Sukses

Remaja AS Jadi Penyandang Disabilitas Usai Santap Makanan Sisa, Begini Tanggapan Ahli

The New England Journal of Medicine (NEJM) pada Maret 2021 melaporkan kasus keracunan makanan yang membuat remaja usia 19 di Amerika Serikat menjadi penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta The New England Journal of Medicine (NEJM) pada Maret 2021 melaporkan kasus keracunan makanan yang membuat remaja usia 19 di Amerika Serikat menjadi penyandang disabilitas.

Remaja itu dirawat di rumah sakit dengan gejala muntah, sakit perut, demam, lemas, kedinginan dan sesak napas. Ini terjadi setelah ia menyantap sisa ayam dan mie yang dibawa oleh temannya dari rumah makan.

Sekitar 20 jam setelah menyantap makanan sisa tersebut, gejala-gejala keracunan mulai muncul. Teman yang membawa makanan itu juga merasa mual dan muntah setelah memakan makanan itu. Namun, tidak separah remaja pertama.

Melansir Channel News Asia Jumat (25/3/2022), selain gejala keracunan biasa, remaja pertama juga mengalami kaku di bagian leher, penglihatan kabur, dan kulit belang kemerahan.

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Amputasi Kaki

Gejala-gejala yang timbul tidak berhenti sampai di sana. Laporan juga menyatakan bahwa pernapasan remaja tersebut menjadi lebih cepat saat berada di rumah sakit. Namun, kadar oksigen dalam darahnya rendah.

Tekanan darahnya turun menjadi setengah dari saat dia tiba di ruang gawat darurat. Dokter juga melihat bintik-bintik coklat kemerahan mulai muncul di sekujur tubuhnya seperti memar.

Antibiotik diberikan tetapi mereka tidak berhasil membalikkan keadaan dan pasien harus dipindahkan ke rumah sakit lain dengan lebih banyak sumber daya. Selama beberapa hari berikutnya, kondisinya stabil kecuali masalah bercak seperti memar di sekujur tubuhnya.

“Ternyata memar itu adalah tanda-tanda pembekuan darah yang disebabkan oleh pendarahan internal dan gumpalan ini memotong oksigen ke tangan dan kakinya. Pasien harus diamputasi karena jaringan di ekstremitas tersebut mulai nekrosis (kematian sel dan jaringan secara dini) dan berubah menjadi gangrene (jaringan mati),” mengutip Channel News Asia.

3 dari 6 halaman

Tanggapan Ahli

Terkait kasus ini, dokter residen senior di Divisi Penyakit Menular National University Hospital Dr Brenda Mae Alferez Salada, mencatat bahwa ini bukan semata-mata karena keracunan makanan.

Pertama, leher kaku dan ruam hemoragik adalah tanda-tanda penyakit meningokokus yang disebabkan oleh bakteri, neisseria meningitidis, kata Salada.

“Ini adalah organisme yang sama di balik peradangan lapisan otak dan sumsum tulang belakang yang terlihat pada bayi baru lahir dan bayi yang dikenal sebagai meningitis meningokokus.”

Kedua, neisseria meningitidis tidak terbawa makanan. Sebaliknya, itu ditularkan melalui kontak langsung dengan tetesan udara dari orang atau pembawa yang terinfeksi.

“Anda juga dapat terinfeksi melalui kontak dengan benda-benda yang baru saja dikotori oleh orang yang terinfeksi atau sekret hidung pembawa.”

4 dari 6 halaman

Tentang Meningokokus

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), satu dari 10 orang sehat membawa bakteri di belakang hidung dan tenggorokan mereka tanpa sakit.

“Bakteri yang mengkolonisasi saluran pernapasan bagian atas dapat menembus sel-sel mukosa untuk memasuki aliran darah, mengakibatkan sepsis berat seperti pada remaja tersebut,” kata Dr Salada.

Dia melanjutkan, penyakit ini berkembang pesat setelah masa inkubasi tiga hingga empat hari. Selama beberapa jam atau hari berikutnya, pasien mungkin mengeluh sakit kepala parah, muntah, nyeri leher dan punggung disertai kekakuan, diikuti dengan penurunan kesadaran dan koma. Setengah dari pasien mengalami syok atau infeksi parah dengan tekanan darah rendah.

Dan ada dampak setelah mengatasi infeksi. Sekitar 10 persen hingga 20 persen penyintas memiliki komplikasi jangka panjang seperti kelainan neurologis, Tuli atau kehilangan jari atau anggota badan.

5 dari 6 halaman

Akibat Tidak Vaksinasi

Studi kasus NEJM tidak menjelaskan bagaimana bakteri masuk ke makanan yang dimakan remaja tersebut. Itu hanya mencatat bahwa teman sekamarnya telah makan sisa makanan yang sama pada malam sebelumnya dan akibatnya muntah.

Jadi mengapa teman sekamarnya terhindar dari nasib buruk?

Jawabannya terletak pada status vaksinasi kedua remaja tersebut. Pasien, yang kondisinya lebih buruk, hanya menerima satu dosis vaksin meningokokus tepat sebelum dia masuk sekolah menengah dan tidak mendapatkan suntikan booster pada usia 16. Namun, teman sekamarnya telah mendapatkan vaksinasi.

6 dari 6 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.