunya.

Pada usia 3 bulan, ia menjalani operasi otak, untuk menghentikan kejangnya, tetapi justru membuatnya cerebral palsy dan kelumpuhan di sisi kirinya. Bischoff juga memiliki ADHD, disleksia dan masalah dengan pengorganisasian, yang menurut ibunya diyakini terkait dengan cedera otaknya karena bagian dari lobus frontalnya yang mengontrol fungsi eksekutif.

Selama bertahun-tahun, orang tuanya mengatakan Bischoff selalu memiliki tekad untuk mendorong dirinya berpartisipasi dalam berenang, menunggang kuda dan lacrosse. Dengan tekadnya itu, ia bahkan pemegang sabuk hitam di taekwondo dan juga mahir memainkan terompet, meskipun ia menggunakan instrumen khusus yang bisa dimainkan dengan satu tangan.

Hanya sedikit teman sekelasnya yang tahu kalau ia menderita sejenis disabilitas tak terlihat karena awalnya ia tampak tidak memiliki tantangan fisik.

"Ketika Anda berpapasan dengannya di jalan, Anda tidak akan menyadari kalau ia memiliki disabilitas," kata ibunya. Adapun saat di sekolah menengah, beberapa anak mulai bertanya padanya, “Apakah tanganmu mati?” Yang lain mengejek ketidakmampuannya untuk menggerakkan sisi kirinya, cerita sang ibu tentang apa yang dialami anaknya.

Meskipun ia telah melakukan banyak terapi, seiring bertambahnya usia ia masih berjuang dengan beberapa keterampilan dasar seperti mengetik, mencuci atau menyisir rambutnya, membuka sekantong keripik, mengenakan bra atau ritsleting celana jins sendiri. Ia mulai bekerja dengan para ahli di Brain Injury Services dua tahun lalu untuk mencari cara mengatasi tantangannya.

 

3 dari 4 halaman

Mengetik dengan satu tangan

Ia menarik perhatian karena idenya menggunakan keyboard yang lebih kecil sehingga ia bisa mengetik dengan satu tangan untuk menyelesaikan tugas online-nya selama pandemi Covid-19.

Pada musim gugur ini, ia akan mulai kelas delapan di Riverbend Middle School maka terapisnya menyarankan untuk memiliki pengait khusus untuk mengaitkan kancing celana sendiri. Ia bahkan mulai belajar cara menggunakan talenan dengan jari-jari di atasnya untuk menjaga agar apel tetap stabil sehingga ia bisa memotongnya dengan satu tangan.

“Kami ingin ia menemukan cara kreatif untuk melakukan sesuatu, bukannya menyerah dan mengatakan 'Saya tidak bisa memakai jeans'. Dengan ini, ia mencari cara sendiri di mana ia bisa melakukannya sendiri dan bagaimana berfungsi dalam kehidupan nyata,” tegas ibunya.

Orang tua Bischoff, yang juga memiliki seorang putra yang secara hukum tunanetra, mendorong anak-anak mereka untuk mencari cara untuk mengatasi rintangan. Moto keluarga mereka: "Saya akan mencoba tetapi saya mungkin membutuhkan bantuan."

 

4 dari 4 halaman

Memiliki chanel YouTube

Saat ia mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menghadapi disabilitasnya, Bischoff juga memulai saluran YouTube yang disebut "Throw Leftie" untuk membantu anak-anak penyandang disabilitas seperti dirinya, sehingga mereka dapat mempelajari hal-hal yang tidak dapat ia lakukan dan mereka harus mencari tahu caranya.

“Orang-orang merasa tidak nyaman berbicara tentang kehilangan, dan disabilitas adalah hal yang sama. Kami tidak membicarakannya, jadi anak-anak tidak punya panutan,” kata ibunya.

Dalam salah satu video YouTube yang baru diunggah, ia menggunakan celana jins di konter untuk menunjukkan cara menggunakan alat khusus yang disebut "lemari saku" untuk mengaitkan kancing di celana. Ia membolak-balik setiap bagian alat dengan tangan kanannya.

“Yang ini untuk tombol yang lebih kecil. ... Yang ini membantu melepaskan tali sepatu dan hal-hal seperti itu,” katanya. Setelah ia berhasil mengancingkan jeans, ia menunjukkan kotak hitam kecil tempat menyimpan alat itu dan menjelaskan bagaimana ia meminta seseorang untuk membantunya mengaitkannya di celananya, agar ia tidak pernah menghilangkannya.

Saat menutup video, ia mengatakan, "Saya harap video ini membantu seseorang yang Anda kenal atau untuk Anda."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.