Sukses

Studi: Cerebral Palsy Mungkin Bersifat Genetik untuk Beberapa Anak

Cerebral Palsy (CP), kondisi yang relatif umum yang membatasi kemampuan seseorang untuk bergerak, kemungkinan merupakan kelainan genetik.

Liputan6.com, Jakarta Di masa lalu, anak-anak dengan ketegangan otot atau keterlambatan perkembangan didiagnosis dengan cerebral palsy tanpa melihat ke akar penyebabnya.

Cerebral palsy (CP), kondisi yang relatif umum yang membatasi kemampuan seseorang untuk bergerak, kemungkinan merupakan kelainan genetik.

Dilansir dari Nationalpost, CP sejak dulu dianggap disebabkan oleh kekurangan oksigen selama kelahiran, tetapi para peneliti dari Boston Children's Hospital menunjukkan bahwa sebanyak seperempat dari anak-anak dengan penyakit ini memiliki kondisi genetik.

Penelitian ini diterbitkan minggu ini di jurnal Annals of Clinical and Translational Neurology.

"Pada cerebral palsy, hal pertama yang muncul di benak banyak dokter adalah cedera lahir atau asfiksia. Gagasan itu telah menyebar, baik dalam pelatihan neurologi dan ortopedi dan di kalangan masyarakat umum," kata Saddharth Srivastava, ahli saraf di Boston Children's Hospital.

Sementara, para orang tua yang memiliki anak dengan diagnosis CP yang mendengar hal itu kemungkinan akan merasa bersalah. Perasaan seperti jika saja tidak terjadi hal itu, anaknya pasti tidak akan mengalami gangguan tersebut, jelas Srivastava.

Srivastava mengatakan seorang ibu dari seorang anak dengan CP mengatakan kepada peneliti bahwa ia merasa terbebas dari rasa bersalah selama lebih dari 30 tahun dengan lebih mengenal apa itu cerebral palsy.

“Banyak keluarga merasa mereka merasa bersalah,"katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hasil penelitian

Para peneliti dapat menentukan gen mana yang menyebabkan CP dengan inisiatif genomik Children's Rare Disease Cohorts. Mereka mengurutkan DNA dari 50 orang dengan usia rata-rata 10 tahun.

Dari 50, 20 diketahui memiliki risiko CP, yang meliputi kekurangan oksigen saat lahir atau pendarahan otak, 24 tidak diketahui memiliki risiko CP, dan lima memenuhi kriteria memiliki CP dan kondisi memburuk. Cerebral palsy bukanlah penyakit progresif, artinya biasanya tidak memburuk seiring waktu.

Urutan DNA mengidentifikasi varian genetik pada 13 pasien, atau 26 persen. Kelompok yang paling signifikan adalah mereka dengan kondisi yang memburuk, yang dikenal sebagai "CP masqueraders” dalam penelitian ini. Mutasi gen diidentifikasi dalam tiga CP masqueraders, atau 60 persen dari total kelompok.

Tiga pasien tambahan diidentifikasi dalam kelompok faktor risiko.

"Ketiga pasien ini sangat menarik," kata Maya Chopra, rekan penulis studi. “Mungkinkah kelainan genetik membuat mereka lebih rentan terhadap cedera otak dini? Kami harus banyak belajar tentang interaksi antara varian gen langka dan peristiwa perinatal dalam pengembangan CP.”

Di masa lalu, klinik telah mendiagnosis CP pada anak-anak dengan ketegangan otot atau keterlambatan perkembangan tanpa melihat ke akar penyebabnya. Benjamin Shore, co-direktur Cerebral Palsy and Spasticity Center, mengatakan penelitian ini menarik dan membuka pintu untuk mendiagnosis pasien dengan benar di masa mendatang.

“Kami sekarang dapat menyelidiki penyebab ini dengan lebih detail,” kata Shore. “Saya berharap di masa depan kami dapat memberikan diagnosis genetik untuk lebih banyak anak, khususnya CP masqueraders. Penelitian ini hanyalah puncak gunung es.”

Kondisi lain telah diidentifikasi menggunakan sekuensing genetik sebelumnya. Sebuah studi yang memantau epilepsi, khususnya, memiliki sedikit kesamaan dengan studi CP.

Epilepsi diidentifikasi memiliki korelasi dengan gen beberapa dekade yang lalu, tetapi cara urutan kedua kondisi tersebut dipantau dan ditemukan tampaknya tidak asing lagi, Annapurna Poduri, kata rekan penulis studi dan direktur Epilepsy Genetic Program.

“Kami sekarang memiliki pengetahuan ilmiah untuk mengejar diagnosis yang tepat untuk anak-anak dengan CP yang tidak hanya deskriptif, tetapi juga memberikan jawaban dan dapat membuka pintu untuk mengobati beberapa kondisi mendasar yang kami temukan,” kata Poduri. “Dengan diagnosis yang tepat akan datang perawatan yang tepat untuk semakin banyak anak dengan CP, epilepsi, dan gangguan perkembangan saraf lainnya.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.