Sukses

Inspirasi Reshma Wijaya Dirikan Sekolah Luar Biasa Saraswati Learning Center

Pendiri Sekolah Luar Biasa (SLB) Saraswati Learning Center (SLC) Reshma Wijaya menceritakan bahwa inspirasi awal didirikannya SLB tersebut tak lain adalah buah hatinya sendiri yang menyandang down syndrome.

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Sekolah Luar Biasa (SLB) Saraswati Learning Center (SLC) Reshma Wijaya menceritakan bahwa inspirasi awal didirikannya SLB tersebut tak lain adalah buah hatinya sendiri yang menyandang Down Syndrome.

Awalnya, ia tak menyangka akan dikaruniai anak dengan disabilitas, bahkan penolakan terhadap anaknya berlangsung selama 5 tahun.

“Ini kado dari Tuhan, tapi saya tidak mau menerimanya, kenapa harus saya yang menerima kado ini? Tapi melalui perjalanan panjang bersama anak, saya melihat ada sinar harapan di matanya. Di sana saya  sadar bahwa kado ini sangat istimewa dan saya terpilih untuk melihat indahnya kado ini,” kata Reshma dalam Liputan6 Update, Jumat (3/12/2021).

Ia menambahkan, memang bukan hal mudah bagi para orangtua untuk menerima anak berkebutuhan khusus.

“Boleh dibilang 5 tahun saya tidak terima anak saya memiliki Down Syndrome. Boleh dibilang saya buta, saya memilih tidak melihat kemampuan anak saya. Namun, ketika saya mulai melihat kemampuannya, ternyata dia adalah sumber inspirasi saya.”

Liputan6 Update: Wawancara Bersama Founder SLB Saraswati Learning Center

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tantangan Pembangunan SLB

Berbagai pelajaran berharga yang diberikan oleh sang anak membuat Reshma memiliki tekad untuk membangun komunitas disabilitas dan memberdayakan mereka agar mereka mampu mandiri.

“Karena memang mereka mampu.”

Perjuangan mendirikan SLB bukan perkara mudah, lanjutnya. Banyak tantangan yang dihadapi di masa awal pendiriannya. Salah satu tantangan yang dialami adalah kebingungan para orangtua untuk mengurus dan mendidik anaknya. Pasalnya, banyak sekolah yang menolak mereka baik yang umum maupun sekolah inklusi.

“Saya tanya, ‘Apa kendala anak-anak ibu?’, kemudian mereka menjawab, ‘Saya sendiri tidak tahu harus melakukan apa dengan anak saya.’ Jadi di sana saya pikir harus memberikan edukasi dulu kepada orangtua secara perlahan, karena ini butuh waktu dan proses.”

“Tantangan yang paling berat adalah memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada orangtua dan masyarakat, tapi dengan sabar dan kasih sayang semua pasti bisa.”

3 dari 4 halaman

Pembelajaran di SLC

Pembelajaran di SLC diberikan untuk usia 0 hingga 18 tahun ke atas. Fokus utamanya adalah memberdayakan orangtua agar mereka bisa mendeteksi jika anak-anaknya memiliki keterlambatan perkembangan dari usia 0 hingga 4 tahun.

“Jadi di sana kami menanam bibit pertamanya. Terapis di SLB SarasWati akan menyirami bibit tersebut agar bisa berkembang menjadi bunga yang istimewa.”

Di usia 4, anak akan memasuki masa pendidikan dengan belajar membaca, menulis, keterampilan sosial, motorik kasar, dan komunikasi.

Di usia 16 ke atas, anak-anak akan diajarkan keterampilan mandiri untuk ke arah dunia kerja dan keterampilan lainnya agar mereka siap diikutsertakan dalam komunitas, tutup Reshma.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.