Sukses

Gangguan Pendengaran Tak Terdeteksi Sejak Dini, Anak Berisiko Tuli Permanen

Sering kali gangguan pendengaran pada anak-anak tidak terdeteksi sejak dini. Hal ini dikarenakan tidak selalu ada gejala pada telinganya, apalagi pada anak yang lebih kecil atau bayi.

Liputan6.com, Jakarta Sering kali gangguan pendengaran pada anak-anak tidak terdeteksi sejak dini. Hal ini dikarenakan tidak selalu ada gejala pada telinganya, apalagi pada anak yang lebih kecil atau bayi.

Padahal, menurut dr. M. Dejandra Rasnaya dari Klikdokter, pendengaran merupakan indra yang penting untuk komunikasi antar manusia. Jika masalah pendengaran tidak terdeteksi sejak dini, maka dapat menyebabkan gangguan bicara di masa depan.

“Bahkan, keadaan Tuli dan bisu tersebut bisa menjadi keadaan yang permanen jika tidak diantisipasi,” ujar Dejandra mengutip Klikdokter, Selasa (24/8/2021).

Ia menambahkan, proses mendengar sudah terjadi pada saat anak masih di dalam kandungan. Pertumbuhan organ pendengaran yaitu telinga berkembang pesat pada sekitar usia kehamilan 24 minggu.

Namun, pada usia 18 hingga 20 minggu diketahui janin dalam rahim sudah mulai bisa mendengar suara nada rendah dan dapat merespons. Kemudian pada usia kehamilan 35 minggu, janin sudah bisa merespons terhadap suara bernada rendah dan tinggi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penyebab Gangguan Pendengaran Anak

Dejandra juga menyampaikan penyebab gangguan pendengaran pada anak. Menurutnya, gangguan pendengaran dapat terjadi jika proses perkembangan organ pendengaran terganggu selama masa kehamilan.

“Jika organ dengar terganggu sejak dalam kandungan, tentunya pada saat lahir nanti dapat menimbulkan masalah pendengaran seperti Tuli.”

Gangguan pendengaran pada bayi dapat disebabkan karena:

-Adanya kelainan genetik.

-Riwayat penyakit ibu saat masa kehamilan seperti preeklamsia dan diabetes.

-Adanya konsumsi antibiotik saat kehamilan (khususnya trimester pertama) seperti streptomisin yang dapat merusak organ pendengaran janin.

-Infeksi TORCHS (toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes, dan sifilis) saat kehamilan.

-Kandungan bilirubin yang terlalu tinggi setelah bayi lahir (bayi kuning).

-Bayi lahir prematur.

-Adanya keadaan gawat pada bayi, sehingga membutuhkan perawatan intensif menggunakan alat bantu napas.

-Infeksi pada masa anak-anak seperti meningitis, ensefalitis, cacar dan campak.

-Infeksi telinga tengah (otitis media) karena saluran yang menghubungkan telinga dan hidung belum terbentuk sempurna, sehingga menyebabkan penumpukan lendir di rongga telinga tengah yang meningkatkan risiko infeksi.

3 dari 4 halaman

Gejala Sulit Terlihat

Gejala pada gangguan pendengaran anak sering diabaikan karena tidak terlihat secara fisik.

Normalnya, anak umur 2 bulan saja sudah bisa sadar akan adanya suara dan pada umur 4 bulan anak akan menoleh jika ada suara.

Jika gangguan pendengaran berlangsung terus, maka kemampuan bicara anak juga akan terhambat karena tidak mengenali apa itu suara.

Akibatnya, anak akan terlihat pendiam dan tidak banyak bersuara. Jika orangtua merasa anaknya terlalu pendiam dan tidak responsif pada usia di bawah 2 tahun, maka orangtua perlu waspada akan adanya gangguan pendengaran.

“Jangan anggap anak yang terlalu pendiam merupakan anak yang pintar karena menurut dan tidak rewel. Deteksi dini gangguan pendengaran pada usia di bawah 2 tahun penting untuk dilakukan karena masih termasuk dalam masa 1000 hari pertama kehidupan,” pungkasnya.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.