Sukses

Waspada, Tuberkulosis Bisa Sebabkan Depresi hingga Gangguan Pendengaran

Dokter spesialis patologi klinik Francisca Srioetami Tanoerahardjo mengatakan bahwa tuberkulosis (TB) dapat menyebabkan depresi, gangguan pendengaran, dan kondisi yang mengarah pada disabilitas lainnya.

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis patologi klinik Francisca Srioetami Tanoerahardjo mengatakan bahwa tuberkulosis (TB) dapat menyebabkan depresi, gangguan pendengaran, dan kondisi yang mengarah pada disabilitas lainnya.

Menurutnya, gangguan-gangguan tersebut dipicu oleh pengobatan yang memakan waktu lama. Ditambah, semua obat memiliki efek samping masing-masing.

Risiko gangguan yang mengarah pada disabilitas kian tinggi bagi pasien TB resisten obat lini pertama sehingga harus mengonsumsi obat-obatan lini kedua yang memiliki banyak efek samping.

“Ada beberapa yang obatnya sendiri menyebabkan depresi, tidak hanya sekadar mual muntah, tidak mau makan dan sebagainya. Ada juga yang menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan sebagainya,” kata Francisca dalam seminar virtual Illumina, Kamis (24/3/2022).

Simam Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Efek Samping Berat

Depresi hingga gangguan pendengaran merupakan efek samping berat dari obat TB, lanjut Francisca.

“Sehingga pasien banyak mengeluh karena efek samping obat dan perlu pendampingan.”

Ia menambahkan, di masa sebelumnya, obat TB harus disuntikkan setiap hari sehingga menjadi persoalan bagi pasien. Namun, akhir-akhir ini sudah ada obat yang hanya oral atau diminum saja tanpa perlu suntik dan waktu penggunaannya pun lebih pendek.

“Sekarang sudah mulai banyak digunakan yang hanya oral dan masa pengobatannya lebih pendek. Kalau obat terus-terusan harus disuntikkan setiap hari dan harus pakai masker terus-menerus padahal paru-parunya sesak itu kan sudah suatu hal yang berat bagi pasien.”

3 dari 4 halaman

Diobati Secara Khusus

Fransisca menambahkan, untuk pasien TB resisten obat semuanya ditangani secara khusus di rumah sakit khusus.

“Tidak semua tempat bisa menangani atau mengobati kasus TB resisten obat. Jadi, di rumah sakit khusus sudah disediakan bagaimana mengukur kesehatan pendengaran, penglihatan, dan sebagainya itu dipantau.”

“Saya tidak tahu persis berapa banyak efek samping dan sampai seperti apa tapi yang jelas itu perlu penanganan khusus. Dan, kalau dilihat lebih lanjut, angka kesembuhannya rendah. Sebagian tidak sembuh dan menyebabkan kematian.”

Data menunjukkan bahwa angka kesembuhan TB resisten hanya 60 persen dan untuk TBC yang tidak resisten harapan sembuhnya di atas 85 persen, tutup Francisca.

4 dari 4 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.