Sukses

Mahasiswi Tunanetra Bertekad Mendesain Rumah untuk Penyandang Disabilitas

Jika anak-anak biasanya menghabiskan waktu untuk bermain, namun Nola mampu menggambar denah rumah temannya tersebut selain bermain bersama mereka.

Liputan6.com, Jakarta Nola Timmins, seorang mahasiswi tunanetra memang seorang yang berbakat dalam desain. Jika anak-anak biasanya menghabiskan waktu untuk bermain, namun Nola mampu menggambar denah rumah temannya tersebut selain bermain bersama mereka.

"Semua orang mengatakan padaku kalau saya harus menjadi seorang arsitek. Namun yang terpikirkan oleh saya, saya masih belum tahu dan itu terdengar sulit," ujar Nola yang berusia 20 tahun, dikutip dari AJC.

Kemudian saat ia mulai mengambil kejuruan di sekolah menangah tingkat akhir, Nola telah menetapkan karir di bidang arsitektur, meskipun ia tunanetra.

"Ia selalu menjadi wanita muda yang gigih, itulah Nola," kata ibunya, Cheryl Timmins, yang seorang agen real estat New Orlans.

Kini Nola adalah mahasiswa tahun kedua di Georgia Tech, jurusan bidang impiannya. Karena pandemi, ia menyelesaikan sekolah menengahnya dan menjadi mahasiswa di Tech melalui pembelajaran online.

Namun setelah aturan dilonggarkan, kini ia bisa hadir di kampus secara fisik dan berbagi kamar asrama tiga kamaar tidur dengan dua teman sekamar lainnya dan anjing pemandunya, Brizzy.

Anjing labrador retriever kecil yang dinamai Brizzy membantu Nola bermanuver di kampus Tech yang sibuk.

"Ia sudah seperti sahabat terbaikku. Saya sangat mencintainya," kata Nola yang merujuk pada Brizzy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kondisi Nola

Nola memiliki atrofi saraf optik genetik dan belum dapat disembuhkan, suatu kondisi yang biasanya didiagnosis pada anak-anak pada usia 4 hingga 6 tahun.

Ia diadopsi ketika berusia 15 bulan oleh Timmins, yang kala itu memutuskan untuk menjadi orang tua tunggal di usia 40-an tahun.

Menurut ibunya, Nola merupakan balita yang suka menyanyi dan menari. Namun saat pertama kali ia menemui Nola saat bepergian ke China, yang ia temukan adalah Nola yang kekurangan gizi, tinggal di panti asuhan, berbagi ranjang besi dengan tiga bayi lainnya, tidak mampu menarik dirinya sendiri apalagi menari, dan perkembangannya tertunda.

Kemudian setelah diperiksa dokter, sekitar usia 5 tahun, keluarga mengetahui kalau Nola memiliki atrofi saraf optik dan juga memiliki berkah.

Berkah yang dimaksud yaitu bahwa Nola mampu mempelajari hampir semua keterampilan, jelas sang ibu.

Nola sudah bisa membaca di usia 4 tahun, bahkan sudah bisa merajut, merenda, melakukan seni udara (pikirkan Cirque du Soleil), dan menghabiskan empat musim panas belajar membuat seni kaca patri.

Ia belajar origami secara otodidak, seni melipat kertas Jepang menjadi bentuk dan figur dekoratif. Salah satu kreasi origaminya dipamerkan di Massachusetts Eye and Ear di Boston, tempat ia menjadi bagian dari studi penelitian.

Meskipun Nola tidak bisa melihat dunia dengan jelas, yang setidaknya penglihatannya terus menurun sejak didiagnosis, namun Cheryl mengatakan bahwa Nola bukannya sama sekali tidak bisa melihat.

Misalnya, agar Nola dapat membaca di iPad atau komputer, font atau jenis huruf harus minimal 40 poin, kata ibunya.

“Tetapi jika tidak cukup kontras antara font dan latar belakang, tidak peduli seberapa besar itu, ia tidak bisa melihatnya,” kata Cheryl.

 

3 dari 3 halaman

Mengambil jurusan favoritnya

Nola yang kini sudah menjadi mahasiswi teknik arsitektur, ia mengaku sempat mengalami kesulitan pada beberapa pelajaran. Tetapi, menurut administrator Tech, Nola merupakan siswa tunanetra kedua dalam program arsitektur dengan tekad yang kuat.

"Saya akan membuktikan mereka (Para penentang) salah," kata Nola.

Ia sudah memiliki gambaran kedepannya untuk lulus kuliah dan karirnya yang ia harap itu melibatkan merancang rumah untuk penyandang disabilitas.

"Saya tidak begitu yakin saat ini seperti apa," kata Nola. “Saya mungkin mendesain rumah tidak hanya untuk orang-orang dengan masalah penglihatan tetapi juga untuk orang-orang dengan disabilitas lainnya."

Sementara Cheryl juga terus mendukung dan bertaruh pada Nola, yang begitu bertekad di sekolah menengah untuk menghabiskan satu semester belajar di Israel demi beasiswa dan mengadakan penggalangan dana untuk menutupi biasa perjalanan sendiri.

"Ia jarang menunjukkan sikap mengasihani diri. Ia justru mengambil cukup banyak tantangan dengan tenang. Ia selalu berhasil mebuat saya bangga," kata Cheryl.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.