Sukses

Hilang Pendengaran Tak Surutkan Semangat Pria Tunanetra Ini Jadi Komentator Olahraga

Sejak awal ia memang sudah tertarik pada penyiaran, tepatnya saat berada di sekolah asrama untuk tunanetra di Worcester, tepat di luar Cape Town di Afrika Selatan.

Liputan6.com, Jakarta Dean du Plessis, Seorang Komentator Olahraga Kriket terlahir tunanetra. Ia kehilangan ayahnya tahun lalu dan kini ia pun kehilangan pendengarannya.

Du Plessis lahir di Harare, Zimbabwe. Ia menghabiskan tahun-tahun awal masa kecilnya di kampung halamannya di Kadoma, sebuah kotamadya kecil 142km di luar ibu kota.

Sejak awal ia memang sudah tertarik pada penyiaran, tepatnya saat berada di sekolah asrama untuk tunanetra di Worcester, tepat di luar Cape Town di Afrika Selatan. Ia mengidolakan beberapa komentator radio yang meliput kriket domestik di negara itu pada waktu itu.

40 tahun kemudian, Du Plessis mengatakan bahwa ia adalah satu-satunya komentator dan jurnalis kriket dengan disabilitas netra di dunia dan tidak bosan menjelaskan bahwa ia komentator kriket Zimbabwe yang paling terkenal.

Dilansir dari Aljazeera, sayangnya kemampuan pendengaran yang luar biasa itu--aset terbesar du Plessis, kini memudar saat ia masuk ke-10 tahun meliput pertandingan.

“Jujur saja, ini sangat mengkhawatirkan. Saya terkadang panik total. Saya ingin mendapatkan alat bantu dengar ini tetapi itu bukan alat bantu normal sehari-hari. Dibutuhkan uang sebanyak $ 4,000 (untuk memperolehnya). Tidak ada yang tak mungkin. Jika saya dapat pulih dari dua tumor yang saya bawa sejak lahir, yang menyebabkan saya kehilangan penglihatan, pasti saya dapat mendapatkannya,” jelas Du Plessis.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penggemar nomor satu

Kakak laki-lakinya Gary, seorang pemain kriket klub di Zimbabwe, dan ayahnya Chris (seorang penggemar berat kriket) juga yang mempengaruhi Du Plessis menyukai kriket juga.

Namun, Gary meninggal dalam kecelakaan mobil tahun 2006 dan Chris meninggal pada tahun 2020.

Kehilangan ayahnya, dan masalah pendengarannya, memberi pengaruh besar bagi dDu Plessis.

“Ayah saya adalah pendukung terbesar dan penggemar nomor satu saya. Tak seorang pun di planet ini yang memberi pengaruh yang sama sepertinya. Kami berdua sepakat bahwa Dave Houghton [mantan kapten] adalah pemain terbaik yang pernah mewakili Zimbabwe.”

Houghton, yang baru-baru ini ditunjuk sebagai manajer kepelatihan Zimbabwe, juga menjadi sosok yang sangat mendukung dalam karir du Plessis.

“Kami mulai menjalin ikatan ketika saya biasa meneleponnya dari kotak panggilan asrama kami di Afrika Selatan dan mengganggunya. Saya pribadi tidak akan senang dengan seorang anak sekolah yang terus-menerus memanggil saya untuk berbicara banyak omong kosong. Tapi Davie menghibur saya, dan ia sangat baik kepada saya,” kekeh du Plessis. Houghton juga sangat menghormati du Plessis.

“Saya sudah mengenal Dean selama bertahun-tahun. Saya pertama kali bertemu dengan ayahnya saat menonton saudaranya bermain kriket,” kata Houghton kepada Al Jazeera.

“Saya selalu tahu ia memiliki hasrat yang besar untuk permainan dan meskipun tidak pernah bisa melihat, ia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luar biasa tentang permainan. Ini membuatnya menjadi komentator permainan yang sangat cakap.”

Sementara mendapat dukungan dari du Plessis, Houghton justru dengan rendah hati berterima kasih atas penilaian dirinya yang tinggi. Houghton merasa ada pemain lain yang lebih hebat darinya. Tapi ia berharap bisa masuk 10 besar.

 

3 dari 4 halaman

Kelebihan Du Plesis

Brian Goredema, seorang jurnalis lokal membahas betapa kuatnya ingatan dan besarnya pengetahuan yang Du Plessis miliki.

“Saya sudah lama mengenal Dean. Bagi saya, kualitas terbaiknya adalah ia tidak pernah merasa kasihan pada dirinya sendiri. Ia bisa melihat sisi lucu dari gangguan penglihatannya. Dua dekade kemudian, Dean masih berbicara langsung, tapi sayangnya pendengarannya mulai menurun.”

Du Plessis mengenang kembali saat pertama ia mengudara pada tahun 2001 atas dorongan jurnalis lain, Neil Manthorp, yang ia sebut sebagai teman lama.

“Saya merasa sangat bersemangat bahwa saya akhirnya akan mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa saya mampu. Aku tidak gugup sama sekali. Selama komentar, saya santai. Setelah itu, saya pikir saya terdengar baik-baik saja. Saya tidak akan mengatakan saya sangat baik, tetapi tentu saja tidak buruk. Seperti semua orang yang membuat debut komentar mereka, Anda dapat mendengar bahwa mereka agak pendiam. Saya akan mengatakan saya terdengar pendiam juga,” jelas du Plessis.

“Saya sangat diberkati bahwa saya telah bertemu banyak orang dan saya telah mengikuti beberapa turnamen, tetapi saya ingin diberi lebih banyak kesempatan untuk membuktikan diri. Jika saya diberitahu bahwa saya tidak cukup baik, saya akan menerimanya. Tapi saya tidak percaya bahwa saya telah diberi kesempatan yang adil untuk membuktikan diri,” tambahnya. Ia juga berpendapat selain mantan pemain dan komentator ternama, latar belakang yang lebih beragam harus dimasukkan ke dalam kolom komentar.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.